KUNINGAN (MASS) – Kepala Desa dan Ketua BPD Desa Margabakti Kecamatan Kadugede Kabupaten Kuningan tidak patut memperkarakan seorang guru honorer. Keduanya pun dinilai tidak layak lagi menjadi pemimpin di sebuah pemerintahan di desa.
Pernyataan ini ditandaskan Ketua Majlis Nasional Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (MN KSPI), Dr Didi Suprijadi menanggapi ramainya berita guru honorer yang diperkarakan oleh pemerintah desanya akibat vidio viral “Jodi”.
Ketua PB PGRI periode 2014-2019 itu mengatakan, untuk menuju meningkatnya mutu pendidikan salah satu faktor penentunya adalah guru.
“Pertanyaannya adalah seberapa jauh pemerintah pusat, daerah dan desa memperhatikan status, kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru? Seberapa jauh Pemerintah Desa Margabakti melindungi guru honorer Rohayatun?,” cetus ayah Didi panggilan sehari-hari oleh honorer karena sebagai pembela guru honorer serta Tenaga Honorer se Indonesia dan selalu bersama Hamdi Zaenal yang menjadi ketua DPP FGTHSI itu.
Kegusaran Didi sebagai pengurus pusat pengaduan guru dan rakyat Indonesia ini setelah membaca surat Pemerintahan Desa Margabakti tentang kasus guru honorer yang suratnya ditembuskan kemana-mana termasuk mass media.
“Isi surat tersebut disamping kurang patut semestinya bisa dilakukan tabayun terlebih dahulu dengan kepala sekolah atau dengan guru yang bersangkutan, sebelum dikirim kemana-mana,” rungutnya.
Mengulas kembali surat, surat tersebut bernomor 26/Mgbkt-06/Vlll/2019 tanggal 9 Agustus 2019 perihal klarifikasi vidio viral Jodi, dari Pemerintah Desa Margabakti Kecamatan Kadugede. Yang menandatanganinya, Nono Mulyono sebagai kepala desa dan Idih Ulhadi sebagai ketua BPD Margabakti.
Surat yang ditujukan kepada Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab Kuningan Maman Hermansyah ditembuskan juga kepada Gubernur Jabar hingga mass media.
Didi merasa heran, surat perihal klarifikasi vidio viral “Jodi” tetapi isinya memperkarakan Rohyatun, seorang guru honorer mulia dan ikhlas mengabdi. Ia baru bekerja sejak tahun 2017 dengan gaji dibayar tiap tiga bulan dari dana BOS. Rohyatun guru Olahraga di SDN Margabakti diperkarakan oleh Kepala Desa dan ketua BPD dengan mengacu kepada UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi dan Elektronik yang tuntutan hukumannya bisa melebihi 5 tahun.
Dalam suratnya tertulis bahwa guru honorer yang bernama Rohyatun (bukan asli warga Margabakti) telah menyebarkan vidio Jodi tanpa konfirmasi terlebih dahulu kepada Pemerintah Desa Margabakti atau warga setempat sehingga vidio yang disebarkan hingga viral itu tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu Pemerintah Desa Margabakti serta warga merasa terusik dengan viralnya vidio tersebut.
Bagian terakhir surat adalah tuntutan, yaitu Pemerintah Desa menuntut, pertama dinas terkait dalam hal ini dinas pendidikan dan kebudayaan harus lebih selektif dalam menerima tenaga pendidik.
Kedua sdr Rohyatun harus membuat permohonan maaf dan klarifikasi atas narasi keliru yang ia viralkan. (permohonan maaf dan klarifikasi ini harus menggunakan media sosial pula). Adapun permohonan maaf dan klarifikasi sebagai berikut, membacakan isu dan fakta yang sudah kami tulis diatas. Ketiga kepala sekolah SDN Margabakti harus bertanggung jawab pula atas kejadian ini.
Didi memaparkan, Permendikbud nomor 10 tahun 2017 tentang perlindungan guru jelas menyebutkan pada Pasal 3 ayat (1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan kewajiban: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; c. Satuan Pendidikan; d. Organisasi Profesi; dan/atau e. Masyarakat.
Ditegaskan, masyarakat dan pemerintah daerah wajib hukumnya untuk melindungi guru, bukan sebaliknya malah memperkarakan guru. Dalam hal apa saja guru itu dilindungi oleh pemerintah, masyarakat dan organisasi profesi? Permendikbud menyebutkan pada pasal 2 ayat (1) Perlindungan merupakan upaya melindungi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas.
“Disambung dengan ayat (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan: a. hukum; b. profesi; c. keselamatan dan kesehatan kerja; dan/atau d. hak atas kekayaan intelektual,” bebernya.
Untuk itu seharusnya Pemerintah Desa Margabakti memberikan perlindungan Hukum terhadap guru honorer Rohyatun. Perlindungan hukum dalam hal ini seperti dalam Permendikbud pasal 2 ayat (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup perlindungan terhadap: a. tindak kekerasan; b. ancaman; c. perlakuan diskriminatif; d. intimidasi; dan/atau e. perlakuan tidak adil, dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Kedepan Didi berharap semua pihak untuk bekerja sama dalam rangka perlindungan guru, Pemerintah, pemerintah desa, organisasi profesi seperti PGRI serta Masyarakat. Fakta di lapangan dari jumlah guru di Indonesia separuh guru di Indonesia masih bersatus honorer, dengan demikian kesejahteraan dan jaminan sosialnya perlu diperhatikan.
“Maka perlindungan Guru wajib hukumnya dilaksanakan oleh siapapun termasuk Pemerintahan Desa Margabakti,” pungkas pituin Kuningan tersebut. (deden)