KUNINGAN (MASS) – Gerakan Literasi Sekolah (GLS) bukanlah program musiman yang hanya hadir di momen-momen tertentu. Lebih dari itu, GLS seharusnya menjadi budaya belajar yang melekat dalam keseharian peserta didik, dimulai sejak jenjang pendidikan dasar. Dalam konteks ini, kami mahasiswa PGSD FKIP Universitas Islam Al-Ihya Kuningan melakukan observasi langsung di SDN 2 Kadugede sebagai bagian dari tugas Mata Kuliah Literasi.
SDN 2 Kadugede, yang berlokasi di Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, menunjukkan komitmen yang nyata dalam menanamkan budaya literasi kepada siswanya. Kegiatan literasi pagi setiap hari Selasa dan kegiatan harian untuk siswa kelas 1 merupakan contoh nyata dari integrasi literasi ke dalam aktivitas belajar. Bahkan, pendekatan GLS di sekolah ini tak hanya menyentuh aspek membaca, tetapi juga merambah ke numerasi dan keagamaan melalui program raraban dan storing hafalan.
Salah satu praktik baik yang patut diacungi jempol adalah keberadaan pojok baca di setiap kelas. Ini bukan sekadar tempat meletakkan buku, tetapi ruang interaktif yang dibangun dengan semangat kolaborasi antara guru dan orang tua. Dalam kondisi keterbatasan fasilitas seperti perpustakaan aktif, pojok baca menjadi simbol keteguhan dan kesadaran akan pentingnya literasi sejak dini.
Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari peran penting para guru, terutama Kepala Sekolah Ibu Asmaiyah S.Pd.SD., yang tidak hanya memimpin secara administratif, tetapi juga turut hadir mendampingi siswa dalam kegiatan literasi. Guru-guru di SDN 2 Kadugede menjadi figur inspiratif yang menjadikan literasi sebagai proses yang menyenangkan, bukan beban.
Namun demikian, upaya membangun budaya literasi masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah kurangnya variasi buku non-pelajaran dan kurang aktifnya perpustakaan sekolah sebagai pusat sumber belajar. Hal ini perlu menjadi perhatian serius agar literasi tidak berhenti pada rutinitas, melainkan tumbuh menjadi ekosistem yang hidup dan adaptif terhadap kebutuhan siswa.
Kami percaya, dengan dukungan semua pihak guru, orang tua, dan pemerintah literasi dapat menjadi pilar utama pendidikan yang membentuk generasi cerdas, kritis, dan berkarakter. SDN 2 Kadugede telah memulai langkah baik ini, dan sudah saatnya lebih banyak sekolah mengikuti jejak yang sama dengan semangat literasi yang inklusif dan berkelanjutan.
Ditulis Oleh:
Ega Anggraeni
Ferani Putri Nur Aulia
Tarissa Eka Prasilia
Siti Huwaida Dzakiyyah
Devi Kurniawati
Sri rizkiah
Anita Rianjani
Mahasiswa PGSD FKIP Universitas Islam Al-Ihya Kuningan
Dosen Pengampu: Okky Ayu Setyowati, M.Pd
