KUNINGAN (MASS) – Soal sistem pemilu yang hendak diputuskan oleh MK (Mahkamah Konstitusi), Mantan Divisi Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kuningan periode 2003-2008 dan 2009-2013, Hamid SH MH, angkat bicara.
“Mengenai Sistem Pemilu Proporsional terbuka atau tertutup, besar harapan publik MK dalam amar putusan proporsional terbuka,” ujar Hamid mengawali pernyataannya, Selasa (13/6/2023).
Dijelaskan, Pemilihan Umum adalah proses politik untuk adanya perubahan nasib bangsa. Pemilihan Umum sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggoda DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih Anggota DPRD, yang dilaksanakan secara Luber, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 angka 1 UU No.7 Tahun 2017).
Sebagai aturan pelaksanaannya, imbuh Hamid, KPU RI telah menerbitkan PKPU No.3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelanggaraan Pemilu Tahun 2024. Dari 1 Mei 2023 Partai Politik Peserta pemilu telah pengajuan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota kepada KPU RI, KPU PROVINSI dan KPU Kabupaten/Kota.
Sementara ada para pemohon melakukan upaya hukum, mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi yudicial review UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu khusususnya Pasal 168 ayat (2), Pemilu untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupatan/Kota dilaksanakan dengan sistim proporsional terbuka.
“Seperti dalam sistem pemilu 2009 berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan dengan sistim proporsional terbuka, penetapan calon terpilih Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota disuatu daerah pemilihan atau districting, sesuai Pasal 422 UU No. 7 Tahun 2017 sama pada pemilu 2009 berdasarkan UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota, petitum yang dimohon oleh pemohon yudicial review memohon Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, dan mengadili perkara aquo menjatuhkan putusan membatalkan sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsioal Tertutup, seperti sistem pemilu sebagaimana dianut oleh UU No.12 Tahun2003 tentang pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD untuk pelaksanaan Pemilu 2004, penetapan calon terpilih adalah No. Urut Calon,” paparnya.
Menurut Hamid, sesuai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) dengan alasan baik politik party maupun konstituen mengharapkan sitem pemilu adalah proporsional terbuka. Oleh karenanya, agar putusan Mahkamah Konstitusi menjatuhkan menolak permohonan sistem pemilu proporsional tertutup atau setidak-tidaknya amar putusan Niet ontvankelijk verklaard (permohonan pemohon tidak dapat diterima) dengan dasar alasan MK tidak berwenang mengadili permohonan pemohon. Atau permohonan pemohon dikabulkan sistem pemilu proporsional tertutup untuk pelaksanaan pemilu tahun 2029.
Jika putusan MK menjatuhkan putusan yang amar putusannya mengabulkan permohonan pemohon pemilu 2024 sistem pemilu proporsional tertutup, Hamid memprediksi akan terjadi caos (kacau). Ada kekhawatiran bakal calon anggota DPR dari semua politic party menarik mundur dari pencalonan.
“Khawatir pula ada penundaan pemilu bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 22 E ayat (1) yang isi bunyinya Pemilihan Umum secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali (A-3) padahal pemilu 2024 dijadwalkan 14 pebruari,” pungkasnya. (deden)