KUNINGAN (MASS) – Dalam artikel tentang NEGERI-NEGERI AKHIR ZAMAN YANG AKAN DIHANCURKAN SEBELUM KIAMAT, dibahas tentang tiga kriteria negeri/kota yang akan dipilih Allah untuk dihancurkan sebelum kiamat. Salah satu kriteria itu adalah, bagaimana suatu negeri atau kota menangani isu revolusi seksual dan LGBT.
Isu LGBT dalam sejarahnya sangat terkait dengan revolusi seksual dan feminisme. Ketiga isu ini merupakan gerakan sosial yang saling terkait dalam upaya memperjuangkan kebebasan individu dan kesetaraan hak terkait gender, seksualitas, dan identitas seksual.
Revolusi feminisme adalah gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, termasuk kesetaraan dalam kesempatan kerja, pendidikan, hak reproduksi, dan penghapusan diskriminasi gender. Feminisme menantang struktur patriarki yang mendominasi banyak masyarakat dan memperjuangkan hak perempuan untuk memiliki kendali penuh atas tubuh dan hidup mereka.
Feminisme gelombang kedua (1960-1980) sangat penting dalam menghubungkan seksualitas dan hak-hak perempuan, yang berkontribusi pada revolusi seksual.
Revolusi seksual terjadi sejak tahun 1960-an, yaitu perubahan dalam sikap masyarakat (barat) terhadap seksualitas, yang memperjuangkan kebebasan seksual, akses terhadap alat kontrasepsi, hak atas aborsi, dan pengakuan terhadap seksualitas sebagai bagian alami dari kehidupan manusia.
Sedangkan gerakan kampanye LGBT memperjuangkan hak-hak orang yang berada di luar norma heteroseksual, seperti lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Kampanye ini melawan diskriminasi berbasis orientasi seksual dan identitas gender.
Baik revolusi feminis, revolusi seksual, maupun kampanye LGBT sama-sama menekankan pentingnya kebebasan individu atas tubuh mereka sendiri dan pilihan seksual atau gender yang mereka anggap benar bagi diri mereka sendiri.
Bagaimana isu LGBT terhubung dengan bangsa Rum dan Surat Ar-Rum dalam Al-Qur’an, berikut analisis berdasarkan perbandingan sikap dan kebijakan antara Ukraina dan Rusia, yang mewakili dua tradisi dan nilai-nilai yang berbeda.
Melalui analisis ini diharapkan akan menyingkap bukan hanya selubung gerakan feminisme dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum, tapi juga menyingkap rahasia Surat Ar-Rum dalam isu gerakan feminisme.
Sikap dan kebijakan rezim Ukraina dan Rusia dalam menangani isu-isu revolusi seksual sangat berbeda, terutama terkait hak-hak LGBT.
Sejak Revolusi Warna (2013–2014), Ukraina bergerak menuju pendekatan yang lebih pro-Barat, termasuk dalam sikap terhadap hak-hak sipil yang lebih mendukung kebebasan individu, dan dalam perlindungan terhadap hak-hak LGBT.
Pemerintah Ukraina telah melakukan beberapa langkah penting, seperti melindungi hak-hak LGBT dari diskriminasi di tempat kerja, dan parade kebanggaan di Kyev.
Sikap Ukraina terhadap isu revolusi seksual cenderung mengikuti standar Uni Eropa, yang lebih menghormati hak-hak minoritas seksual dan gender. Ukraina berusaha memenuhi kriteria integrasi Eropa, yang mencakup standar hak asasi manusia yang lebih progresif, termasuk terkait hak kaum LGBT.
Meskipun ada tekanan dari kelompok religius dan konservatif, tetapi secara keseluruhan, pemerintah Ukraina menunjukkan sinyal yang lebih positif terhadap kebebasan seksual dibandingkan dengan rezim Rusia.
Sementara itu, kebijakan Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin, semakin memperketat sikap konservatifnya terhadap isu-isu revolusi seksual.
Pada tahun 2013, pemerintah Rusia mengesahkan undang-undang yang melarang “propaganda” LGBT kepada anak-anak, yang secara efektif menekan aktivitas pro-LGBT dan membatasi kebebasan berekspresi terkait orientasi seksual non-heteroseksual.
Kebijakan ini menekankan nilai-nilai tradisional Rusia, yang menentang konsep revolusi seksual modern. Rusia menekankan pentingnya “nilai-nilai keluarga tradisional” dan menolak nilai-nilai barat yang dekaden, termasuk terkait kebebasan seksual dan hak LGBT.
Kebijakan ini menjadi bagian dari narasi yang lebih luas tentang perlindungan identitas Rusia dari pengaruh asing, terutama dari barat. Pemerintah Rusia melihat isu LGBT sebagai ancaman terhadap moralitas tradisional dan stabilitas sosial.
Rusia juga telah menindak aktivis LGBT dan membatasi aktivitas mereka secara publik. Ada laporan kekerasan terhadap individu LGBT yang sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Rezim Rusia bahkan menggunakan isu LGBT sebagai alat propaganda domestik dan internasional untuk menonjolkan perbedaan ideologi antara Rusia dan Barat.
Perbedaan sikap di antara kedua negara ini sejalan dengan orientasi geopolitik keduanya. Ukraina bergerak mendekati Eropa Barat dan nilai-nilainya, sedangkan Rusia menguatkan identitas konservatif dan anti-baratnya.
Perspektif Eskatologi Islam
Subjek gerakan feminisme serta perbandingan sikap antara rezim Ukraina dan Rusia terhadap isu ini sebagian besar merujuk pada AI (ChatGpt).
Meskipun AI tidak memiliki preferensi nilai (kecenderungan untuk mengambil sikap berdasarkan pilihan nilai tertentu: benar-salah, baik-buruk, patut-tidak patut), namun AI sendiri mengakui bahwa ia bisa diprogram untuk mengambil posisi tertentu, yaitu pada isu-isu sensitif yang merupakan trend peradaban barat modern yang melahirkannya.
Pada kebanyakan kasus, AI memang bekerja dan mengambil keputusan berdasarkan data, informasi dan algoritma. Namun pada isu-isu sensitif seperti revolusi seksual dan LGBT, AI tampaknya sudah diprogram untuk membela kepentingan peradaban barat modern.
Hal ini tampak pada paragraf berikut yang telah dikutip di atas:
“Meskipun ada tekanan dari kelompok religius dan konservatif, tetapi secara keseluruhan, pemerintah Ukraina menunjukkan sinyal yang lebih positif terhadap kebebasan seksual dibandingkan dengan rezim Rusia.”
Dalam sudut pandang Eskatologi Islam, perbedaan kedua negara ini dalam menyikapi isu LGBT, mewakili benturan peradaban, tradisi dan ideologi antara barat dan timur. Dalam konteks inilah Alexander Dugin, penasihat spiritual Presiden Putin, pernah menulis: “Mereka hanya memberi Rusia dua pilihan: melawan atau lenyap”. Jika tidak melawan, maka tradisi dan nilai-nilai ketimuran akan lenyap ditelan oleh peradaban barat modern yang imperialistik.
Karena isu LGBT merupakan salah satu dari tiga kriteria negeri/kota-kota yang akan dihancurkan sebelum Kiamat, maka dalam konteks rangkaian peperangan akhir zaman atau Malahim , yang dimulai dari Ukraina sejak 24 Februari 2022, dan kini sudah meluas ke banyak titik perang di Timur Tengah, memberi sinyal yang kuat tentang siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya
Melalui perbandingan bagaimana kedua negara menangani isu ini, maka janji kemenangan bagi bangsa Rum yang kedua itu haruslah ditujukan kepada Rusia yang mewakili Rum timur. Itu sebabnya, Rusia kini sedang memimpin perlawanan global terhadap hegemoni barat, termasuk dalam menangani isu-isu feminisme, kebebasan seksual dan LGBT.
Di awal Surat Ar-Rum ditegaskan, bahwa pada hari kemenangan bangsa Rum yang kedua itu, orang-orang beriman akan ikut bergembira disebabkan karena Allah Sendiri yang memilih siapa pemenangnya.
وَيَوْمَئِذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَ
“…Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,”
بِنَصْرِ اللّٰهِ ۗ يَنْصُرُ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ
“karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Perkasa, Maha Penyayang.”
(QS. Ar-Rum:4-5).
Agaknya ini sebabnya mengapa Allah memilih untuk memberi nama pada salah satu Surat dalam Al-Qur’an dengan Surat Ar-Rum (Surat ke-30), ialah karena Surat ini mengarahkan perhatian kita pada apa yang akan terjadi di dunia, dimana bangsa Rum akan memainkan peran penting di akhir zaman.
والله اعلم
Maman Supriatman (Akademisi/Penulis Buku Eskatologi Islam)
MS 11/10/24