KUNINGAN (MASS) – Meskipun sudah paripurna, persoalan diksi limbah belum tuntas. Ini karena Nuzul Rachdy balik melapor ke BK (Badan Kehormatan), terlebih masih ada ruang “perlawanan” PTUN yang dapat digunakan nanti.
Menyikapi tahapan yang telah dilalui, mantan wakil rakyat, H Abidin SE berpendapat ada cacat prosedur. Salah satunya, Nuzul Rachdy yang masih menjabat ketua dewan tidak dilibatkan dalam rapat banmus yang sebelumnya deadlock, dan juga rapim.
Pendapat Abidin ini ditanggapi diam oleh para pihak. H Dede Ismail kala dikonfirmasi memilih tidak berkomentar. Begitu juga dr H Toto Taufikurohman Kosim, ia pun no comment. Termasuk Sekwan HM Nurdijanto.
Lain halnya dengan Wakil Ketua BK, H Purnama, dirinya merespon. “Itu pendapat (pendapat Abidin, red) boleh-boleh saja,” ujar anggota dewan dari dapil 3 tersebut.
Terpisah, Ketua Geram Kuningan, Rudi Idham Malik mempertanyakan peran sekwan (sekretaris dewan). Ketika rapat banmus dan paripurna digelar, yang dianggap Abidin cacat prosedur, kenapa seolah sekwan manut saja.
“Fungsi sekwan apa kalau begitu. Kok seolah diam saja. Padahal seharusnya kalau ada yang dianggap janggal itu protes. Sekwan pasti tau bahwa waktu itu Nuzul Rachdy masih ketua dewan,” tandasnya.
Sementara itu, hingar bingar yang terjadi di Gedung Wakil Rakyat selama hampir 1,5 bulan hingga berujung keluarnya keputusan melalui Paripurna pada Jumat malam (13/11/2020) disikapi Ketua F-Tekkad, Soejarwo.
Ia berharap kejadian itu dapat menjadi pembelajaran tersendiri kususnya bagi para Wakil Rakyat Yang Terhormat dan umumnya bagi penyelenggara Pemerintahan dalam menjalankan kepercayaan dari rakyat.
“Dengan telah adanya keputusan DPRD Kuningan melalui Paripurna, tentunya sangat diharapkan Lembaga Legislatif Daerah tersebut dapat kembali fokus untuk memikirkan nasib masyarakat/rakyat yang diwakilinya, terutama terkait Pengesahan Raperda APBD 2021 menjadi Perda APBD yang akan menjadi “panduan” bagi Eksekutif menjalankan fungsinya,” papar Jarwo.
Dengan telah finalnya ususan yang menyangkut salah seorang Pimpinan Lembaga Legislatif tersebut, imbuhnya, kini bola “hangat” yang telah menyita perhatian berbagai lapisan masyarakat dan bisa dipastikan sangat menyita banyak waktu bagi mereka yang berperan untuk menyelesaikannya kini berada di tangan seorang H Acep Purnama sebagai Bupati Kuningan untuk menyampaikan Keputusan DPRD kepada Gubernur dalam kapasitasnya sebagai Perwakilan Pemerintah Pusat.
Dengan keleluasaan waktu yang terbatas hanya 7 hari kerja, kata Jarwo, tentunya Bupati tak akan mengambil risiko dengan mengabaikan kewajibannya untuk segera melakukannya.
“Munculnya beberapa dinamika yang menyertai keluarnya keputusan Paripurna yang berisikan Keputusan Pemberhentian Nuzul Rachdy sebagai Ketua DPRD, seperti adanya pengaduan dari Nuzul Racdy kepada BK (Badan Kehormatan) terkait 3 Wakil Ketua DPRD tentunya hal tersebut merupakan hak siapapun di negara kita yang menjadikan hukum sebagai Panglima,” ujarnya.
Selama pengaduan tersebut mengandung nilai sesuatu yang bisa ditindaklanjuti, menurut dia, tidak ada alasan bagi BK untuk berdiam diri. Namun patut disesalkan, dalam redaksi surat yang diberikan kepada BK tertanggal 14 November 2020 ternyata disampaikan pada 13 November 2020.
“Dalam materi aduan juga ada tanggal yang seharusnya ditulis 12 November 2020 tapi tertulis 22 November 2020. Yang jadi pertanyaan, apakah dengan materi yang sama serta pengadu dan teradu yang sama bisa dilakukan dua kali dengan dilakukan ralat surat?,” tanya pria yang kerap disapa mang Ewo itu. (deden)