Connect with us

Hi, what are you looking for?

Kuningan Mass

Netizen Mass

Tahun-tahun Penuh Tipu Daya dan Zaman Ruwaibidlah

KUNINGAN (MASS) – Judul ini berasal dari kalimat dalam Hadits yang menyebutkan tentang datangnya zaman penuh tipu daya, kebohongan dan kebodohan:

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتٌ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh tipu daya, di mana orang yang berdusta dipercayai, orang yang jujur didustakan, orang yang khianat diberikan amanah, dan orang yang amanah dianggap khianat. Dan Ruwaibidlah akan berbicara.”

Lalu para sahabat bertanya: “Siapakah Ruwaibidlah itu?”
Rasulullah menjawab: “Orang kecil dan hina yang berbicara dalam urusan orang banyak.”
(HR. Imam Ahmad dalam Musnad, 7899; Ibn Majah dalam Sunan, 4036).

Status Hadits ini dinilai Hasan oleh sebagian ulama, seperti Syaikh Al-Albani, 1887. Meskipun tidak mencapai derajat sahih, namun memiliki sanad yang kuat sehingga bisa digunakan.

Hadits ini menggambarkan situasi yang relevan dengan kondisi akhir zaman saat ini, ketika kebenaran dan kejujuran sulit ditemukan, dan kebohongan serta penipuan menjadi hal yang umum.

Konteks Politik di Indonesia

Dalam konteks politik Indonesia terutama sejak satu dekade terakhir, kita dapat melihat beberapa fenomena yang relevan dengan deskripsi yang digambarkan dalam Hadits ini.

Pertama, politik identitas dan berita hoaks. Selama pemilu 2014, 2019 dan 2024, politik identitas dan penyebaran hoaks meningkat tajam. Media sosial menjadi sarana penyebaran informasi yang tidak akurat, dan sering kali digunakan untuk memanipulasi opini publik dan menyulut perpecahan. Berita palsu dan propaganda memperkuat polarisasi di masyarakat, yang mengaburkan kebenaran.

Kedua, praktik korupsi yang semakin tinggi. Meski ada upaya pemberantasan korupsi, praktik korupsi di kalangan pejabat publik dan politisi masih atau semakin menjadi masalah besar.

Sejumlah kasus besar, yang melibatkan para menteri dan kepala daerah, menunjukkan bagaimana korupsi makin merajalela. Hal ini memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga hukum, menciptakan persepsi bahwa kejujuran sulit ditemukan di kalangan elit.

Ketiga, penurunan Indeks Demokrasi. Indonesia mengalami penurunan dalam Indeks Demokrasi beberapa tahun terakhir. Banyak yang mengaitkan hal ini dengan penyalahgunaan kekuasaan oleh aktor-aktor politik, seperti upaya membatasi kebebasan pers, represifitas terhadap demonstrasi, serta penyalahgunaan aparat hukum untuk menguntungkan pihak tertentu. Situasi ini memperkuat pandangan bahwa kebenaran dan keadilan semakin jauh dari realitas politik Indonesia.

Keempat, politik dinasti dan nepotisme. Munculnya tren politik dinasti, termasuk dalam kontestasi Pemilu 2024, memperlihatkan bagaimana oligarki politik mendominasi.

Pengaruh kekuasaan yang terpusat pada keluarga-keluarga tertentu dan jaringan elit politik mengaburkan proses politik yang adil dan transparan, yang seringkali menutupi fakta bahwa pilihan politik lebih didasari kepentingan pribadi daripada kebenaran untuk kepentingan rakyat.

Kelima, hukum untuk kepentingan politik. Contoh penyalahgunaan hukum untuk kekuasaan dalam konteks perubahan usia calon Wakil Presiden di Indonesia sering kali dikaitkan dengan dugaan manipulasi hukum untuk kepentingan politik tertentu.

Dalam kasus ini, perubahan Undang-undang, khususnya yang terkait dengan usia minimal Cawapres oleh Mahkamah Konstitusi, dapat dilihat sebagai langkah yang diambil untuk memfasilitasi kepentingan politik pihak tertentu.

Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan terkait perubahan batas usia minimum calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diputuskan pada 16 Oktober 2023.

Dalam putusan tersebut, MK menyetujui perubahan terhadap aturan batas usia untuk calon Presiden dan Wakil Presiden, dimana batas usia 40 tahun tetap dipertahankan, namun dengan pengecualian bagi individu yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, seperti Gubernur, Bupati, atau Wali Kota.

Putusan ini memicu banyak kritik, terutama karena dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan hukum untuk memenuhi kepentingan politik tertentu. Kritik diarahkan pada waktu perubahan yang dianggap mendadak dan terkesan mengakomodasi pihak tertentu yang belum memenuhi syarat usia tanpa mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas.

Banyak yang menilai bahwa perubahan ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan integritas proses demokrasi, serta menimbulkan pertanyaan tentang independensi MK dan potensi penyalahgunaan hukum untuk kekuasaan. Ini memunculkan narasi bahwa hukum bukan lagi instrumen keadilan, tetapi alat kekuasaan.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana politik dan hukum sering kali dikotori oleh kebohongan, manipulasi, dan ketidakjujuran, sesuai dengan gambaran akhir zaman yang dijelaskan dalam Hadits tersebut.

Hubungan antara Tipu Daya dan Ruwaibidlah dalam Konteks Politik Indonesia

Tipu daya dan ruwaibidlah adalah dua konsep yang memiliki keterkaitan dalam diskusi moral dan etis, terutama dalam konteks politik.

Tipu daya adalah tindakan yang menipu, mengelabui, atau memperdaya orang lain dengan tujuan tertentu, biasanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Dalam politik, tipu daya sering merujuk pada strategi manipulatif yang digunakan oleh para aktor politik untuk mendapatkan dukungan, kekuasaan, atau menghindari pertanggungjawaban.

Sementara itu, ruwaibidlah alam istilah Islam, merujuk pada individu yang tidak layak, namun diberikan posisi untuk berbicara atau berkuasa dalam urusan masyarakat.

Biasanya mereka tidak memiliki kompetensi atau moralitas yang sesuai, tetapi mereka menguasai panggung karena faktor-faktor lain seperti hubungan politik atau dukungan oligarki. Dalam Hadits di atas, ruwaibidlah didefinisikan sebagai “orang bodoh yang berbicara dalam urusan umum.”

Dalam konteks politik Indonesia, konsep tipu daya bisa terkait dengan praktik-praktik politik yang melibatkan manipulasi informasi, janji-janji palsu, atau kampanye hitam untuk mengarahkan opini publik.

Ruwaibidlah di sisi lain, mencerminkan fenomena politisi atau figur publik yang muncul ke permukaan tanpa latar belakang kompetensi yang jelas, tetapi berhasil meraih posisi penting karena dukungan elite politik atau kekuatan modal.

Contoh yang sering dikaitkan adalah munculnya politisi muda atau figur tertentu yang dianggap belum memiliki cukup pengalaman atau kualifikasi untuk memegang jabatan tinggi, namun dipromosikan oleh kelompok-kelompok kuat.

Di sinilah tipu daya dan ruwaibidlah saling berkaitan: tipu daya digunakan untuk menutupi kurangnya kompetensi atau untuk memanipulasi persepsi masyarakat, sehingga figur ruwaibidlah ini terlihat pantas untuk memimpin.

Ini bisa mencerminkan situasi dimana politikus yang tidak kompeten, namun memiliki akses atau kedekatan dengan elite, berusaha meraih kekuasaan dengan bantuan strategi tipu daya, seperti menggunakan pencitraan media, propaganda, atau bahkan hoaks untuk mempengaruhi keputusan publik.

Dalam politik Indonesia saat ini, isu ini bisa dilihat dalam dinamika calon pemimpin yang diusung oleh berbagai partai atau koalisi, di mana latar belakang dan kemampuan mereka sering dipertanyakan oleh publik, namun tetap memiliki kekuatan politik yang signifikan.

Kesimpulan

Tipu daya dan ruwaibidlah merupakan akar dari kekacauan serta kerusakan dalam sistem politik dan hukum suatu negara.

Ketika politik dibangun di atas strategi manipulatif dan kepemimpinan diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten, maka fondasi keadilan dan kepercayaan publik akan runtuh. Tipu daya, dalam bentuk manipulasi informasi dan janji-janji kosong, merusak proses demokrasi yang sehat, sementara ruwaibidlah mengakibatkan pengambilan keputusan yang tidak bijaksana dan sering kali membawa dampak buruk bagi rakyat.

Di Indonesia, fenomena ini semakin tampak dalam dinamika politik saat ini. Munculnya figur-figur politik yang diusung tanpa latar belakang kompetensi yang memadai, menciptakan ketidakstabilan dalam sistem pemerintahan.

Figur-figur ruwaibidlah ini sering kali berhasil menduduki jabatan penting berkat dukungan oligarki atau elit politik yang memanfaatkan mereka untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

Di saat yang sama, tipu daya melalui propaganda, berita palsu, dan kampanye negatif telah menjadi alat utama untuk memecah belah masyarakat dan menutupi kekurangan kepemimpinan mereka.

Kondisi ini jelas berdampak pada kerusakan sistem hukum dan tata kelola negara. Keadilan menjadi sulit ditegakkan, karena elit politik yang berkuasa lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat. Kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan dan hukum menurun, dan korupsi serta penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih merajalela.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Untuk itu, melawan tipu daya dan menjauhkan ruwaibidlah dari panggung politik Indonesia adalah hal yang esensial dan mendesak, demi menjaga kestabilan dan keadilan di masa depan.

Para sahabat dulu tentu kesulitan untuk menghubungkan antara “hari-hari yang penuh tipu daya” dengan munculnya zaman “ruwaibidlah”. Kini dalam konteks politik di Indonesia tidak sulit bagi kita untuk menunjukkan bukti-bukti yang cukup bahwa nubuwat ini sudah tiba, yang ditandai oleh terjadinya kekacauan dan kerusakan (fasad) dalam sistem politik dan tata kelola pemerintahan.

Sebagian besar nubuwat akhir zaman memang baru bisa difahami setelah peristiwa tertentu muncul dalam proses sejarah.

Refleksi

Fenomena zaman tipu daya dan zaman ruwaibidlah dapat dipahami sebagai dua fase saling berkaitan yang memicu kemunduran dalam pemikiran dan moralitas sosial.

Zaman tipu daya ditandai oleh maraknya manipulasi dan kebohongan yang disebarkan secara sistematis, baik oleh individu maupun kelompok yang berkepentingan.

Tipu daya ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga melahirkan kebodohan karena publik diracuni oleh informasi yang salah dan dangkal. Ketika kebohongan dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, kebodohan tersebut tidak hanya bersifat individual, tetapi akan terus merambat menjadi kebodohan kolektif.

Pada titik ini, zaman ruwaibidlah muncul, yaitu ketika orang-orang yang tidak berkompeten, bodoh, atau tidak layak diberi otoritas dalam masyarakat. Kebodohan ini terus berlanjut karena pembiaran atas tipu daya sebelumnya, sehingga melahirkan siklus pembodohan yang semakin meluas.

Untuk memutus lingkaran setan ini, masyarakat harus sadar bahwa membiarkan tipu daya dan pembodohan adalah sebuah bentuk tipu daya dan kebodohan tersendiri.

Maka satu-satunya solusi adalah, dengan menghentikan kebohongan dan mempromosikan pengetahuan serta kebenaran sebagai dasar dalam berinteraksi dan berkeputusan, sehingga tidak ada ruang lagi bagi tipu daya dan kebohongan untuk berkembang.

والله اعلم

Maman Supriatman (Akademisi/Penulis Buku Eskatologi Islam)

MS 18/10/24

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Berita Terbaru

Advertisement
Advertisement

You May Also Like

Netizen Mass

KHUTBAH JUMAT Khutbah Pertama Hadirin Sidang Jumat yang Dimuliakan Allah! Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan sebenar-benar takwa, menjalankan segala perintah-Nya,...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Paradoks yang melibatkan dunia Islam dan kurangnya perhatian intelektual Muslim Indonesia terhadap isu-isu eskatologis bisa didekati melalui konsep Global Paradox yang...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Dalam berbagai tradisi agama, termasuk Islam, peristiwa dan tokoh akhir zaman menjadi subjek yang menarik perhatian serta perdebatan. Beragam tokoh, seperti...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Kajian tentang eskatologi atau ilmu akhir zaman merupakan tema penting dalam banyak tradisi keagamaan, khususnya Islam, Kristen, dan Yahudi. Setiap agama...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Dalam artikel tentang NEGERI-NEGERI AKHIR ZAMAN YANG AKAN DIHANCURKAN SEBELUM KIAMAT, dibahas tentang tiga kriteria negeri/kota yang akan dipilih Allah untuk...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Palestina/Yerusalem/Baitul Maqdis memiliki sejarah panjang yang berakar pada teologi dari tiga Agama Langit/Abrahamik/Samawi, yaitu: Yahudi, Kristen dan Islam. Masalah Palestina bukan...

Education

KUNINGAN (MASS) – Penerapan AI dalam dunia pendidikan telah menimbulkan pro dan kontra, mengingat terdapat sejumlah ancaman bahkan bahaya yang melekat pada AI, selain...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Al-Barzanji atau Berzanji adalah suatu Kitab yang berisi do’a, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Sebagian besar sejarah, khususnya sejak zaman Nabi Muhammad SAW, tidak bisa difahami tanpa Eskatologi. Kita tidak bisa menembus realitas dunia saat...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Mark Zuckerberg dan banyak elit global lainnya kini telah memiliki bunker nuklir di sebuah pulau di Hawai dan Selandia Baru. Mereka...

Netizen Mass

KUNINGAN (MASS) – Sebagai karya teknologi buatan manusia, AI tidak memiliki kesadaran Ilahi dan pemahaman spiritual. Dengan demikian, ia mengakui bahwa tidak mungkin menembus...

Advertisement