INDONESIA (MASS) – Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) masih menjadi teka-teki. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta publik bersabar menunggu keputusan resmi yang akan diambil setelah masa reses berakhir.
“Kita akan memasuki masa sidang pada 17 April mendatang. Nanti kita akan putuskan beberapa hal terkait sejumlah UU yang sedang dibahas, termasuk UU Polri,” ujar Dasco dalam statement publiknya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/4/2025).
Politikus Partai Gerindra ini mengisyaratkan adanya formulasi baru dalam pembahasan revisi UU Polri.
“Kita sudah sepakat ada beberapa kebijakan atau formulasi baru. Apakah itu nanti? Tunggu saja,” tambahnya dengan senyum diplomatis, enggan membeberkan detail lebih jauh.
Sikap hati-hati Dasco ini muncul setelah sebelumnya beredar draf revisi UU Polri di media sosial yang memicu kontroversi. Ketua DPR Puan Maharani telah menegaskan bahwa dokumen tersebut bukan surat resmi dari Presiden.
“Yang jelas, sampai saat ini DPR belum menerima Surpres terkait revisi UU Polri,” tegas Puan dalam kesempatan terpisah.
Draf yang beredar itu memuat sejumlah poin sensitif, antara lain perluasan wewenang penyadapan, perpanjangan batas usia pensiun perwira tinggi, dan kewenangan pemblokiran akses digital. Beberapa pasal dianggap aktivis berpotensi mengancam kebebasan sipil.
Isi draf revisi UU Polri Berikut sejumlah poin dalam draf revisi UU Polri yang disorot: Tambahan wewenang Polri UU Polri Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 16 mengatur dua belas wewenang Polri dalam bidang proses pidana. Berikut rinciannya:
1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan
3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
8. Mengadakan penghentian penyidikan
9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum
10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana
11. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum
12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Menyikapi hal ini, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian telah menyatakan akan mengawal proses revisi.
“Kami akan terus memantau dan memberikan masukan konstruktif,” kata Koordinator Koalisi, Ahmad Syafii.
Para pengamat politik memprediksi pembahasan revisi UU Polri akan menjadi salah satu agenda panas di periode sidang mendatang.
“Ini akan menjadi ujian bagi DPR dan pemerintah dalam menyeimbangkan kebutuhan reformasi kepolisian dengan perlindungan hak sipil,” ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Siti Zuhro.
Publik kini diminta bersabar menunggu perkembangan resmi setelah DPR kembali bersidang pertengahan April nanti. (rqb/mgg)
