KUNINGAN (MASS) – Masyarakat Indonesia telah merayakan hari kemerdekaannya pada Agustus 2022 kemarin. Pada momentum tersebut banyak sekali aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam meramaikan euforia hari kemerdekaannya.
Namun dalam hari kemerdekaannya masyarakat Indonesia malahan dihadapkan dengan peristiwa yang menjadi isu dalam negeri ini, yaitu dengan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tersebut akibat dari membengkaknya beban subsidi di tahun 2022 yang sangat besar hingga mencapai Rp 502 triliun.
Dalam rangka kemerdekaan RI yang ke-77 tahun dengan tema Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat nampaknya tidak sesuai dengan kondisi negeri hari ini. pasalnya tepat tanggal 3 September 2022 akhirnya pemerintahan resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.
Hal ini menambah lunturnya kepercayaan masyarakat tentang Pemerintah yang seharusnya mensejahterakan rakyat, namun kenyataannya hal ini membuat rakyat hanya kebingungan atas keputusan pemerintah ini. Bahan bakar minyak (BBM) merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. Mulai pulihnya kehidupan masyarakat pasca melandainya COVID-19 yang membuat aktivitas ekonomi kembali pulih namun ditengah pulih nya ini pemerintah malah menaikan harga BBM bersubsidi.
Pada faktanya tidak bisa dipungkiri pemerintah harus ada evaluasi mengenai dari pada kenaikan ini, karena tentu dampaknya pada ekonomi masyarakat terutama masyarakat kecil. Dampak yang ditimbulkan tentu tidak main-main, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat menjadi tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan inflasi di semua sektor ekonomi. Tidak hanya disitu, dengan terjadinya inflasi maka otomatis angka kemiskinan akan meningkat.
Dalam hal tersebut Presiden RI melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa pemerintah akan menggelontorkan Bantuan Sosial (BANSOS) Rp. 24.17 triliun untuk pengalihan Subsidi BBM. Penggelontoran BANSOS tersebut diperuntukan kepada 20,65 juta kelompok atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar 12,4 triliun dengan mekanisme dianggarkan Rp 150.000 selama empat kali yang total anggarannya sebesar Rp. 12,4 triliun dan kepada 16 juta pekerja yang memiliki gaji maksimum Rp. 3,5 juta per bulan dengan mekanisme dianggarkan Rp 600.000 yang total anggarannya sebesar Rp. 9,6 triliun.
Yang menjadi pertanyaan adalah dengan adanya penggelontoran BANSOS tersebut apakah efektif menjadi upaya solusi dalam naiknya harga BBM bersubsidi tersebut? Berdasarkan hal itu GMNI Kuningan dengan tegas menolak adanya kenaikan harga BBM subsidi tersebut.
GMNI Kuningan pun menilai bahwa sampai hari ini pendistribusian BBM subsidi masih tidak tepat sasaran. Masih banyak masyarakat menengah ke atas yang merasakan ketersediaan BBM bersubsidi.
Seharusnya dalam pendistribusian BBM bersubsidi Pemerintah harus berupaya penuh bahwa pendistribusian tersebut harus tepat sasaran. Masyarakat menengah ke bawah harus betul-betul merasakan ketersediaan BBM subsidi.
Apabila terus-terusan seperti ini justru masyarakat menengah ke bawah akan tercekik dengan kondisi hari ini. Kondisi seperti ini akan dirasakan oleh seluruh masyarakat menengah ke bawah baik skala regional maupun nasional.
GMNI Kuningan juga menegaskan bahwa dalam skala regional khususnya di Kabupaten Kuningan, Pemerintah Daerah pun harus bersikap dalam menangani isu kenaikan BBM bersubdi demi kesejahteraan rakyat nya.
Penulis : Hendra Nur Rochman / Ketua GMNI Kuningan