KUNINGAN (MASS) – DPRD Kabupaten Kuningan, menuding penyebab gagal bayar karena adanya target pendapatan yang tidak terukur secara rasional. Hal itu, disampaikan juru bicara DPRD Yaya (Fraksi PKS) dalam Rapat Paripurna DPRD, yang membacakan laporan hasil pembahasan Pansus Tunda Byara APBD TA 2022, Selasa (13/6/2023) siang tadi.
Rapat paripurna sendiri, dipimpin Wakil Ketua DPRD H Ujang Kosasi (F-PKB) dan Hj Kokom Komariyah (F-PKS) dan dihadiri Bupati Acep Purnama, Wakil Bupati M Ridho Suganda, serta Sekda Dr H Dian Rahmat Yanuar MSI serta jajaran Forkopimda.
Dalam rapat itu, juru bicara DPRD Yaya, menyampaikan setidaknya 3 aspek tunda bayar, mulai dari terlalu tingginya target pendapatan (tidak tercapai), tingginya belanja dan berujung pada hutang belanja.
“Pemerintah daerah, dalam penerimaah dari pendapatan transfer baik dari pusat maupun Provinsi, tidak mengalami penurunan yang signifikan, artinya cukup stabil. Yang paling mendasar adalah, dalam proses menetapkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena sejatinya penerimaan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional serta memiliki kepastian dasar hukum penerimaanya,” ujar Yaya.
Dikatakannya, saat menetapkan target PAD dari beberapa jenis pajak serta retribusi, ada yang dinaikan 80-100% dari tahun sebelumnya. Yaya, kemudian merincinya sesuai dengan laporan hasil pembahasan Pansus Tunda Bayar APBD TA 2022.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan misalnya, targetnya 31 Milyar namun hanya terealisasi 2,33 Milyar atau hanya 7,54% saja. Kemudian, target retribusi jasa pelayanan kesehatan RSU Linggarjati 78,9 Milyar terealisasinya 46,4 Milyar atau sekitar 58,79%.
Lalu, retribusi pemakaian kekayaan daerah (penyewaan toko) yang ditargetkan menghasilkan 78,7 Milyar terealisasi 17,3 Milyar sekitar 21,96%. Retribusi parkir yang ditargetkan 300 juta, tidak terealisasi sama sekali. Dan PAD lain-lain (jasa giro) yang ditargetkan 35 Milyar terealisasi 1,9 Milyar sekitar 5,45%.
“Dengan menaikan target penerimaan PAD secara tidak terukur, tidak rasional dan tidak sesuai potensi yang ada untuk menyesuaikan kebutuhan alokasi anggaran belanja daerah, mengakibatkan adanya belanja dalam bentuk kegiatan yang sudah selesai dilaksanakan namun tidak dapat dibayarkan,” sebutnya.
Pemerintah daerah, dianggap tidak memperhatikan ketersediaan kas saat belanja. Pemda juga tidak melakukan rasionalisasi belanja daerah, hingga menyebabkan tunda bayar atau dikonversi menjadi hutang yang harus dibayar pada 2023.
“Di akhir rapat dengan TAPD bersamaan dengan diterimanya laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI, disepakati bahwa utang belanja per 31 Desember 2022 sebesar Rp 245.035.240.875,12 (sekitar 245 milyar),” ujarnya.
Berikut rincian hutang belanja Pemda Kabupaten Kuningan: