KUNINGAN (MASS) – Sebagai mantan wartawan Antara sekaligus jebolan Jurusan Jurnalistik Unpad Bandung, Drs H Ikhsan Marzuki MM banyak melakukan pengamatan terhadap karya jurnalistik sejumlah media di Kuningan. Ia menilai, media-media di kota kuda ini kurang menonjolkan unsur Why (kenapa) dan How (bagaimana) dalam teks beritanya.
Pernyataan tersebut ia lontarkan saat menjadi narasumber SW#4 (Sharing Wawasan) jelang Konferensi PWI Kuningan di Rumah Makan Kita (seberang Bank BNI), Kamis (23/11/2023). SW tersebut mengangkat topik ‘Antara Gerakan Rakyat dan Eksistensi Media Massa’.
“Fungsi pers yang dijalankan masih sebatas penyebarluasan informasi. Belum sampai penggalian dan pendalaman. Jadi masih lebih banyak informatifnya,” ungkap Ikhsan yang kini duduk di parlemen daerah tersebut.
Dari keseluruhan unsur W5 + 1H, informatif disini berada pada unsur What, Where, Who dan When. Sedangkan untuk Why dan How yang bersifat pendalaman, baru pada tataran permukaan saja.
“Penggalian dan pendalaman informasi biasanya di Indepth Reporting. Jenis tulisan ini cover both side (berimbang) bener-bener dilakukan. Narsum dari berbagai pihak dapat diperoleh dan narsum pun akan lebih hati-hati bicara karena wartawan sudah punya data,” paparnya.
Penataan Jalan dan Pertokoan Siliwangi, menurutnya dapat dijadikan contoh isue menarik untuk jenis tulisan Indepth Reporting. Dengan alokasi anggaran 3,3 miliar rupiah, masyarakat tidak memiliki gambaran yang jelas akan digimanakan Jalan Siliwangi tersebut.
Disamping menonjolkan Why dan How, Ikhsan pun menyarankan perlu adanya rekontruksi internal masing-masing wartawan atau media. Adaptasi terhadap perkembangan teknologi media patut dilakukan ditengah cepatnya perubahan.
“Teknologi itu membuat siapa yang tidak siap berubah maka akan ditinggalkan. Sekarang ini mulai terjadi pergeseran budaya baca ke budaya liat dan dengar, audio visual. Budaya bawa koran atau majalah telah bergeser. Karena semuanya sudah ada di HP,” ungkapnya.
Bukan itu saja, dulu media nasional dianggap lebih superior ketimbang media lokal. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, membuka kesempatan bagi pegiat media untuk mengakselerasi diri.
Satu contoh di Kuningan, media-media lokal sudah bisa mengalahkan media yang dulunya dianggap besar. Sebab terdapat kelemahan pada beberapa media nasional, dimana ada yang tidak memiliki jaringan sampai ke tingkat daerah. Tak heran jika isue besar malah muncul dari media lokal yang pertama kali memberitakan.
“Jadi media yang bisa bertahan itu media yang bisa merubah diri atau adaptif terhadap perkembangan teknologi, dan yang menonjolkan Why dan How. Satu lagi, media yang punya fokus pada kepentingan masyarakat ketimbang jadi corong pemerintah atau kelompok tertentu,” sebutnya.
Dari sini, PWI diharapkan terus melakukan upgrade diri sendiri dan medianya. Era sekarang jadi kesempatan emas bagi media lokal untuk diambil. Bahkan sebagai pituin Kuningan, politisi PKS itu pun berharap ada media lokal Kuningan yang bisa jadi rujukan informasi Jawa Barat atau bahkan nasional.
“Selain Indepth Reporting dengan menonjolkan Why dan How, Adaptif terhadap perubahan, serta lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat, keberadaan citizen jurnalism perlu diterima untuk memperkuat. Kemudian, lakukan kolaborasi dengan multi pihak, seperti elemen pemberdayaan masyarakat, elemen advokasi, elemen pendidikan masyarakat,” tukas ketua Gerakan Kita (Kritis, Integritas, Transparan, Akuntable), yang punya visi misi selaras dengan media massa itu. (deden)