KUNINGAN (MASS) – Selain laporan Ade Sumiardi, muncul pula laporan dari BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi Kabupaten Kuningan, Jumat (22/2/2019) lalu. Menurut Bawaslu Kuningan, laporan BPN tersebut tidak gugur secara otomatis.
“Laporan itu nanti kita akan undang lagi karena kemarin laporannya ada perbaikan dan penambahan alat bukti. Untuk kelengkapannya nanti penerimaan laporan dari BPN akan kami terima bersama Sentra Gakumdu. Pelaporannya terpisah (dengan putusan sekarang, red),” ucap Komisioner Bawaslu, Ondin Sutarman.
Untuk laporan dari BPN, menurutnya, belum diputuskan seperti istilah ‘Nebis In Idem’ (perkara yang sama tidak boleh dituntut untuk kedua kalinya). Namun dirinya menyebutkan bunyi pasal 12 ayat 3 PerBawaslu 7/2018.
“Dalam hal laporan dugaan pelanggaran yang telah ditangani dan diselesaikan oleh pengawas pemilu pada tingkat tertentu, pengawas pemilu yang menerima laporan tidak meregistrasi laporan pelanggaran,” sebutnya.
Dijelaskan, tiap laporan yang masuk pasti akan diterima. Namun belum tentu diregistrasi untuk selanjutnya dibahas. Berdasarkan konsultasi dengan Bawaslu Jabar, sambungnya, Bawaslu Kuningan perlu menerima laporan dari BPN.
“Barangkali walau objeknya sama yaitu video viral tapi kami menghargai karena pelapornya berbeda dan membawa saksi yang berbeda pula. Tinggal nanti penilaian dari kami termasuk apa yang dilaporkan apakah pasalnya berbeda atau tidak. Mempermasalahkannya pasal berapa,” ungkap Ondin.
Ketua Bawaslu Kuningan, Jubaedi SH lebih memperjelas istilah ‘Nebis In Idem’. Dikatakan, ketika objek laporan sama dan sudah diputuskan di Sentra Gakumdu, menyusulnya 2 atau 3 laporan lain dengan objek yang sama maka mengacu pada putusan yang pertama.
Termasuk menjawab dugaan adanya pelanggaran hukum lainnya semisal kode etik ASN, Jubaedi mengatakan, pihaknya mengkaji berdasarkan pasal yang disangkakan pelapor. Dalam kasus tersebut, pelapor Ade Sumiardi menyangkakan pasal 280 ayat 1 huruf J dan 283 ayat 1 dan 2 UU 7/2017.
“Sehingga itulah yang ada kaitannya dengan dugaan tindak pidana pemilu. Jadi berdasarkan laporan, kajiannya fokus pada laporan itu,” tandasnya.
Untuk kasus Gubernur Jawa Tengah, kajiannya tidak dalam waktu singkat. Sama halnya dengan Bawaslu Kuningan, pihaknya memandang perlu rentang waktu.
“Kita juga sedang. Kan hasil kajian akhir bawaslu itu ada pelanggaran kode etik, pidana, administratif, dugaan perundang-undangan lainnya dan bukan pelanggaran. Nah kalau dikaitkan dengan perundangan lain, sampai sekarang kami belum memutuskan sampai kesana,” kata Ondin menambahkan. (deden)