KUNINGAN (Mass) – Pasca menempati gedung baru di Jalan Mochammad Yamin (jalan baru Kertawangunan–Kedungarum), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan berkomitmen terus mengoptimalkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat, khususnya soal perijinan. Sebab, gedung yang terbilang cukup megah itu jauh lebih representatif ketimbang gedung sebelumnya yang berada di kawasan Taman Kota Kuningan.
“Alhamdulillah dengan terbitnya Permendagri nomor 8 tahun 2016, seluruh dinas perijinan berganti nama menjadi DPMPTSP, dulu itu dikenal dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT). Setelah kita menempati gedung baru ini, semoga bisa lebih meningkatkan kinerja pegawai khususnya dalam memberi pelayanan prima kepada masyarakat,” ucap Kepala DPMPTSP Kuningan Drs H Lili Suherli MSi melalui Kabid Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan B Asep Suryaman SE saat ditemui di ruang kerjanya kepada awak media, Kamis (6/4).
Menurutnya, adanya gedung baru yang dinilai cukup representatif diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, khususnya terkait dengan layanan seluruh perijinan. Sebab, jika melihat Perbup nomor 17 tahun 2017 tentang pelimpahan kewenangan yang diberikan Bupati ke DPMPTSP sudah dikeluarkan.
“Nah dengan begitu kami melayani seluruh ijin yang dibutuhkan oleh masyarakat, itu ada sebanyak 72 perijinan yang dikeluarkan DPMPTSP, dari mulai Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), SIUP TDP, Ijin Gangguan (HO) dan perijinan lainnya. Namun, untuk HO sendiri saat ini sudah dihapuskan berdasarkan Permendagri nomor 9 tahun 2017, tapi kita belum ada regulasi turunan Perdanya, sebab kami masih berpegangan dengan Perda nomor 16 tahun 2010 tentang retribusi IMB, HO dan Perikanan,” sebutnya.
Oleh sebab itu, Asep mempertanyakan, apakah dengan adanya Permendagri itu nanti akan terbit Perda yang menghilangkan HO atau tidak, semua kembali lagi kepada kebijakan daerah. Walaupun saat ini, DPMPTSP memang telah mulai melaksanakan Permendagri tersebut, sekalipun belum optimal karena Perdanya belum ada.
“Kalau perijinan sendiri, yang cukup dominan diminta oleh masyarakat yaitu tentang IMB. Ada beberapa klasifikasi untuk IMB yakni IMB yang diperuntukan sebagai rumah tinggal, untuk kepentingan perdagangan, untuk kepentingan perusahaan air minum ataupun perusahaan skala besar seperti peternakan dan lainnya,” terangnya.
Asep menjelaskan, sejumlah izin seperti IMB, HO dan Perikanan sesuai Perda nomor 16 tahun 2010 itu ada retribusinya, sementara ijin yang tidak ada retribusinya seperti SIUP, TDP, dan ijin-ijin lainnya menyangkut tentang pendidikan, kesehatan, serta lainnya.
“Kami juga mencoba melakukan sosialisasi kepada masyarakat sambil menunggu Perda yang baru, termasuk soal SIUP berdasarkan Permendag (peraturan menteri perdagangan) nomor 8 tahun 2017, itu bahwa SIUP berlaku seumur hidup ketika belum ada klasifikasi perubahan dari mereka yang mengajukan, kalau TDP itu berlaku selama 5 tahun ada her registrasi, sementara untuk IMB itu sebetulnya tidak ada batas waktu ketika konstruksi bangunan tidak berubah,” pungkasnya. (andri)