KUNINGAN (Mass) – Munculnya aspirasi soal polemik toko modern yang disampaikan puluhan anggota Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB), akhirnya mendapat tanggapan langsung pemerintah daerah khususnya dinas terkait. Tanggapan pertama disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Drs Agus Sadeli MPd saat dilakukan audensi bersama Anggota DPRD Kabupaten Kuningan, Senin (15/5).
“Terkait dengan zonasi, memang didalam Perda kita menyatakan bahwa untuk beberapa kecamatan yang eks kewedanan maka itu menjadi kawasan primer. Artinya wilayah seperti Kuningan, Cilimus, Kadugede, Luragung, dan Ciawigebang, di kawasan primer tersebut maka ketika ada pasar dan didepannya ada toko modern itu menjadi yang bisa dilaksanakan,” ujar Kadisperindag Kuningan Agus Sadeli saat mengawali tanggapannya.
Kawasan kedua lanjutnya, bahwa di wilayah-wilayah objek wisata seperti Cilimus, Rest Area, SPBU, dan layanan rumah sakit maka jam buka toko modern diperbolehkan hingga 24 jam. Namun, terkait jam buka bahwa satu tahun silam sudah pernah dibahas dengan mengundang perwakilan dari pengusaha toko modern.
“Hal itu untuk menertibkan jam buka sesuai dengan Perpres dan Perda kita yang pukul 10.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB malam. Namun kami juga menerima pengaduan dari pengelola toko modern, terutama yang berada di wilayah pinggir, seperti Cibingbin dan Cibeureum, itu mereka keberatan karena pembeli sepi,” ungkapnya.
Maka dari itu, pihaknya kembali mengubah jam buka yakni dimulai pukul 09.00 WIB pagi hingga pukul 21.00 WIB malam. Bahkan, sejak tahun 2014 di wilayah Kabupaten Kuningan sudah menetapkan moratorium toko modern.
“Bahwa moratorium ini, kami mencoba mengkaji bersama Unpad pertama dengan mempertimbangkan jumlah penduduk per kecamatan, kedua yakni kepadatan penduduk per kecamatan, daya beli per kecamatan, lalu aksesibilitas dari kecamatan tersebut. Berdasarkan itu, kajian sudah ada, nanti akan kami undang teman-teman SKPD terkait dan juga Komisi II mewakili masyarakat, apakah nanti akan dibuka kuota-kuota per kecamatan,” terangnya.
Sementara Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kuningan melalui kabidnya Didit Adi Rahmat mengatakan, sejak adanya moratorium toko modern per tanggal 7 Maret 2014 hingga saat ini DPMPTSP tidak lagi memproses perijinan toko modern.
“Tapi, kalau terkait dengan ijin toko modern, tentunya kami di DPMPTSP selalu dirapatkan yang pertama di BKPRD dengan tim teknis BKPRD, kalau rekomendasi dari BKPRD sudah keluar, tentunya kami di BBPT waktu itu menertibkan ijin toko modern, ditambah rekomendasi-rekomendasi dari dinas terkait. Itu sebagai dasar hukum kami terkait dengan perijinan toko modern,” bebernya.
Disebutkan, ada sebanyak tujuh toko modern yang sudah memiliki IUTM (Ijin Usaha Toko Modern). Pada saat ijin itu diterbitkan, tentunya adanya rekomendasi dari Disperindag, lalu pada saat Kepala DPMPTSP akan menandatangi IUTM itu pula ada kesepakatan antara pengusaha toko modern dengan UMKM.
“Sebab, toko modern harus menampilkan 70 persen produk bermerk dan 30 persen produk lokal. Jadi yang 30 persen itu menampilkan usaha-usaha lokal yang ada di Kuningan, sehingga dipromosikan lewat toko modern itu,” jelasnya lagi.
Penerbitan IUTM itu pun kata Didit, dilakukan pada tahun 2010 dan ada pula pada tahun 2013, sebab moratorium pada tahun 2014. Sehingga, secara hukum ijin toko modern itu sudah sah. (andri)