KUNINGAN (MASS) – Ada yang menarik pada perayaan Hari Jadi Kuningan ke 525, terutama kisah inspiratif para penerima Kuningan Award, satu diantaranya adalah Tokoh atau Aktivis Sosial; peraihnya adalah Lukman Mulyadi.
Penulis tergerak membuat semacam informasi tambahan tentang kiprah, fakta dan momentum kepemimpinan sosial. Penulis menganggap momentum ini harus dibantu untuk dikapitalisasi menjadi modal perjuangan, pembelaan dan keberpihakan semua pihak untuk membantu saudaranya yang saat ini mengalami gangguan jiwa.
Ini melampaui problem kita yang lain, yaitu miskin ekstrim. Ini cerita riil tentang seorang manusia yang ada tapi dianggap tidak ada, bahkan ditiadakan karena dianggap menjadi semacam beban untuk keluarga, masyarakat banhkan mungkin negara. Meski ada yang masih mendapat perlakuan sangat layak dan atau manusiawi, tapi mayoritas mereka mengalami hidup yang begitu sulit bahkan tragis.
ODGJ atau Orang Dengan Gangguan Jiwa adalah satu entitas Penyandang Disabilitas Mental (PDM), beberapa orang diantara kita yang dianggap memiliki keterbatasan dan atau ketidakberdayaan (dipable /disabilitas) secara mental atau kejiwaan. Kategori gangguan jiwa menurut WHO sendiri adalah; depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, psikosis, demensia dan gangguan perkembangan.
Kesehatan jiwa atau kesehatan mental mengutip wikipedia.org adalah tingkatan kesejahteraan psikologis atau ketiadaan gangguan jiwa. Kesehatan jiwa terdiri dari beberapa jenis kondisi yang secara umum dikategorikan dalam kondisi sehat, gangguan kecemasan, stress dan depresi.
Kesehatan jiwa yang baik adalah kondisi ketika batin kita berada dalam tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Orang yang kesehatan jiwanya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati (mood), kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada prilaku buruk. (sumber promkes.kemenkes.go.id)
Momentum Peduli
Menurut data WHO, pada tahun 2012, tidak kurang 450 juta orang di dunia menderita gangguan jiwa. Dan pada tahun 2016 terdata ada 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena gangguan bipolar serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Dinamika geopolitik, resesi ekonomi, konflik bahkan perang dibeberapa titik dunia serta suasana kejiwaan pasca pandemi covid tentu jumlah pendirita gangguan jiwa akan sangat berlipat.
Di Indonesia, DKI jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah penderita gangguan jiwa tertinggi. Namun di Jawa Tengah umpamanya menurut data, terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa yang meningkat pesat dari tahun ke tahun, hal yang sama disinyalir terjadi dibeberapa provinsi lainnya.
Di Kabupaten Kuningan sendiri ada lebih dari 2.000 an orang tercatat penderita ODGJ. Up date angka ini bisa bertambah lagi karena masih banyak keluarga yang anggota keluarganya mengalami ODGJ tidak melaporkan ke puskesmas terdekat karena berbagai alasan.
Masalah kejiwaan adalah masalah kita, semua kita bisa mengalaminya, bisa menjadi penderitanya, dengan intensi dan level berbeda. Bila tidak menjadi ODGJ pada skala gangguan jiwa berat, kita bisa masuk skala medium yaitu menjadi ODMK atau orang dengan masalah kejiwaan. Sehingga berusaha menjaga atau memelihara diri dan lingkungan agar senantiasa sehat adalah sebaik-baiknya upaya bersama agar tidak masuk dua kategori tadi.
Inilah urgensi momentum penghargaan ini, tidak sekedar penghargaan atas kiprah seorang Lukman Mulyadi yang sudah memulainya dengan baik secara kongkrit, tapi lebih dari itu hadirnya kesadaran kolektif kita untuk turut membantu dan menolong para penyandang disabilitas mental. Sampai hari ini, ODGJ masih sering menerima stigma negatif dan perlakuan diskriminatif di masyarakat umum.
INSPIRASI
Lukman Mulyadi adalah seorang pituin Desa Tambakbaya Kecamatan Garawangi yang sudah malang melintang menjadi aktivis pergerakan. Petualangan panjangnya mencapai satu perenungan yang dalam tentang misi dan aksi perjuangan yang dijalaninya selama ini.
Menurut pengakuannya, terlalu banyak kisah empirik yang dilalui; suka duka, pahit getir, derita nestapa, pun beragam perilaku jahiliyah pernah dijalaninya. Ia berupaya ingin berubah dan mengganti masa lalunya.
Saking menyesal dengan masa lalunya, ia mencari segmen masalah di masyarakat yang cukup sulit, beresiko, dihindari banyak orang serta kurang mendapat pembelaan dan kepedulian. Ia berharap dengan begitu ia bisa memperoleh doa terbaik dari mereka.
Dalam keyakinannya kini; aktivis sejati adalah pencipta solusi, penyelesai masalah dengan tekun dan sungguh-sungguh. Bukan mentransaksikan solusi apalagi masalah. Setelah merenung, berdiskusi dan konsultasi dengan banyak pihak, Lukman merasa kepedulian sosial adalah panggilan jiwanya yang terbesar. Meski ia tidak akan memilih-milih orang lemah yang harus dibantunya, namun PDM terutama ODGJ dipilih menjadi konsen dedikasinya.
Ia faham bahwa membantu ODGJ harus dijalani secara tulus, proporsional bahkan profesional. Ia pun pada tahun 2019 membentuk Yayasan Rumah Antara Graha Berdaya sebagai sarana untuk mewujudkan kepeduliannya.
Selain menjadi ketua Yayasan, Lukman Mulyadi saat ini menjadi Kepala Desa Tambakbaya Kecamatan Garawangi. Yang menarik adalah bahwa salah satu yang memotivasi secara kuat mau maju menjadi kepala desa atau kuwu adalah obsesinya membantu memfasilitasi PDM untuk mendapat akses kesehatan dan sosial. Karena merunut pada pengalamannya, PDM sering disalahpahami sehingga dianggap sebagai beban atau aib keluarga dan masyarakat.
Dibeberapa kasus PDM tidak tercantum dalam KK dengan sengaja atau tidak sehingga kesulitan memiliki KTP, padahal KTP dan KK adalah administrasi kependuukan dasar yang harus dimiliki warga Negara serta mendapatkan program bantuan pemerintah. Desa seringkali kurang responsive memfasiltasi keperluan ini. Dan kini, setelah menjadi kepala Desa, Desa Tambakbaya bahkan menjadi Desa percontohan nasional pada program Desa Inklusi Kemendes.
Jalin SINERGI, Hadirkan SOLUSI
Menyelesaikan masalah ODGJ bukanlah perkara mudah. Harus banyak yang terlibat dengan serius dan level kepedulian tinggi. Bukan sekedar di tataran konsepsi, namun juga langkah aksi dan SDM yang terampil dan memadai. Niscaya bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah.
Secara normatif program kegiatan yang ada tinggal diefektifkan; promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dimana proses edukasi kesehatan jiwa termasuk ganggung jiwa serta Penyandang Disabilitas Mental (PDM) lebih masif dilakukan kepada masyarakat umum terutama keluarga PDM. Karena keluargalah pihak pertama yang bisa menolong bahkan menyembuhkan PDM.
Selanjutnya masyarakat menjadi lingkungan eksternal terdekat yang bisa memberikan dukungan signifikan. Kemudian kesigapan pemerintah desa, puskesmas terdekat, Dinas sosial serta Rumah sakit akan menjadi penyokong selanjutnya pada tahapan kuratif dan rehabilitatif. Secara birokratik ini adalah wilayah Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial di lingkup Pemda Kuningan.
Menurut Lukman, dengan fakta saat ini jumlah ribuan PDM dan bisa terus bertambah banyak maka kerjasama dan tanggungjawab semua pihaklah solusinya. Tidak saling mengandalkan dan tidak saling menyalahkan tapi memadukan. Itulah mengapa LKS Graha Berdaya memiliki motto: Jalin Sinergi, Hadirkan Solusi. Keluarga, masyarakat, pemerintah, relawan, kampus, lembaga sosial, dermawan harus bersinergi bahu membahu membantu masalah ODGJ dari hulu hingga hilir.
Atas penghargaan yang diterimanya, Lukman sangat terharu dan berterima kasih atas apresiasi yang diberikan meskipun ia mengaku kontribusi yang diberikan belumlah banyak.
“Saya dedikasikan penghargaan ini terkhusus kepada para keluarga PDM yang bersabar dalam waktu yang lama membersamai anggota keluarganya, para relawan dan para penggiat sosial yang berpikir dan berbuat nyata untuk para PDM dimanapun berada,”.
“Semoga langkah kecil yang kami lakukan bisa menggerkan banyak pihak untuk berkenan terlibat membantu saudara saudara kita yang menjadi PDM,” tutur Lukman.
Selamat Hari Jadi Kuningan ke 525,
Semoga senantiasa menjadi tempak terbaik
untuk sama-sama kita huni dan berbagi peduli.
Penulis : Iman Priatna Rahman
Penggiat Pemberdayaan Masyarakat & Desa