KUNINGAN (MASS) – Beberapa hari ke belakang, kontes Calon Bupati dan Wakil bupati Kuningan semakin ramai. Terlebih dengan semakin munculnya dukungan dari berbagai pihak untuk para paslon, termasuk beberapa para mahasiswi cantik yang dengan secara terang-terangan mendukung paslon nomor satu sebagai ekspresi dalam dunia politik Kuningan.
Terjadi pro-kontra tentang mahasiswi yang turut terjun langsung dalam ranah politik bahkan sampai mendukung salah satu paslon. Berbagai organisasi mahasiswa yang berada di Kuningan mengecam tindakan mahasiswa yang mendukung paslon, sampai mengutuk tindakan tersebut. Pelacur, penggadai idealisme atau independensi mahasiswa dan lain sebagainya, sumpah serapah itu dilontarkan terhadap mahasiswi cantik tersebut.
Mengenai itu, Gina Oktaria sebagai mahasiswi tingkat akhir Fakultas Hukum Universitas Kuningan berbicara bahwa terjun langsung dalam dunia politik adalah hak progratif manusia sebagai warga negara yang menyandang status legal formal sebagai mahasiswa.
“Mendukung paslon atau turut serta dalam dunia politik adalah hak politik mahasiswa. Dalam UUD pasal 28E juga diberikan hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan berpendapat. Status mahasiswa sebagai legal formal yang melekat dalam diri saya tidak bisa dilepas ketika saya ikut terjun dalam ranah politik,” jelas Gina.
Selain itu Nida Nur Kholillah yang juga mahasiswa hukum berpandangan bahwa selagi tidak dilakukan dalam wilayah atau area kampus tidak menjadi masalah mahasiswa turut serta berpolitik.
“Ya, selagi tidak menjadikan kampus sebagai arena pertarungan politik kita bebas toh untuk berpolitik. Ngga ada juga aturan yang melarang mahasiswa untuk turun langsung berpolitik. Yang ada juga tentang pelarangan organisasi ekstra kampus atau partai politik dalam kehidupan kampus itu keputusan nomor : 26/dikti/Kep/ 2002. Coba aja buka keputusan dirjen Dikti tentang itu,” kata Nida.
Komentar terkait deklarasi yang dilakukan para mahasiswi cantik tidak hanya sebatas pada dirinya sebagai mahasiswa saja, melainkan pula pada idealisme dan independensi mahasiswa.
Gina Oktaria kembali berpendapat bahwa berbicara kepentingan dan idealisme, semua orang punya kepentingan, baik kepentingan masyarakat luas atau secara pribadi tergantung pada orientasi awal.
“Berbicara idealisme, introspeksi diri sendiri dulu sebelum menghakimi kami dengan pelacuran idealisme ataupun menggadaikannya. Soal independensi, setiap orang punyak hak independennya sendiri, hati-hati terhadap apa yang anda lontarkan bisa jadi anda keliru, karena sudah bukan rahasia umum lagi beberapa gerakan mahasiswa terindikasi berafiliasi dengan parpol ataupun lembaga lain,” ungkapnya.
Sepaham dengan Gina, Nida juga berpandangan bahwa setiap manusia memiliki independensi sendiri. Dikatakan, manusia pada dasarnya terlahir merdeka dan independen.
“Selama independensi saya tidak menyalahi atau bersinggungan dengan independensi orang lain apa yang harus dipersoalkan. Masalah independensi cuma masalah interpretasi (penafsiran). Setiap orang punya hak buat menafsirkan independensi, itu mah subjektif. Ngga ada yang mutlak bener atau salah. Ya sebenarnya kita yang turun langsung ke ranah politik praktis bisa disebut budaya politik kita sudah partisipan, bukan lagi budaya subjek apalagi parokial kan? Hahaha,” kata Nida sambil tertawa.
Tak hanya itu, gerakan mahasiswa cantik yang mendukung salah satu paslon dicap sebagai sebuah pelanggaran fungsi mahasiswa sebagai agent of change dan agent of social control. Terkait itu Nurotul Imaniah atau lebih dikenal Ima berpandangan bahwa agent of change tidak dapat diartikan secara sempit saja, atau dapat dikatakan agent of change tidak hanya untuk para oposisi pemerintah.
“Sepemahaman saya, agent of change ngga cuma buat oposisi pemerintah yang cuma kritik yang ngga solutif. Menurut saya agent of change itu bisa dilakukan dari dalam, biar kita tau sistem di dalam seperti apa dan membenahinya. Minimal dengan memberi masukan ke paslon. Dosenku pernah bilang kalo mau merubah sistem, ya kamu harus masuk ke sistem itu. Ya itu yang saya sedang tempuh sekarang,” terangnya.
Diakui Ima, memang saat ini dunia perpolitikan di Indonesia sedang diwarnai dengan semangat politik pemuda, yang muda yang berpolitik. Tsamara amany, sambungnya, adalah salah satu mahasiswa yang masuk partai politik pada saat menempuh semester 5 ilmu komunikasi universitas Paramadina.
“Kita berharap dengan mencuatnya pemberitaan mahasiswi dengan dukungan pada paslon menjadikan efek positif untuk para pemilih terutama para pemilih pemula, bahwa politik selalu ada dalam setiap kehidupan,” tambah ima. (argi)