KUNINGAN (MASS) – Akhirnya Ketua Komisi 3 DPRD Kuningan, H Nunung Sanuhri, mengomentari soal rencana pembangunan Jalan Baru Lingkar Selatan (JLTS). Ia juga mempertanyakan kenapa pembebasan tanah untuk JLTS berawal dari Windujanten Kecamatan Kadugede (selatan), bukan dari Kecamatan Sindangagung (utara).
Kala diwawancara Kamis (27/7/2023), semula Nunung Sanuhri enggan memberikan tanggapan. Meski diakuinya sudah menemukan data namun politisi asal PAN tersebut berdalih harus disusun terlebih dulu agar informasinya utuh.
“Termasuk soal kepemilikan tanah, itu tanah punya siapa, berapa luasnya, kan harus lengkap. Pokoknya nanti kita akan panggil kepala DPKPP untuk memberikan penjelasan langsung ke media, sebagai sumber yang nyata,” kata Nunung.
Disinggung lagi soal bagaimana temuan dari komisi 3 selaku bagian dari lembaga pengawasan, ia menjawab jalannya belum ada.
“Temuannya, jalan belum ada. Cuma sampai Kadugede. Ke Citangtu belum ada, ke Cibinuang juga belum ada jalan,” jawabnya.
Saat ditanya kenapa pembebasan jalan dimulai dari Selatan, sambil tertawa kecil Nunung juga mengaku hal itu dipertanyakan oleh komisi 3.
“Progresnya harus begitu, katanya. Sudah ada penloknya (penetapan lokasi), sudah begitu, katanya. Penloknya itu katanya dari pusat,” kata Nunung.
Dengan kondisi keuangan seperti sekarang, ia mengungkapkan pembebasan lahan tidak dilanjutkan.
“Uangnya gak ada, ditunda dulu. Sementara dari saya begitu. Kalau Jalan Cisantana belum, belum kita survei,” tukas Nunung.
Terpisah, Kabid Binamarga DPUTR Kuningan, Teddy Sukmajayadi ST MSi sempat ditanyakan pula soal keberlanjutan pelaksanaan pembebasan lahan, pekan lalu. Ia pun ditanyai kepastian anggaran dari pusat untuk pembangunan JLTS.
Dikatakan, untuk menarik anggaran dari pusat itu butuh perjuangan. Tidak jarang, Kuningan dituntut untuk bersaing dengan kabupaten/kota lain guna memperoleh kucuran anggaran.
Jalan Lingkar Timur Utara (JLTU) yang sudah tuntas, sambung Teddy, menjadi salah satu kebanggaan instansinya. Dengan segala pengorbanan yang sudah barang tentu merupakan bagian dari tugas pelayanan kepada masyarakat, kini JLTU dapat dinikmati masyarakat, baik oleh pihak yang pro maupun yang kontra.
Kembali ke JLTS, menurut Teddy, bicara soal kepastian anggaran itu belum ada sampai selesai pengadaan tanah alias pembebasan lahan. Waktu itu, sambungnya, alokasi dari pusat dipending. Hingga komunikasi terus dilakukan ke pusat.
“Akhirnya setelah komunikasi, pusat mengatakan JLTS akan dilaksanakan secara bertahap. Anggaran 160 miliar muncul. Meski tidak cukup, yang penting fungsional,” jelas Teddy.
Selanjutnya ada pembahasan kembali di musrenbang nasional dimana rencana JLTS berada di urutan pertama pembahasan. Kebetulan Teddy mengikuti musrenbang mendampingi kepala dinasnya.
Meski tertatih-tatih dalam pembebasan lahan, Kuningan dinilai serius oleh pusat dalam mewujudkan rencana JLTS. Dan sekarang, pihaknya bersyukur pengadaan tanah sudah 60%.
Tahun ini, kemungkinan besarnya pusat belum mengalokasikan anggaran untuk JLTS. Namun pihaknya masih merasa gembira karena pusat menjanjikan alokasi anggaran untuk peningkatan Jalan Cipasung-Subang.
“Satu keluar tahun ini, yaitu untuk Jalan Cipasung-Subang sepanjang 15 km. Anggarannya 33 miliar. Kita hanya penerima manfaat. Projek ini memungkinkan bisa selesai sampai akhir tahun 2023. Beda dengan JLTS,” ungkapnya.
Teddy mengungkapkan, rencana peningkatan Jalan Cipasung-Subang itu tertunda selama bertahun-tahun. Padahal dulu masyarakat telah sepakat untuk menghibahkan tanahnya di kanan dan kiri jalan supaya lebih lebar.
Dari contoh Jalan Cipasung-Subang, menurut dia, tidak ada jaminan kepastian anggaran akan teralokasi. Terlebih syarat pembebasan lahannya belum klir. Ini menimpa rencana pembangunan JLTS yang pembebasan lahannya harus 100% terlebih dulu.
Sementara itu, berdasarkan keterangan Kepala DPKPP, Ir Putu Bagisna ST MSi, total uang yang telah terpakai untuk pengadaan tanah mencapai sekitar 30 miliar sejak 2022 hingga 2023. Begitu juga informasi dalam laporan realisasi semester I APBD 2023.
Jika memang rencana pembangunan JLTS ditunda, berarti ada uang rakyat 30 M yang mengendap. Lahan yang telah dibebaskan pun besar kemungkinan akan menganggur dalam waktu yang belum bisa dipastikan.
Ada persoalan lain, terutama tanah yang belum dibebaskan. Beberapa kalangan memprediksi pemilik lahan akan membatalkan penjualannya. Muncul prediksi lain, kelak mereka akan menaikkan harga dari ketentuan yang ditetapkan tahun ini. Siapa yang salah? (deden/bersambung)