KUNINGAN (MASS) – Muncul persoalan baru dalam “Peperangan” melawan Covid-19 di Kuningan. Satu kasus menimpa SS (21), warga Kecamatan Ciawigebang. Pemuda yang sudah dinyatakan suspect covid tersebut terpaksa harus merogoh kocek untuk biaya perawatan di rumah sakit swasta.
Dari informasi yang dikumpulkan kuninganmass.com, kasus ini mencuat tatkala SS menderita panas, batuk dan sesak selama 8 hari. Oleh pihak desa setempat, apa yang dialami SS tersebut dilaporkan ke Puskesmas Cihaur.
Oleh tim medis puskesmas, SS diperiksa dengan APD lengkap di rumahnya. Lantaran kondisinya lemas, puskesmas mencoba merujuk ke RSUD 45 Kuningan, empat hari yang lalu. Tapi ternyata ruang isolasi di RS pemerintah tersebut penuh.
“Saya nelpon ke RSUD 45 untuk membawa pasien, tapi katanya ruang isolasi penuh. Kami disarankan untuk memeriksakan dulu pasien ke RS terdekat,” tutur Kepala Puskesmas Cihaur, H Tatang Mukhtar SKM MMKes, kala dikonfirmasi Sabtu (18/4/2020).
Tatang juga mengaku sempat menelpon RS khusus bekas RS Citra Ibu. Namun karena lift tidak jalan dan airnya pun mati, maka RS khusus tersebut belum siap menerima pasien meski sudah dilaunching.
Akhirnya, pasien dari keluarga tidak mampu itu diperiksa di RS swasta. Hasil ronsen dan lab, SS dinyatakan Bronchopneumonia dan mengarah ke PDP (Pasien Dalam Pengawasan) Covid-19.
Singkat cerita, setelah beberapa hari dirawat pasien dirapid test (tes cepat) dengan hasil negatif. Namun entah karena koordinasi antara pemda dengan RS swasta kurang atau tidak, pasien harus menanggung biaya.
Pihak desa dan puskesmas telah berupaya mencari alternatif lain guna menutupi biaya perawatan pasien tidak mampu tersebut. Namun dana jamkesda pun tidak bisa digunakan dengan alasan SS pasien covid.
“Kami pun bingung waktu itu. Akhirnya sudah lah yang penting dirawat aja dulu. Masalah biaya biar nanti dipikirkan lagi,” ungkap Tatang.
Jumat (17/4/2020) malam sekitar pukul 21.00 WIB, SS bisa pulang karena keluarga pasien meminta bantuan kepada salah seorang anggota dewan, Yaya. Politisi PKS tersebut mengeluarkan jaminan plus menyimpan KTP.
“Kok aneh, padahal anggaran dari APBD untuk penanganan covid kan besar. Secara aturan juga bisa diklaim. Kalau saya melihat, belum ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan pihak RS kaitan dengan surat edarannya,” ketus Yaya.
Pihak rumah sakit swasta yang dikonfirmasi mengungkapkan, pihaknya belum ada kepastian jaminan dari pemerintah terkait pasien covid. Sementara, Jubir Crisis Center Kuningan, Agus Mauludin menyebutkan, pasien covid dibiayai pemerintah. Untuk RS swasta, aku Agus, sudah dikoordinasi dengan Dinas Kesehatan. (deden)