KUNUNGAN (MASS) – Mahasiswa semester 4 Program Studi Bimbingan dan Konseling (BK) STAI Kuningan menggelar kegiatan Case Conference bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKBP3A) Kabupaten Kuningan.
Kegiatan tersebut merupakan dalam upaya membentuk kesadaran sosial dan kepedulian terhadap isu kekerasan seksual, Senin (23/6/2025). Kegiatan berlangsung di DPPKBP3A yang merupakan bagian dari proyek Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Psikologi Sosial dan bertujuan memperdalam pemahaman mahasiswa terhadap dinamika kasus kekerasan seksual terhadap anak dan remaja di lingkungan sosial.
Diskusi dibuka oleh perwakilan Dinas PPA Kabupaten Kuningan Euis. Dalam sambutannya, ia mengingatkan mahasiswa untuk waspada terhadap modus-modus pelecehan seksual yang kini marak di media sosial.
“Jangan mudah terbujuk rayu ajakan fiktif di media sosial yang berbau seksual. Banyak modus lama yang masih digunakan karena tetap efektif memanipulasi korban. Kita semua harus mendampingi orang-orang terdekat agar bijak menggunakan media sosial,” ujarnya.
Selanjutnya, pemaparan kasus oleh seorang pakar penanganan dan pendampingan anak yang disampaikan oleh Indah, mengungkap fakta memprihatinkan dimana sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat 28 kasus pelecehan seksual, 40 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan perundungan terhadap anak di Kabupaten Kuningan.
“Ini sinyal kuat bahwa lingkungan sosial anak-anak kita tidak lagi aman. Ini perlu segera dinetralisasi demi masa depan mereka. Salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya pengawasan orang tua di rumah. Edukasi tak cukup hanya diberikan kepada anak, namun orang tua juga perlu diarahkan,” ungkapnya.
Diskusi berlangsung interaktif dan dipandu langsung oleh Ifan Alwy, dosen STAI Kuningan sekaligus praktisi psikologi. Ia menekankan pentingnya mahasiswa tidak hanya memahami teori, namun juga turun langsung dalam praktik penanganan kasus.
“Penanganan kasus di lapangan menuntut profesionalisme. Kita tak cukup belajar teori, tapi harus praktik langsung agar tahu langkah nyata yang bisa diambil,” ucapnya.
Salah satu mahasiswa, Ahmad Fadlan, mengapresiasi keterbukaan DPPKBP3A dalam berdiskusi bersama mahasiswa. Ia menilai kegiatan ini sebagai langkah konkret membangun kolaborasi antara kampus dan instansi pemerintah.
“Ini bisa menjadi contoh bagi dinas-dinas lain agar membuka ruang diskusi dengan mahasiswa. Dengan membahas isu penting seperti pelecehan seksual, kami semakin sadar akan kondisi lingkungan sekitar dan pentingnya peran mahasiswa dalam menyuarakan Zero Tolerance terhadap kekerasan seksual,” pungkasnya. (rizal/mgg)
