KUNINGAN (MASS) – Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tipa provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai Pemerintah Derah yang di atur dalam Undang-undang (Pasal 18 ayat (1) UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Bahwa atas dasar Undang-undang Dasar 1945 tersebut lahir lah Undang-undang 23 tahun 2014 di ubah dengan Undang-undang No 2 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah, bahwa atas Undang-undang tersebut lahir Undang-undang Republik Indonsia No 3 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Bahwa Kepala Desa apabila menjadi Pihak dalam Perkara Perdata sebagai Tergugat dan sebagai Pengugat di Peradilan umum dengan Posita Gugatan (Fundametum Petendi) perbuatan melawan Hukum (Onrechtmatige daad) sebagaimana di atur dalam Pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata.
Pasal 1365 KUH Perdata, yang isi bunyinya :
“Tiap perbuatan melanggar Hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan keruian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1366 KUH Perdata, yang isi bunyinya :
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tapi juga untuk kerugian yang di sebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya”.
Dan Kepala Desa sebagai Pihak di sidang dengan Posita Gugatan (Dasar Gugatan) perbuatan ingkar janji (wanprestasi) sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata, yang isi bunyinya :
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatanya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dan dalam Peradilan Tata Usaha Negara, Kepala Desa berkedudukan Hukum (Legal Standing) sebagai badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dan apabila Kepala Desa menerbitkan suatu putusan Tata Usaha Negara dengan alasan tidak adanya kehati-hatian (Prudent) keputusan Kepala Desa akan menjadi obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Kepala Desa sebagai tergugat di Pegadilan di Tata Usaha Negara dengan alasan-alasan surat Keputusan Negara bertentangan dengan Pasal 52 ayat (2) huruf a dan b Undang-undang No 5 tahun 1986 sebagaimana di ubah dengan Undang-undang No 9 tahun 2004 dan diubah terakhir dengn Undang-undang 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang isi bunyinya huruf a dan b :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ;
b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan suatu keputusan telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut ;
Dan surat keputusan Tata Usaha Negara yang di terbitkan bertentangan dengan Azas-azas Umum Pemerintahan yang baik (The General Principle of good Administration atau Algemene Behoorlijk Van Bestur) khusus nya Azas kepastian Hukum dan Azas Kecamatan serta Tindakan semena-mena atau Perbuatan yang dilakukan tanpa dasar Hukum (Willekeur).
Bahwa apabila Kepala Desa sebagai Pihak di muka Persidang Pengadilan Negeri baik sebagai Pihak Pengugat atau Tergugat, dan sebagai Pihak di muka Persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara Kepala Desa berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk Kuasa Hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan (Pasal 26 ayat (2) huruf n Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Desa Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa).
Penulis : Hamid S.H.M.H
Kuasa Hukum/Penasehat Hukum DPC APDESI Kabupaten Kuningan