KUNINGAN (MASS) – Salah satu perintah dan wasiat baginda rosulullah Muhammad Saw kepada ummatnya adalah perihal shalat. Shalat merupakan sarana komunikasi hamba dengan rabbNya, shalat merupakan pembeda antara mukmin dan kafir, shalat sebagai jati diri seorang muslim serta shalat merupakan tonggak tiangnya agama dan merupakan rukun Islam. Sehingga tidak dikatakan seorang muslim apabila ia meniggalkan pokok ajaran islam ini.
Betapa tidak saking wajibnya shalat ini para ulama mengajarkan kepada kita, apabila tidak sanggup berdiri maka bisa sambil duduk, tidak bisa duduk sambil tidur bahkan bisa dengan isyarat dan itulah mulianya agama islam ini.
Jati diri adalah sebuah komitmen, integritas dan janji yang melekat dalam diri kita untuk dilaksanakan baik dalam keadaan susah maupun senang, dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan mukim maupun musafir. Teringat dengan perkataan Imam Syafi’i ra perihal tentang komitmen:
“Kalau aku hidup, aku tidak takut kehilangan makanan. Kalau aku mati, aku tidak takut kehilangan kuburan. Cita-citaku adalah cita-cita pemimpin, jiwaku adalah jiwa merdeka yang melihat kelemahan sebagai kekufuran” (Imam Syafi’I r.a). Maka jelaslah bagi kita sebagai muslim bahwa shalat menjadi komimen kita dan jati diri kita yang sekuat tenaga selama masih diberi kesempatan hidup untuk tidak meninggalkannya.
Di zaman serba cepat dan modern seperti sekarang ini, terkadang banyak orang yang acuh tak acuh dengan panggilan adzan yang merupakan seruan untuk kembali bertemu dan komunikasi dengan Allah swt, bahkan bisa jadi juga tidak hanya acuh tak acuh atau cuek mereka berani untuk meninggalkan shalat sungguh sangat miris dan itu terjadi tidak hanya di kota bahkan di kampung atau tidak menutup kemungkinan di sebuah lembaga pendidikan.
Ingatlah dunia ini hanyalah tempat singgah sementara, tempat untuk sungguh-sungguh bercocok tanam menyiapkan pahala-pahala kebaikan. Janganlah terlalu sibuk dengan urusan dunia, janganlah terlalu risau dengan perhiasan dunia dan janganlah pula terlalu silau dengan urusan dunia yang Allah Swt titipkan kepada orang lain, sehingga ada doa yang sering di panjatkan:
اَلّلهُمَّ لَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia ini sebesar-besar keinginan kami dan batas ilmu kami”.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya karakteritik Islam kajian analitik menyampaikan bahwasannya shalat merupakan bagian dari beberapa cara Islam menanamkan Rabbaniyah ke dalam jiwa dan kehidupan. Allah swt maha tahu akan segala kebutuhan hambaNya, maka dengan wasilah shalatlah salah satu cara kita untuk bisa berkomunikasi menyampaikan segala kebutuhan kita, memohonkan ampunan atas segal dosa-dosa kita serta mohonkan kehidupan kita agar selamat dan bahagia hidup di dunia terlebih kelak di akhirat.
Shalat sebagai jati diri seorang muslim merupakan bentuk cinta dan sayang kita kepada kedua orang tua kita. Dalam sebuah hadist baginda Rasulullah Muhammad saw menyebutkan bahwasannya shalat adalah amal perbuatan yang di sukai Allah Swt, kemudian berbakti kepada orang tua selanjutnya berjihad di jalan Allah swt. Berikut hadist yang di riwayatkan dari Ibnu Ma’sud ra berkata:
﴿ قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ, أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالَى؟ قَالَ : الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ ؟ قَالَ : بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قُلْتُ : ثُمَّ أَيُّ : الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ ﴾ متفق عليه
“Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah, amal perbuatan apakah yang paling di sukai Allah Taala?’, beliau menjawab : ‘Shalat tepat pada waktunya’. Aku bertanya,’Kemudian apa?’ beliau menjwab : ‘Berbuat baik kepada kedua orang tua. ‘Aku bertanya lagi’,’ Kemudian apa?’ beliau menjawab : “ Berjihad di jalan Allah.” (Muttafaq Alaih).
Mutiara-mutiara hadist tersebut yang dapat kita fahami dan diambil pelajarannya ialah Nabi saw menyebutkan tiga perkara ini secara khusus, karena ketiganya merupakan tanda bagi amal-amal yang lainnya. Barangsiapa yang mengabaikan shalat fardhu hingga keluar dari waktunya tanpa ada alasan, padahal shalat fardhu tersebut ringan dikerjakan dan besar keutamaanya, maka ia pasti lebih mengabaikan ibadah lain. Barangsiapa tidak berbakti kepada kedua orang tuanya, padahal hak keduanya padanya itu sangat besar, maka ia berarti kurang berbuat baik kepada orang lain. Dan barangsiapa meninggalkan jihad terhadap orang-orang kafir meskipun begitu sengit permusuhan mereka terhadap agama, maka ia pasti lebih tidak peduli terhadap orang-orang fasik, itulah yang di sampaikan oleh Imam Al-Qurthubi.
Oleh karena itu mari kita perbaiki kembali management waktu yang Allah Swt sediakan untuk kita agar shalat menjadi acuan waktu dalam kehidupan kita. Mulai dari keluarga susun strategi untuk focus dan menjaga waktu-waktu shalat, terlebih saat ini dalam masa pandemi covid 19 bisa mengikuti himbauan para ulama dengan shalat di rumah kesempatan kita untuk mendidik anak-anak kita agar perhatian dengan waktu-waktu shalat.
Di perusahaan, lembaga, kantor dan lainnya jadikan waktu shalat sebagai acuan bersinergi dengan waktu-waktu lainnya sehingga adzan berkumandang sudah tidak ada aktifitas lain selain memenuhi dan menunaikan perintah Allah Swt dengan berduyun-duyun datang ke tempat shalat berjamaah.
Seorang santri, siswa, mahasiswa dan pelajar lainnya kita kembalikan kejayaan dan syiar Islam untuk menjadikan shalat sebagai jati diri kita tinggalkan hal-hal yang terlalu menyibukkan waktu dengan urusan dunia sehingga lalai dengan seruan adzan ini. Begitu juga sebagai ibu rumah tangga ajaklah serta doronglah kepala keluarga serta anggotanya untuk bisa melaksanakan shalat di awal waktu, karena yakin ketika semuanya sudah kembali kepada jalan dan segera menunaikan seruan Allah swt akan datang kepada kita semuanya keberkahan dan kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan semua urusan serta yakin akan terhindar dari segala musibah insya Allah.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat buat penulis dan keluarga juga kepada semua yang membaca tulisan ini. Mari jadikan shalat sebagai jati diri kita seorang muslim.
Daftar pustaka
Izzudin, Abu Solikhin. 2009. New Quantum Tarbiyah. Yogyakarta: Pro-U Media.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1994. Karakteristik Islam Kajian Analitik. Surabaya: Risalah Gusti.
An-Nawawi, Imam. 2012. Syarah Riyadhus Shalihin 3. Depok: Gema Insani.
Penulis: Devi Imron Rosadi, S.Pd.I