KUNINGAN (MASS) – Berbagai kebiasaan dalam mengisi bulan suci Ramadan kerap dilakukan oleh banyak orang. Bahkan menjadi tradisi di semua kalangan, sehingga apabila tidak dilakukan ketika Ramadan berasa ada sesuatu yang kurang. Terkadang kawula muda pada saat malam hari, berkeliling kampung sambil menabuh alat musik serta beteriak ‘sahur’ untuk membangunkan orang yang sedang terlelap dari tidur.
Kebiasaan sekelompok anak-anak dan pemuda menabuh alat musiknya itu dinamakan Obrog. Dengan busana kusut yang dibaluti sarung, sudah menjadi ragam tradisi yang unik, khususnya di Kabupaten Kuningan. Di kawasan perumahan Desa/Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan misalnya, sekelompok anak remaja rela menyusuri setiap gang mulai dari pukul 01.00 hingga 03.00 wib dini hari, hanya dengan dorongan semangat dan alat ala kadarnya.
Namun fenomena obrog sendiri, sebagai sebuah seni tradisi sangat menarik untuk ditelisik, khususnya pada perkembangan alat musik, bentuk, dan pergeseran fungsinya.
Jika ditelusuri, nama obrog sendiri berasal dari bunyi alat musik yang sering dipakai, semacam kendang, genjring, dan tetabuhan lainnya. Tetapi tidak diketahui secara pasti kapan kesenian ini tercipta. Obrog merupakan kesenian yang banyak ditemui selama bulan suci Ramadan.
Sebagai tradisi khas bulan Ramadan, makna kesenian obrog di Kabupaten Kuningan ini dihidupi oleh pendukungnya, yakni rakyat kebanyakan. Uniknya, saat mendekati Lebaran, grup obrog akan berkeliling kampung di siang hari untuk memintai imbalan kepada masyarakat setelah dibangunkan untuk sahur selama Ramadan.
Menurut salah seorang warga setempat yang mengikuti kegiatan obrog, Giant Lugi (26) mengatakan, obrog ini berkembang ketika masyarakat sadar bahwa kesenian merupakan sarana hiburan massa. Namun, Obrog telah mengalami perbedaan dari waktu ke waktu tergantung trend yang sedang berlaku. “Dahulu, bermain obrog kental dengan tujuan religius. Kalaupun tidak, bermain obrog didorong unsur kesenangan bermain musik,” katanya, Jumat (25/5/2018).
Meski demikian lanjut dia, embrio kesenian obrog sudah ada sejak zaman dahulu dengan menggunakan kentongan yang dimainkan secara beramai-ramai. “Bahkan ada dibeberapa tempat, tradisi obrog ini seperti pementasan musik modern karena sudah dilengkapi sound system lengkap dengan penyanyinya,” ucap Giant.
Tetapi menurutnya, tradisi obrog tidak lepas dari tujuan ekonomi untuk memperoleh pendapatan. Hal ini nyata terlihat pada hari terakhir mendekati Lebaran dengan adanya saweran uang serta sekelompok obrog ini mendatangi setiap rumah untuk meminta sedekah.
Dalam hal ini perlu diingat, bahwa obrog bisa berubah sesuai dengan pergeseran waktu. Maka itu Giant berharap, tradisi obrog harus dipertahankan, karena ini adalah salah satu budaya daerah yang mungkin saja akan tergerus oleh modernisasi. (deden)