KUNINGAN (MASS) – Anggota DPRD dari partai PDIP, Rana Suparman turut angkat bicara soal kesepakatan kenaikan harga pasir beberapa hari lalu. Lelaki yang terpilih dari dapil 5 tersebut menerangkan, kesepakatan yang terjadi antara pengusaha dan supir dum truk di gedung kerjanya tersebut, tidaklah sah.
Anggota dewan asal Bayuning tersebut juga mengatakan, pihaknya di banmus sudah bermusyawarah atas kesepakatan yang disebutnya ‘seolah-olah disepakati pengusaha dan supir’ beberapa waktu lalu.
“Kita ini kan lahir dari Pancasila. Pancasila itu punya musuh, Kapitalisme dan Kolonialisme. Kapitalisme itu struktur berfikir manusia untuk menguasai. Maka harusnya harga tidak bisa diputuskan dua belah pihak. Negara harus hadir,” ujarnya panjang lebar dengan mengkaitkannya pada dasar negara.
Menurutnya, pada saat itu, harusnya ada lembaga eksekutif. Saat Rana ditanyai kesepakatan kemarin illegal atau tidak karena tidak ada eksekutif, Rana mengiyakannya.
“Ilegal, bisa. Gak ngerti saya lah,” ujarnya dengan penekanan nada yang tidak biasa.
Dirinya mengaku tidak bisa menjelaskan soal kenaikan harga, apa alasannya yang mendesak. Apakah karena ada kenaikan upah tenaga kerja, kenaikan BBM, atau kesulitan perijinan. Dirinya mengaku tidak mengerti. Harusnya, dewan menampung aspirasi-aspirasi dan dibicarakan dengan eksekutif.
Lebih lanjut, saat ditanyai salah satu jurnalis kuninganmass.com, tentang issu salah satu pimpinan DPRD yang bertemu dengan pengusaha pasir sebelum terjadinya kesepakatan, dirinya mengaku tidak bisa menjawab. Rana malah membalikan pertanyaan pada wartawan.
“Saya gak bisa ngomong. Emangnya ada ?” ucapnya.
Pertanyaan tersebut dibalas dengan pertanyaan kembali apakah benar dirinya, sebagai anggota DPRD, belum mendengar issu tentang adanya pertemuan pimpinan dewan dengan pengusaha sebelum kesepakatan.
“Belum (dengar soal pertemuan pimpinan DPRD dengan pengusaha pasir, red),” ucapnya.
Mantan ketua DPRD ini mengaku sedang merasa ‘ditertawakan’ eksekutif karena ulah ‘rekan kerjanya’ di DPRD tersebut. Menurutnya, dengan kejadian seperti ini, pihak dewan, sebagai pengawas kebijakan, malah akan terpojok.
“Misal saya ke eksekutif (pemda, red), terus nanya kenapa menaikan harga, apa yang melatarbelakangi? Ya nanti ditanya balik lah. Orang kesepakatannya disini (dengan anggota dan di gedung DPRD, red),” tuturnya.
Fungsi dewan, dijelaskannya adalah sebagai legislator. Tidak memiliki kebijakan sendiri seperti layaknya eksekutif.
“Kalo begitu, legislator rasa eksekutor dong pak?,” celetuk wartawan yang hanya dibalas senyuman Rana, di akhir wawancara. (eki/deden)