INDONESIA (MASS) – Di tengah bayang-bayang ketidakpastian global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat dan gejolak ekonomi internasional, perekonomian Indonesia justru menunjukkan ketangguhan. Terbaru, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 kembali mencatat surplus sebesar USD3,12 miliar, memperpanjang tren surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Diutip dari Indonesia.go.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, secara kumulatif dalam periode Januari–Februari 2025, Indonesia membukukan surplus perdagangan senilai USD6,61 miliar, meningkat USD3,78 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Ini menjadi bukti bahwa ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga,” kata Sri Mulyani dalam pemaparan APBNKita 2025, Rabu (19/3/2025).
Kontribusi positif juga datang dari sektor ekspor yang tumbuh 9,16 persen (year on year/yoy) pada Februari 2025. Sektor pertanian dan manufaktur menjadi pendorong utama. Di sisi lain, impor barang modal dan bahan baku juga tumbuh seiring dengan kuatnya aktivitas industri nasional.
Indikator lain yang menegaskan soliditas ekonomi nasional adalah capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di level 53,6, tertinggi kedua di dunia setelah India. PMI itu mencerminkan ekspansi sektor manufaktur akibat lonjakan permintaan baru yang mendongkrak produksi.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menambahkan, surplus pada Januari 2025 didorong oleh sektor nonmigas sebesar USD4,88 miliar, meskipun sektor migas mencatat defisit USD1,43 miliar. Negara penyumbang surplus terbesar antara lain Amerika Serikat (USD1,58 miliar), India (USD770 juta), dan Filipina (USD730 juta).
Secara tahunan, ekspor tumbuh signifikan dengan produk unggulan seperti kapal dan struktur terapung (4.732,44%), kakao olahan (169,53%), serta kopi, teh, dan rempah-rempah (125,44%). Sektor industri menyumbang 84% terhadap ekspor nonmigas, sementara pertambangan (13,33%) dan pertanian (2,67%).
Tiongkok, AS, dan India tetap menjadi pasar utama ekspor nonmigas dengan total kontribusi USD8,14 miliar atau 39,89 persen dari total ekspor. Ekspor ke Arab Saudi bahkan melonjak hingga 299,35 persen, menandakan diversifikasi pasar yang kian meluas.
Tak hanya itu, industri agro juga turut menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, sejak 2024, sektor tersebut tumbuh 5,20 persen dan berkontribusi 8,89 persen terhadap PDB nasional. Sektor pengolahan nonmigas juga mendominasi dengan kontribusi 51,81 persen.
“Industri agro menyerap lebih dari 9,37 juta tenaga kerja, berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Menperin, Jumat (28/3/2025). Sub-sektor unggulan di antaranya industri makanan-minuman, kayu, kertas, dan furnitur.
Meski demikian, industri agro dihadapkan pada tantangan fluktuasi harga bahan baku, regulasi global, hingga dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, pemerintah mendorong penerapan inovasi dan investasi berkelanjutan. Nilai ekspor industri agro mencapai USD67,08 miliar dengan volume 67,07 juta ton, dan sektor makanan-minuman menyumbang USD41,4 miliar. Realisasi investasi di sektor agro juga cukup menjanjikan, dengan total Rp206,3 triliun terdiri dari Rp126 triliun investasi asing dan Rp80,4 triliun investasi domestik. (argi)
