KUNINGAN (MASS) – Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kuningan melalui Sutrisna Muarif Habib S Pd mengkritik DPRD Kabupaten Kuningan usai terbukanya tunjangan yang diterima dewan tiap bulan. Sutrisna, mengutip besaran tunjangan pimpinan dan anggota dewan yang angkanya tidak kecil itu, dari Surat Keputusan Bupati Kuningan Nomor: 900/KPTS.413-/2025.
Dalam dokumen yang ditandatangani Bupati H. Dian Rachmat Yanuar tersebut memuat rincian tunjangan yang diterima setiap bulan, mulai dari komunikasi intensif hingga transportasi.
Berikut rinciannya:
Tunjangan Komunikasi Intensif
Ketua: Rp10.500.000 per bulan
Wakil Ketua: Rp10.500.000 per bulan
Anggota: Rp10.500.000 per bulan
Belanja Penunjang Operasional
Ketua: Rp8.400.000 per bulan
Wakil Ketua: Rp4.200.000 per bulan
Tunjangan Perumahan
Ketua: Rp25.000.000 per bulan
Wakil Ketua: Rp24.000.000 per bulan
Anggota: Rp22.000.000 per bulan
Tunjangan Transportasi
Ketua: Rp20.500.000 per bulan
Wakil Ketua: Rp18.500.000 per bulan
Anggota: Rp14.700.000 per bulan
Tunjangan Reses
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota: Rp10.500.000 per kegiatan reses

Sutrisna Muarif Habib S Pd, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kuningan. (Foto: Dok DEEP)
“Jika dihitung, seorang anggota DPRD Kuningan berpotensi menerima lebih dari Rp36 juta per bulan hanya dari tunjangan perumahan dan transportasi. Angka tersebut belum termasuk tunjangan komunikasi, operasional, maupun reses, sehingga total pendapatan bisa mencapai jumlah yang sangat signifikan,” ujar Sutrisna, mengawali paparan.
Nominal tunjangan ini, lanjutnya, jelas jauh di atas rata-rata pendapatan warga Kabupaten Kuningan. Fakta tersebut diperkirakan bakal menimbulkan sorotan publik, terlebih di tengah kondisi keuangan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang masih membutuhkan perhatian serius. Karenanya, ia menilai transparansi dan rasionalitas kebijakan anggaran DPRD perlu dikritisi.
“Publik berhak tahu seberapa besar tunjangan yang diterima wakil rakyat, dan apakah hal itu sebanding dengan kinerja serta kontribusi mereka terhadap pembangunan daerah. Ketika masyarakat masih menghadapi persoalan ekonomi, angka-angka fantastis ini wajar dipertanyakan,” ujarnya.
Ia menambahkan, DPRD sebagai lembaga perwakilan seharusnya lebih peka terhadap rasa keadilan masyarakat.
“Tunjangan besar seharusnya dibarengi dengan pengawasan anggaran yang ketat, kualitas legislasi yang meningkat, serta keberpihakan nyata terhadap rakyat kecil. Jika tidak, maka ini berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi DPRD,” tegasnya.
Selain itu, Habib juga mengingatkan bahwa anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu. Karena itu, prioritas utama mereka seharusnya adalah memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan sekadar menikmati fasilitas dan tunjangan yang besar. (eki)
