KUNINGAN (MASS) – Kemajuan teknologi memang tidak terbendung. Saat ini, segalanya serba canggih dan modern, hampir segala hal dalam hidup ada saja kaitannya dengan bantuan teknologi. Bahkan, ilmu dan pengetahuan yang biasanya didapat dari bukupun, sedikit-demi sedikit mulai diedarkan dalam bentuk digital, baik berupa e-book, maupun tersedia gratis di internet.
Dengan demikian, terancamkah keberadaan buku-buku yang diproduksi secara konvensional?
Menjawab hal tersebut, salahsatu penjual buku dari distributor buku, Mitra Global, Muh Bachrudin menyebut bahwa eksistensi buku tidak bisa tergusur sebagai sumber utama. Tapi dirinya mengakui, bahwa digital cukup berpengaruh dalam budaya literasi.
“Tentu tidak (terancam keberadaan buku), tapi minat literasi memang cukup terganggu, karena banyaknya sumber bacaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnnya.
Meski demikian, digital tidak bisa menjadi sentral dalam ruang pengetahuan.
“Meskipun sekarang ada majalah online, e-paper, dan referensi online lainnya, tapi buku itu kedudukannya tidak tergantikan. Pemburu buku itu selalu ada, biasanya mereka beranggapan membaca buku lebih terasa nyata, lebih asyik, lebih sehat untuk mata,” ujarnya saat ditemui di lapak bukunya di Gelanggang Pemuda (Gedung KNPI), Rabu (2/10/2019).
Bacrhrudin menyebut bahwa ‘market’ buku sampai saat ini jelas. Hal itu disebabkan buku mempunyai khas tersendiri.
Senada, Irgi Ahmad Fahrezi, Mahasiswa Uniku asal Subang yang kesehariannya bergulat dengan buku, mengungkapkan bahwa, keberadaan buku konvensional masih dibutuhkan, karena era digital ini masih belum menyeluruh dipahami bahkan oleh terpelajar.
“Memang dengan adanya digitalisasi ini, isu isu ramah lingkungan dengan mengurangi kertas itu cukup baik, tapi tetap saja, ruhnya itu ada di buku,” ujarnya saat ditemui di tempat yang berbeda.
Mahasiswa jurusan Management Ekonomi semester 7 tersebut mengungkapkan, bahwa dalam segi bisnis, irgi tidak menampik, dengan digital, sarana pengetahuan bisa jadi lebih luas dan mudah, tapi menurutnya, digital hanya sebagai tambahan saja, atau alat penyebaran.
“Tidak ada sensasinya membaca digital itu, kita jadi tidak bisa merasakan seni cover, ruh dari kualitas kertas yang berbeda-beda. Jadi, baiknya, digital itu hanya digunakan sebagai sarana penyebaran dan penjualan dari buku buku cetak saja,” pungkasnya. (eki/trainee)