KUNINGAN (MASS) – PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) untuk sekolah dengan sistem zonasi, menuai polemik. Pasalnya, dalam penerimaan sistem zonasi ini, banyak dugaan orang tua siswa yang “bermain” di sistem administrasi.
Salah satu caranya, adanya dugaan pindah KK (Kartu Keluarga). Sang anak, dicoret terlebih dahulu dari KK orang tua, kemudian dipindah/dimasukkan ke KK keluarga yang menjadi tetangga sekolah.
Lebih dekat ke sekolah, nantinya akan memperbesar peluang diterimanya ke sekolah yang dimaksud. Proses tersebut, menjadi bahan perbincangan orang tua/wali murid, terutama yang mendaftarkan anaknya ke sekolah yang sebelumnya, adalah sekolah unggulan/favorit.
Baca : https://kuninganmass.com/penerimaan-siswa-baru-sistem-zonasi-perlu-dievaluasi/
Kuninganmass.com sendiri, mencoba mengkonfirmasi dugaan tersebut ke sekolah-sekolah yang dulunya, merupakan sekolah favorit (secara konsep, sistem zonasi meniadakan adanya sekolah favorit, sekolah negri kualitasnya harus setara).
Yang berhasil dikonfirmasi, adalah SMAN 1 Kuningan. Tepat pukul 14.00 WIB hari ini, Senin (10/7/2023), PPDB Provinsi Jawa Barat melalui zonasi untuk seluruh tingkat SLTA, diumumkan.
Mewakili Kepsek Edi Ryadi, operator/verifikator PPDB sekolah Andriansyah A Md memberikan keterangan pada kuninganmass.com, bagaimana kemungkinan isu tersebut muncul. Namun sebelumnya, terlebih dahulu menjelaskan bagaimana sistem PPDB untuk SLTA.
Sebelum periode zonasi, jelasnya, ada periode non zonasi. Dimana, penerimaan siswa dilihat dari berbagai hal, mulai dari afirmasi (kondisi tertentu), prestasi akademik atau non akademik, kurang mampu, sampai anak dari orang tua dengan profesi tertentu.
Penerimaan ini, koutanya sekitar 50% dari total murid yang akan diterima. Jika tidak terpenuhi, koutanya dilempar ke sistem penerimaan terakhir, zonasi.
“Kouta zonasi (final-nya) 193,” jelasnya, saat ditemui di kantor.
Menentukan siapa 193 orang yang diterima itu, disesuaikan dengan tingkat kedekatan alamat dengan sekolah. Paling dekat dengan sekolah, pelajar akan dapat nomer urut paling atas.
Hal itulah yang membuat orang tua pelajar, diduga rela mencoret anaknya dari KK, dan “menitipkan” pada KK sodara, kolega atau keluarga di sekitar sekolah.
Dan hal itu, diurutkan secara otomatis oleh sistem yang sudah terpusat (PPDB Jawa Barat). Yang penting, dokumennya lengkap serta legal (Disdukcapil).
“Kita seperti orang tua saja, hanya menonton (memantau),” ujar Andri menegaskan, pihak sekolah tak punya kewenangan menerima dan menolak, kecuali dokumennya calon pelajar tertolak.
Dari data-data yang masuk, ia membenarkan banyak sekali murid yang tercantum di KK keluarga orang lain. Bukan sebagai anak, biasanya pelajar tercantum di KK keluarga tetangga sekolah, sebagai family lain.
Antara KK tersebut dan KTP orang tua, banyak yang berbeda alamat. Tapi, karena sang anak tercantum di KK sekitar sekolah, secara sistem tetap sah (anak sudah dianggap pindah dan zonasi menyesuaikan KK).
Secara administrasi, selagi itu terdata di Disdukcapil, legal, ia tak bisa menolak atau menerima dokumen yang sudah ter-screening sistem secara otomatis.
Selanjutnya, jika kouta zonasi tidak terpenuhi (ada yang tidak mendaftar ulang), barulah kouta tersebut menjadi kebijakan sekolah.
“Iya (kalau yang sudah keterima tidak mendaftar ulang, menyisakan kouta, itu jadi kebijakan sekolah akan diisi oleh siapa),” ujarnya membenarkan.
Dari paparan tersebut, pihak PPDB sekolah seolah tak berdaya dengan sistem yang sudah terpusat di Jawa Barat. Apalagi, dokumen yang didapat orang tua siswa, ditempuh secara legal.
Karena, lanjutnya, jikapun ada yang memasukan anak ke KK keluarga tetangga sekolah, tak bisa dilakukan tanpa persetujuan dua belah pihak. Dan tidak bisa legal jika tak disahkan melalui Disdukcapil. Bukan atas kuasa sekolah.
Kuninganmass.com sendiri, mencoba berkomunikasi dengan Kadisdukcapil Kabupaten Kuningan Drs Yudi Nugraha M Pd. Ia mengaku siap diwawancarai untuk memberikan keterangan di hari berikut. (eki)
Ephit
12 Juli 2023 at 19:12
Sampai kapanpun klo Sistem zonasi masih menggunakan metode jarak selalu akan timbul polemik/kecurangan.
Akan lain ceritanya jika metode jarak hanya utk patokan tambahan nilai,jd nilai utama/pokoknya masih bisa buat bersaing
Suwarnata
16 Juli 2023 at 16:07
Budaya curang harus dihentikan, lebih baik pendaftar semacam itu di diskualifikasi,resiko dari orang yang ga sesuai aturan, disamping itu sebaiknya jalur prestasi prosentasenya ditambah dan jalur zonasi dikurangi. Ok terimakasih