KUNINGAN (MASS) – Menyikapi Raperda RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) yang terkatung-katung, Ketua DPRD Rana Suparman SSos angkat bicara. Ia mengatakan, pimpinan dewan wajar kalau berhati-hati terutama menyangkut persoalan hukum.
“Bagi saya dan unsur pimpinan dewan, bukan menghambat. Materi (hasil pembahasan) dari pansus pun belum datang ke kami kok sudah vonis pimpinan. Wajar kalau pimpinan hati-hati karena pengen selamat juga. Coba kalau RDTR ada yang bersinggungan dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah),” kata Rana.
Politisi PDIP ini membenarkan jika Perda RTRD tidak berlaku surut apabila disahkan. Sejak Perda tersebut ditetapkan baru akan berlaku. Tapi ketika Perda yang dibuat ternyata melegitimasi ketidaktaatan pada Perda sebelumnya, maka pihaknya wajib untuk berhati-hati.
“Masa hati-hati gak boleh. Jaman pak Harto saja yang dulu mencekam, gak seperti ini. Masa sekarang sudah era reformasi seperti ini. Hati-hati gak boleh, perhitungan gak boleh. Mencoba menjaga marwah idealism gak bolah. Terus harus gimana? Dulu kan kita ngalamin gimana ditindas,” ucapnya.
Rana mengajak untuk menikmati era keterbukaan saat ini dengan saling menghargai fungsi dan idealisme masing-masing.
Ia menegaskan kembali, pimpinan dewan belum menerima apa-apa dari pansus melainkan baru bersifat koordinatif saja. Itu karena dokumen belum lengkap dan perbaikan yang diminta belum dipenuhi pansus dan mitra kerjanya.
“Kerja aja dulu. Tidak harus terpaku tanggal 22 Agustus. Ini wilayah pembahasan kita kok jadi kaya disandra begini. Seperti mau apa,” ketus Rana.
Pansus pun, imbuhnya, mengaku belum sempat secara utuh bertemu dengan para kepala dinas. Tak heran jika pansus belum bisa memberikan keyakinan ketika bertemu dengan kadis selaku penentu kebijakan saja sulitnya minta ampun.
“Lalu setelah dewan sulit ketemu kadis, dewan yang dipojokin? Jangan terlalu berlebihan lah. Kami, saya khususnya, tidak mau dituduh oleh generasi yang akan datang sebagai pelaku penyelenggara pemerintahan era sekarang yang merusak tatanan,” tandasnya.
Menurut Rana, wajar kalau berhati-hati. Sebab Perda tersebut akan berlaku 20 tahun kedepan, per5 tahun dievaluasi. Kuningan mau diperlakukan seperti apa, ditentukan pada hari ini.
Dirinya jadi ketua DPRD itu, kata Rana, bukan pemilik DPRD. Ia hanya mendapat amanah untuk memegang tampuk pimpinan dewan yang harus dipertanggungjawabkan kedaulatannya, tugas dan fungsinya kepada generasi yang akan datang.
“Saya hanya diamanahi. Engga boleh pergunakan lembaga ini sekehendak sendiri. Gak begitu. Saya bukan pemilik DPRD,” tegas pria asal Bayuning Kadugede ini.
Pada saat paripurna LKPJ masa akhir jabatan bupati, Rana tidak hadir. Ketidakhadirannya lantaran bertepatan dengan acara pramuka dimana dia menjabat ketua Kwarcab Pramuka Kuningan.
“Gak enak, sudah sejak Jumat dijadwalkan. Sudah 2 kali mundur kegiatan pramukanya. Gak ada masalah kok (dengan H Acep Purnama). Masa saya abis-abisan bantu pak Acep jadi bupati, dianggap mengganggu, aneh,” ucapnya.
Saat ketikhadirannya pada paripurna LKPJ masa akhir jabatan bupati dipandang negatif, Rana mengajak untuk berempati.
“Yang menyikapinya coba tukar posisi. Rana dipojok-pojokin, lalu disuruh gegabah nyemplung ke persoalan hukum, mau nolong? Nanti saya diketawain orang. Ya hati-hati kan perlu. Saya ini pakai prinsip kesundaan. Asak-asak nyangu sing tutung tembagana, kudu laer aisan, kudu landung kandungan,” pungkas Rana. (deden)