KUNINGAN (MASS) – Masalah biaya pembuatan sertifikat tanah gratis yang menyebut-nyebut nama institusinya, membuat Kepala Kejaksaan Negeri Kuningan, Adhyaksa Darma Yuliano MH angkat bicara. Ia membantah telah mengeluarkan surat pernyataan atau surat apapun kaitan dengan program tersebut.
“Engga ada kaitannya dengan kejaksaan mengenai pengurusan persuratan sertifikat di BPN, yang sekarang PTSP itu. Yang saya tahu itu gratis. Kalau bayar itu untuk apa?,” tegas Adhyaksa kala dikonfirmasi kuninganmass.com, Jumat (25/1/2019).
Saat Kades Cikeusal Kecamatan Cimahi menyebut surat pernyataan kejaksaan, pihaknya memandang perlu untuk melakukan pengecekan. Suratnya seperti apa dan apa pernyataannya. Kemudian surat tersebut ditandatangani oleh siapa. Yang jelas dirinya menegaskan kejaksaan tidak ada kaitannya dengan pembuatan sertifikat tanah gratis.
“Pengukuran itu gratis. Yang saya tahu, kalau urusannya sama BPN, semua gratis. Yang rawan itu dokumen-dokumen pendukung dari pembuatan sertifikat itu. Mungkin ada surat dari kades. Mungkin ada surat dari kecamatan. Itu yang rawan,” jelasnya.
Beda dengan pembelian materai, Adhyaksa berkata itu diluar hitungan gratisnya. Namun kembali dirinya menegaskan, kaitan dengan kegiatan hak atas tanah yang ada di BPN, anggaran sudah disiapkan oleh negara.
“Pokoknya kaitan dengan kegiatan hak atas tanah yang ada di BPN, baik pengurusan administratifnya, apanya, itu gratis karena sudah disiapkan oleh negara,” tandasnya.
Adhyaksa melanjutkan, biaya Rp250 ribu itu perlu diperjelas pengalokasiannya. Kalau alasan untuk materai, itu menjadi urusan internal mereka. Namun yang menurutnya rawan, hal-hal yang diluar BPN.
baca juga : https://kuninganmass.com/government/sertifikat-tanah-gratis-biayanya-cuma-rp250-ribu/
“Kalau desa nyiapin makan minum, terserahlah. Tapi kalau alasan untuk sosialisasi, ada biayanya itu (sudah teralokasikan). Begitu juga untuk cetak buku sudah teranggarkan. Untuk mengukur juga ada tender, pihak ketiga yang melakukannya sampai detil,” jelas Adhyaksa.
Yang jadi masalah, imbuhnya, terdapat syarat yang berkaitan dengan desa, kecamatan atau masyarakat sekitar. Sedangkan kaitan dengan BPN, saat berkas masuk ke BPN maka semuanya gratis.
“Yang diluar itu harus disiapkan oleh pemohon. Biasanya dikoordinir nih. Yang rawan itu disitu. Alesan untuk ini untuk itu tapi akhirnya untuk perut sendiri,” ucapnya.
Mengenai tindaklanjut, Adhyaksa perlu melihat dulu permasalahan dan adakah pihak yang dirugikan. Meski angka Rp250 ribu relatif kecil namun ketika pembuatnya 100 orang maka menurut dia jadi lumayan. Terlebih sampai 1000 orang.
“Nanti kita lihat dulu. Kalau ada pungli, punglinya di mana. Ada yang ngeluh gak, siapa yang melaporkan,” ujar dia.
Adhyaksa lebih memilih untuk mengedukasi masyarakat. Kembali ia menjelaskan, setelah masuk surat permohonan ke BPN maka semuanya gratis. Hanya dalam pelengkapan persyaratannya itu kerawanannya.
“Yang biasanya dimanfaatin orang. Atau karena males, nyuruh orang lain, disitulah nanti dimanfaatin orang. Jadi mendingan mengedukasi masyarakat saja, agar jangan ada orang yang manfaatin,” pungkasnya. (deden)