KUNINGAN (MASS) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka di halaman depan Istana Merdeka pada Kamis (1/8/2024) malam menyampaikan permintaan maaf atas kepemimpinannya selama ini. Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dalam unggahannya di Instagram resmi @luhut.pandjaitan yang dikutip Kompas.com, Rabu (10/7/2024) menyebutkan mulai 17 Agustus 2024, bertepatan dengan HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia, Pemerintah akan membatasi BBM subsidi mulai Sabtu (17/8/2024) untuk mengurangi jumlah penyaluran kepada orang yang tidak berhak. Sedangkan menurut Anthony Budiawan, tgl 17 Agustus UKT (uang kuliah tunggal) akan naik, Pertalite dihapus akan dialihkan ke Pertamax (Instagram : / novelbaswedanofficial)
Menurut ekonom Senior INDEF Faisal Basri di gedung DPR, Jakarta Pusat, Rabu (10/7/2024), kebijakan pemerintah dalam membatasi pembelian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Agustus ini, menandakan bahwa sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini di subsidi yaitu Pertalite dan Solar. Sementara jenis Pertamax sengaja ditahan harganya dengan kompensasi kepada Pertamina. Wacana pembatasan pembelian BBM Subsidi oleh masyarakat juga menandakan bahwa dana kompensasi pemerintah sudah meluap atau bahkan tidak sanggup membayar ke PT Pertamina. Bahkan pemerintah hampir tidak sanggup membayar dana kompensasi subsidi energi dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum lagi soal LPG.
Sebelumnya Menko Luhut pada Kamis (18/1/2024) menyampaikan akan menaikkan pajak kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan tidak untuk motor listrik. Disamping itu pemerintah juga berencana menerapkan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Rencana kebijakan tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Pemerintah berdalih rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen ini merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan demi menaikkan penerimaan pajak. (Kompas.com, 14 Maret 2024, 13:10 WIB)
Menko Hartarto memastikan, berbagai ketentuan yang telah dirumuskan dan diterbitkan dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN, bakal dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya. Menurutnya, masyarakat telah memilih untuk mendukung keberlanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi, sehingga ketentuan kenaikan PPN tetap dilaksanakan. “Kita lihat masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan, pilihannya keberlanjutan,” kata dia, dalam gelaran Media Briefing, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (8/3/2024). “Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” sambung Airlangga.
Dalam kesempatan lain Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, dalam pidatonya pada acara yang digelar di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (5/7/2024), menyebutkan Politik saat ini sangat pragmatis, melupakan suara hati demi ambisi kekuasaan. Kritik Megawati terhadap pemerintah tersebut juga terkait perekonomian/kebutuhan hidup masyarakat, pendidikan gratis, utang negara yang semakin membengkak dan mempertanyakan bagaimana cara membayarnya.
Seperti diketahui menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Jokowi (terutama masa lima tahun terakhir/pemerintahan kedua) cukup banyak kebijakan² yang membebani/memberatkan masyarakat sebagai konsumen, seperti kenaikan harga beras, krisis minyak goreng, kenaikan berbagai kebutuhan pokok sehari² (bawang, cabai dll), BPJS Kesehatan, gas 3 kg, BBM, listrik, pajak, pinjaman online dll.
Kebijakan terakhir terkait konsumen adalah soal tapera, UKT, data bocor, judi online, dan anjloknya nilai rupiah ke Rp 16.700. Masalah lain, Mendag pastikan het minyak goreng minyakita akan naik demikian juga kenaikan HTE beras, Jokowi Legalkan Miras hingga Tingkat Eceran. Mulai Tahun Depan Mobil-Motor Wajib Asuransi, Pengamat : Mirip Tapera. DPR Resmi Sahkan Pansus Hak Angket Haji 2024 untuk selidiki adanya indikasi korupsi dalam pengalihan Kuota Jemaah. Di sisi lain fenomena PHK massal menambah beban sosial yang cukup pelik.
Peristiwa yang terjadi terutama terhadap dua komoditas beras dan minyak goreng dapat dikatakan belum pernah terjadi sepanjang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan terkait kenaikan pajak, Rancangan Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang menyasar sektor pendidikan menunjukan Pemerintah sedang mengalami kesulitan keuangan sehingga menjadikan pajak sebagai instrumen untuk meningkatkan pendapatan negara. Inilah rancangan kebijakan yang memilukan.
Hampir disetiap sektor ekonomi terdapat konsumen. Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UU No.8 Tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setiap orang, mulai jabang bayi sampai manula, termasuk pelaku usaha adalah konsumen. Konsumen tidak mengenal usia, gender, profesi, jabatan, status sosial dll.
Terkait kebijakan² tersebut (politik hukum perlindungan konsumen), kepedulian Pemerintah pada rakyat kecil patut dipertanyakan kembali. Hak konstitusional rakyat untuk hidup terlindungi, sejahtera/sehat dan cerdas tereduksi oleh politik hukum perlindungan konsumen seperti itu.
Di sisi lain, Presiden Jokowi merilis Peraturan Presiden No. 49/2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen yang ditetapkan dan diundangkan pada 3 April 2024. Stranas-Perlindungan Konsumen merupakan dokumen yang memuat arah kebijakan, strategi, dan sektor prioritas perlindungan konsumen untuk pencapaian target tahun 2024. Namun di satu sisi perpres itu memuat arah kebijakan, strategi, dan sektor prioritas perlindungan konsumen, sementara di pihak lain praktek politik hukum perlindungan konsumen berupa kebijakan² yang memberatkan rakyat sebagai konsumen hal ini dapat dilihat sebagai paradoks dan inkonsisten dalam melaksanakan tujuan negara yang diamanatkan konstitusi.
Melihat kenyataan di atas, kebijakan² terkait kebutuhan pokok tersebut menjadi teror harian bagi konsumen Indonesia dan kebijakan² yang membebani masyarakat itu tetap dilanjutkan. Seperti disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (31/5/2024) lalu menyatakan, pemerintah masih punya waktu hingga 2027 untuk mematangkan implementasi kebijakan Tapera secara proporsional sambil mendengarkan aspirasi publik dan dunia usaha. Dengan kata lain Moeldoko menegaskan bahwa Tapera akan dilanjutkan.
Pemerintah telah diberi amanat oleh rakyat mestinya menjalankan konstitusi. Menurut konstitusi rakyat/konsumen juga memiliki hak untuk dilindungi, disejahterakan dan dicerdaskan. Namun kebijakan² pemerintah diatas jelas telah melanggar konstitusi, hukum dan peraturan perundang²an.
Politik hukum perlindungan konsumen yang dibuat pemerintah saat ini tidak memenuhi kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Sebaliknya kebijakan yang dibuat dianggap telah melangkahi konstitusi (inkonstitusional), ‘penyalahgunaan wewenang’, dan ‘penyalahgunaan keadaan’ (misbruik van omsteigheden) atas posisi rakyat/konsumen sebagai pemilik kedaulatan yang kedudukannya lemah namun tidak ada pilihan lain dalam menggunakan fasilitas publik.
Gelombang kritik dari kalangan kampus, pekerja, mahasiswa, tokoh masyarakat hingga beberapa partai politik tidak menghentikan dan menyurutkan pemerintah untuk membuat atau meneruskan kebijakan²/program² yang membebani masyarakat. Bak anjing menggonggong kafilah berlalu, rakyat menjerit soal sembako, tapi kebijakan pemerintah yang membebani rakyat terus berlanjut.
Apakah dengan demikian pemerintahan Prabowo-Gibran juga akan meneruskan warisan kebijakan Presiden Jokowi dalam membuat kebijakan (politik hukum) kebutuhan pokok yang membebani rakyat seperti membuat kebijakan² menaikan harga² dan pajak serta menjadikan masyarakat sebagai objek kekuasaan negara dan keputusan pemerintah yang dilakukan dengan cara-cara otoriter, arogan dan sewenang-wenang.
Sementara itu, sebagaimana diketahui saat menghadiri acara Zikir dan Doa Kebangsaan menjelang HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024) Presiden Jokowi menyampaikan permohonan maaf sambil meneteskan air matanya atas segala kesalahan dan khilaf selama10 tahun memerintah.
Persoalannya, apakah rakyat mau memaafkannya sementara cukup banyak air mata rakyat yang menetes akibat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok sehari² karena kebijakan Jokowi dan kenapa perlu ada hukum dan pengadilan kalau segala sesuatu bisa selesai dengan minta maaf.
Semua ini akan berubah jika pemerintahan Prabowo – Gibran mengutamakan kepentingan bangsa/rakyat yaitu dengan tidak melanjutkan program yang menyengsarakan rakyat. Atau Presiden Jokowi bisa dimaafkan rakyat jika dalam sisa masa jabatannya ini dia mencabut kebijakan² yang membebani rakyat dengan mengeluarkan Peraturan Presiden atau Perppu tentang penurunan atau pembebasan berbagai kebutuhan pokok hidup masyarakat yang saat ini sangat memberatkan. (***)
Penulis : Dr. Firman T. Endipradja, S.H.,S.Sos.,M.Hum, dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Univ. Pasundan/Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI 2020 – 2023/Ketua Umum HLKI Jabar Banten DKI Jkt.