KUNINGAN (MASS) – Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (HIMA PGSD) menyampaikan keprihatinan sekaligus ajakan untuk merefleksikan kembali komitmen bersama terhadap prinsip dasar pendidikan nasional.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua HIMA PGSD Unisa, Siti Nur Farida menyampaikan bentuk keprihatinan terhadap peristiwa tersebut.
“Mengenai adanya pungutan SPP di salah satu sekolah negeri, saya selaku ketua HIMA PGSD menyampaikan beberapa hal sebagai bentuk keprihatinan sekaligus refleksi bersama,” ujarnya, Senin (23/6/2025).
Dua hal yang disampaikan HIMA PGSD Unisa, menjadi poin penting dalam permasalahan tersebut :
Pertama, penting untuk diingat bahwa sekolah negeri sejatinya bertujuan memberikan layanan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh warga negara, sebagaimana diamanatkan dalam berbagai regulasi, termasuk Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Kedua, mengapresiasi keterbukaan pihak sekolah dalam menyampaikan bahwa pungutan dilakukan atas dasar kesepakatan dengan orang tua siswa. Namun, kami menegaskan bahwa kesepakatan tidak dapat menjadi dalih untuk mengabaikan peraturan. Apalagi jika pungutan tersebut bersifat wajib dan menimbulkan beban finansial bagi keluarga, khususnya yang tidak mampu. Prinsip sumbangan sukarela harus dijaga tanpa tekanan atau keharusan.
Ia juga menambahkan bahwa setiap kebijakan harus melibatkan partisipasi bermakna dari semua pemangku kepentingan, termasuk orang tua, masyarakat, dan pihak sekolah sendiri.
“Sebagai mahasiswa calon pendidik, kami memahami bahwa pembiayaan operasional sekolah masih menjadi tantangan. Namun, segala solusi harus berpijak pada koridor hukum, asas keadilan, dan prinsip transparansi,” tambahnya.
Menurut Rida sapaan akrabnya, perlu dipahami bersama bahwa sekolah negeri seharusnya memberikan layanan pendidikan tanpa pungutan biaya, karena pemerintah telah mengalokasikan anggaran melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Dana BOS ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan disalurkan melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi kepada setiap satuan pendidikan sesuai dengan jumlah peserta didik dan jenjang pendidikan,” paparnya.
Meski demikian, lanjut Rida, solusi terhadap keterlambatan dana BOS bukan dengan memberlakukan pungutan seperti SPP, terutama di sekolah negeri.
“Kami mengapresiasi bahwa pungutan tersebut atas dasar kesepakatan bersama, namun harus digaris bawahi bahwa kesepakatan tidak dapat menggantikan aturan hukum. Bila terjadi kesepakatan yang terkesan memaksa atau membebani orang tua/wali murid, maka itu sudah tidak sesuai dengan semangat pendidikan gratis di sekolah negeri,” tegasnya.
Rida juga mendorong kepada pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan, Komite Sekolah, dan lembaga pengawasan untuk segera melakukan klarifikasi dan evaluasi terhadap praktik pungutan tersebut.
“Harapannya bukan hanya menyelesaikan permasalahan ini saja, tapi juga mendorong lahirnya solusi sistemik yang benar-benar berpihak pada hak anak atas pendidikan,” harapnya.
Sebagai organisasi kemahasiswaan yang bergerak di bidang pendidikan, HIMA PGSD Unisa menegaskan komitmennya untuk terus mengawal isu-isu pendidikan, memperjuangkan nilai-nilai keadilan, serta menjadi bagian dari perubahan positif dalam dunia pendidikan Indonesia. (rizal/mgg)
