KUNINGAN (MASS) – Dalam Kitab Undang Hukum Pidana (Wetboek van srafrecht ) Buku II Bab VII kejahatan yang hanya boleh dituntut atas Pengaduan diantaranya Pasal 284 KUHP (overspel) artinya hubungan seksual yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah dengan orang yang bukan pasangannya. Overspel juga dikenal sebagai Zina tergolong Klacht delict adalah istilah dalam Bahasa Belanda yang berarti delict aduan. Delict aduan adalah tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan dari pihak yang dirugikan , Pasal 284 KUHP termasuk delik aduan Absolut. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwa itu sehingga permintaan dalam pengaduanya harus berbunyi : ” saya minta agar peristiwa ini dituntut”. Sehingga oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk , membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, delik aduan Ini tidak bisa dibelah. Contoh seorang suami jika telah mengadukan terhadap perzinahan (overspel) dalam tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP yang telah dilakukan istrinya, ia tidak dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya ( karena ia masih cinta ) jangan dilakukan penuntutan. Ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP adalah penjara selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan. Tindak pidana Pasal 284 KUHP, menurut ketentuan Pasal 75 KUHP jo Pasal 30 UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, menyatakan bahwa pengaduan dapat ditarik kembali dalam waktu tiga bulan. Sehubungan bila terjadi peristiwa hukum yang diduga pelaku (dader) nya salah satu pejabat politik yang nota bene Anggota DPRD, sekali pun pihak yang merasa dirugikan melakukan upaya hukum mengadukan kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia harus memperhatikan azas praduga tak bersalah ( presumpton of innocence ) adalah prinsip hukum yang menyatakan bahwa seseorang tidak bersalah sampai terbukti bersalah di sidang Pengadilan, orang yang awam Hukum berpendapat, bahwa seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang di pandang merugikan masyarakat yang di beritakan di media social, mereka bersalah dan dapat di berhentikan dari kedudukan dan jabatannya. Syarat Hukum pihak yang di rugikan mengadukan kepada pihak Kepolisisan Negara Republik Indonesia sehubungan di duga adanya tindak Pidana harus dipenuhi “Bukti permulaan yang cukup” pada Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP ). Apabila pengaduan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 284 KUHP kemudian di putus oleh Pengadilan inkracht van gewijsde (putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap) maksimal 9 (sembilan) bulan, maka tidak ada alasan Hukum Anggota DPRD untuk diberhentikan dari kedudukan sebagai Anggota DPRD. Dasar Hukum pemberhentian Anggota DPRD Kabupaten/Kota diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan diantaranya :
- Pasal 193 ayat 2 (dua) huruf c Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yang isi bunyinya “Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan Hukum tetap karena melakukan tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) Tahun”.
- Pasal 405 ayat 2 (dua) huruf c Undang-undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang isi bunyinya “Dinyatakan bersalah atas keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan Hukum tetap karena melakukan tindak Pidana dengan ancaman Pidana penjara paling singkat 5 (lima) Tahun”.
- Pasal 166 ayat 3 (tiga) huruf c Tentang Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 1 (satu) Tahun 2022 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang isi bunyinya “Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan Hukum tetap karena melakukan tindak Pidana yang di ancam dengan Pidana penjara 5 (lima) Tahun atau lebih”.
Menurut Hukum apabila Anggota DPRD Kabupaten/Kota di berhentikan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini Gubernur sebagai badan atau pejabat Tata Usaha Negara, jika tidak menimbang-menimbang atau memperhatikan Pasal 193 ayat 2 (dua) huruf c Undang-undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Jo Pasal 405 ayat 2 (dua) huruf c Undang-undang No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Jo Pasal 166 ayat 3 (tiga) huruf c Tentang Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 1 (satu) Tahun 2022 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah akan menjadi objek sengketa diperadilan Tata Usaha Negara dengan alasan Hukum surat keputusan Tata Usaha Negara tentang pemberhentian Anggota DPRD Kabupaten/Kota bertentangan dengan Pasal 53 ayat 2 (dua) huruf a dan b Undang-undang No.5 tahun 1986 tentang peradilan Tata Usaha Negara : a. bahwa keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b. badan atau pejabat Tata Usaha Negara telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud di berikannya wewenang itu, dan keputusan Tata Usaha Negara bertentangan dengan Azas-azas Umum pemerintahan yang baik (AAUPB) atau Algeme beginselen van behoorlijk bestuur atau the general princples of good administration. Khususnya Azas kepastian Hukum dan Azas kecermatan, dan keputusan Tata Usaha Negara di buat tidak boleh bertentangan dengan larangan Willeker atau semena-mena atau sewenang-wenang.
Fiat justitia nuat caelum
Fiat justitia et pereat mundus
Penulis : HAMID SH MH, Pemerhati dan Praktisi Hukum, Advokat Peradi