Allah SWT berfirman:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتّٰى يَسْمَعَ كَلٰمَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُۥ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُونَ
“Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui.”
كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رَسُولِهِۦٓ إِلَّا الَّذِينَ عٰهَدتُّمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۖ فَمَا اسْتَقٰمُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
“Bagaimana mungkin ada perjanjian (aman) di sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrik, kecuali dengan orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharam (Hudaibiyah), maka selama mereka berlaku jujur terhadapmu, hendaklah kamu berlaku jujur (pula) terhadap mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”
كَيْفَ وَإِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ لَا يَرْقُبُوا فِيكُمْ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ يُرْضُونَكُمْ بِأَفْوٰهِهِمْ وَتَأْبٰى قُلُوبُهُمْ وَأَكْثَرُهُمْ فٰسِقُونَ
“Bagaimana mungkin (ada perjanjian demikian), padahal jika mereka memperoleh kemenangan atas kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan denganmu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik (tidak menepati janji).”
اشْتَرَوْا بِئَايٰتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِهِۦٓ ۚ إِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Mereka memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga murah, lalu mereka menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang mereka kerjakan.”
لَا يَرْقُبُونَ فِى مُؤْمِنٍ إِلًّا وَلَا ذِمَّةً ۚ وَأُولٰٓئِكَ هُمُ الْمُعْتَدُونَ
“Mereka tidak memelihara (hubungan) kekerabatan dengan orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَءَاتَوُا الزَّكٰوةَ فَإِخْوٰنُكُمْ فِى الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْأَايٰتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dan jika mereka bertobat, melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”
(QS. 6, At-Taubah: 6-11)
Tidak Mengkafirkan Orang Kafir adalah Kekufuran
Dalam beberapa hari ini ada wacana yang dihembuskan cukup masif bahwa: “Non-muslim tidak bisa disebut kafir.”
Alasannya, karena istilah “kafir” adalah kasar, intoleran dan bahkan “mengandung kekerasan teologis”.
Bahasa yg keluar dari mulut itu enak bukan ? Namun sesungguhnya Hatinya tdk berkata seperti mulutnya….. Lain dimulut, lain dihati!
Pandangan seperti tsb diatas ini jelas tdk benar dan WAJIB DILURUSKAN
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ditegaskan bahwa “Kafir adalah orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Meskipun demikian, dalam pergaulan sehari2 tentu saja sangat tidak etis memanggil orang kafir atau orang yang tidak beriman dengan panggilan seperti ini:
“Hai kafir, mau ke mana?”
“Perkenalkan ini tetanggaku yg kafir”
Yang benar, penggunaan isitilah “kafir” harus diposisikan secara proporsional, BUKAN DIHAPUS, karena menghapus atau tidak menggunakan kata-kata kafir bertentangan dengan aqidah dasar Islam. Agama Islam adalah agama yang tegas dan tidak abu-abu. Salah satu aqidah Islam mengkafirkan orang kafir dan menyebut mereka dengan “kafir” adalah:
لقد كفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم وقال المسيح يا بني إسرائيل اعبدوا الله ربي وربكم إنه من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة ومأواه النار وما للظالمين من أنصار
Sesungguhnya TELAH KAFIRLAH orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabbku dan juga Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan meminta surga, dan menempatkan sebagai neraka, meminta orang-orang zalim untuk penolongpun. (QS. Al-Maaidah: 72).
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan:
ولهذا نكفِّر كل من دان بغير ملة المسلمين من الملل ، أو وقف فيهم ، أو شك ، أو صحَّح مذهبهم
“Oleh karena itu, kita mengkafirkan semua orang yang beragama selain agama muslimin atau orang yang berselisih dengan mereka atau ragu-ragu (dengan agama) atau membenarkan agama mereka.” [Asy-Syifa Bita’rif huquqil Musthafa 2/1071].
Maka salah satu aqidah Islam yang penting adalah ijma’ bahwa tidak mengkafirkan orang kafir merupakan bentuk kekufuran; karena merupakan salah satu ciri pembatal keIslaman.
الثالث: من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم: كفَرَ إجْماعاً
“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang musyrik atau ragu-ragu apakah mereka kafir atau membenarkan mazhab (ajaran) mereka, maka ini adalah kekufuran dengan ijma.” [Nawaqidul Islam poin ke-3].
Sebagai pedoman dalam kehidupan sehari2 bahwa Islam sesungguhnya sangat toleran, cukuplah kita berpegang pada ayat ini:
لا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم إن الله يحب المقسطين
“Allah tiada melarang kamu untuk BERBUAT BAIK dan berlaku ADIL terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahah: 8).
Bila ada segelintir orang yang dianggap kurang atau tidak toleran, bukankah itu wilayah dakwah kita juga yang harus diluruskan; bukannya mencari kambing hitam pada penafsiran istilah “kafir”; “bahwa penggunaan istilah kafir mengandung kekerasan teologis, sehingga harus ditafsirkan-ulang. Hal tersebut adalah pendapat yg jelas2 sebuah akrobat Logika Absurd.
Subhannallah……… Apakah kurang banyak yang hrs ditafsir ulang ? Sudah terjadi Islam Rahmatan Lil’alamin menjadi Islam Nusantara
Kemungkinan bisa terjadi ada lagi tafsir ulang bahwa Syaiton/Setan/Iblis, karena sebutan itu menakutkan, ditafsir ulang agar tdk menakutkan, Setan/Shaiton/Iblis ditafsir ulang menjadi : NON MALAIKAT!
Subhannallah……… Apakah kurang banyak yang hrs ditafsir ulang ? Sudah terjadi Islam Rahmatan Lil’alamin menjadi Islam Nusantara
Kemungkinan bisa terjadi ada lagi tafsir ulang bahwa Syaiton/Setan/Iblis, karena sebutan itu menakutkan, ditafsir ulang agar tdk menakutkan, Setan/Shaiton/Iblis ditafsir ulang menjadi : NON MALAIKAT
*Kafir _berasal dari kata_ Kafara _yang berarti tertutup_*. Sesuatu yang tertutup bisa dibuka
Jangan panggil Kafir, panggil non-Muslim saja !, ucapan yg lagi banyak diperbincangkan orang akhir-akhir ini.
Baiklah……… . Kata ini sebenarnya jauh dari kesantunan dan kasih sayang.
“Muslim” berasal dari kata “Islam” yang juga berasal dari kata “Salam“.
“Salam” bisa diartikan “damai” atau “selamat“.
Untuk itu, non-Muslim”_ berarti _”orang yang tidak damai”_ atau _”tidak selamat!
Ketika kemudian, memanggil mereka yg belum beragama Islam dengan sebutan KAFIR,sebenarnya jauh lebih santun dan terhormat_ ( karena bisa jadi mereka suatu saat akan menjadi Muslim yg ( selamat ) , dari pada sebutan NON MUSLIM ( Tidak selamat/ celaka )
Fahamilah sesungguhnya rakyat Indonesia mendambakan wujud konkret bahwa : Damai di bumi, damai dihati…… Damai itu indah di bumi NKRI
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in : 19530430 TITIK
Penulis: Awang Dadang Hermawan Pemerhati Intelijen, sosial politik dan SARA