KUNINGAN (MASS) – Negara Indonesia terletak diantara benua Asia dan Australia, diapit oleh dua samudera dan dilewati garis khatulistiwa, menjadikan Negara Indonesia menjadi negara dengan beriklim tropis dengan lebih dari 17.000 pulau di dalamnya. Sumber daya alam yang melimpah di kawasan beriklim tropis dapat membuat negara Indonesia menjadi negara yang cocok untuk melakukan kegiatan pertanian, tanah yang subur dan memiliki kontur yang bagus serta gembur, dan curah hujan yang tinggi menjadikan iklim tropis cocok untuk melakukan kegiatan pertanian.
Petani milenial adalah gerakan regenerasi usia dikalangan para petani yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Petani milenial memiliki umur berkisar 19-39 tahun. Menurut Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi, jumlah petani Indonesia pada tahun 2020 ada sekitar 33 juta jiwa. Dari jumlah itu, terdapat hanya 29% petani yang usianya kurang dari 40 tahun, atau termasuk dalam usia petani milenial. Kurangnya minat menjadi petani di usia milenial tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor, contohnya anggapan bahwa menjadi petani itu kotor dan panas-panasan di sawah, modal yang harus dimiliki untuk menjadi seorang petani, dan lahan pertanian yang semakin hari semakin menyempit karena banyak tergerus oleh pembangunan hunian dan transportasi.
Banyak Universitas yang menyediakan jurusan pertanian harusnya mendorong minat para pelajar untuk meneruskan tongkat estafet pertanian di Indonesia. Belajar dari perguruan tinggi mengenai informasi dan teknologi pertanian dan mengaplikasikannya dalam membangun pertanian di negara ini agar menjadikan Indonesia sebagai negara yang sukses dalam usaha untuk terus menjaga swasembada pangan tiap tahunnya.
Smart farming merupakan implementasi dari penerapan teknologi yang semakin hari semakin maju dan dapat di kolaborasikan dengan dunia pertanian. Lebih mudah nya smart farming ini merupakan teknologi yang bisa membantu petani dalam meningkatkan hasil panen secara kualitas dan kuantitas, khususnya petani milenial yang sudah mengerti dengan teknologi terbarukan. Contoh dari smart farming ini antara lain penyiraman otomatis drone sprayer (drone penyemprot pestisida dan pupuk cair), drone surveillance (drone untuk pemetaan lahan), soil and weather sensor (sensor tanah dan cuaca), Internet of Things (IoT), dan sistem pertanian hidroponik.
Penyiraman pupuk menggunakan drone itu memudahkan petani, dengan teknologi tersebut petani tidak perlu repot menyemprot hama di sawah dengan menggunakan tangki yang dibawa di punggung yang mempunyai beban yang berat. Drone penyemprot itu berisi cairan insektisida, pestisida, hingga fertilizer atau pupuk cair yang nantinya disemprotkan di atas lahan pertanian secara otomatis dengan menggunakan drone yang petani control dari jarak jauh menggunakan alat seperti remot control.
Tidak hanya drone yang bisa digunakan di smart farming ini, ada teknologi bernama soil and weather sensor (sensor tanah dan cuaca). Metode ini jelas akan membantu petani milenial dalam menentukan langkah untuk kelangsungan lahan pertaniannya. Data yang didapatkan dari aplikasi sensor ini seperti kelembaban udara, tanah, suhu, Ph tanah, kadar air, curah hujan, hingga kecepatan angin. Dari data tersebut petani dapat menimbang jenis variasi apa yang akan ditanam, pupuk apa yang harus diaplikasikan agar hasil panen tersebut menjadi optimal baik dari kualitas maupun kuantitas.
Smart farming yang berbasis Internet of Things memungkinkan petani mengurangi limbah, dan meningkatkan jumlah produksi, mengurangi penggunaan obat-obatan kimia yang berlebihan. Pertanian berbasis Iot ini memungkinkan petani milenial untuk memantau ladang tanamanya dari mana saja. Sistem Iot ini dibangun untuk memantau ladang tanaman dengan bantuan sensor.
Sistem pertanian hidroponik sendiri merupakan pertanian yang digunakan tanpa menggunakan banyak memakan lahan. Hidroponik sendiri perawatannya cukup mudah meskipun kontrolnya harus benar-benar teliti khususnya pada nutrisi untuk tanaman tersebut. Hidroponik sendiri cenderung lebih sehat karena tidak mengandung pestisida, dan dapat langsung dipasarkan ke konsumen. Dari segi onfarm saat ini yang sedang dikembangkan baru sedikit karena minimnya sumber daya manusia yang bisa melakukan hal tersebut, karena itulah dibutuhkan peranan petani milenial yang inovatif.
Dari segi off farm atau industri pertanian hilir banyak sekali peluang yang bisa diraih bagi para petani milenial ini. Contohnya membuat startup pertanian yang saat ini banyak bermunculan di kalangan petani milenial. Startup pertanian sendiri bisa diartikan sebagai industry perusahaan rintisan yang menggunakan teknologi jenis apa pun guna membantu proses produksi maupun penjualan.
Satu contoh industri smart farming yang sukses dalam pemasaran secara inline adalah Sayurbox. Sayurbox sendiri merupakan situs belanja sayuran dan buah-buahan yang dikelola secara online.
Sebagai contoh negara yang sukses dalam mengembangakan teknologi smart farming sendiri yaitu Negara China. Inovasi tersebut merupakan produk smart farming yang dimiliki oleh perusahaan Sanan Sino-Science yang terletak di Anxi, Provinsi Fujian, China. Luas pertaniannya mencapai 5000 m2, satu hari bisa memanen hingga 10 ton sayuran segar. Sanan Sino-Science adalah perusahaan yang mempopulerkan system smart farming dan yang dijuluki sebagai pertanian vertikal terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai satu hektar.
Salah satu keunggulan dari smart farming yang dilakukan oleh perusahaan tersebut ialah waktu panen sayuran yang hanya memerlukan waktu 18 hari untuk varietas kecil dan 35 hari untuk varietas besar, sedangkan pertanian konvensional memerlukan waktu 40-60 hari.
Smart farming tersebut memakai sistem yang bisa mengatur suhu, sumber air, kelembapan udara, nutrisi, dan LED tipe Grow Light khusus yang bisa menggantikan sinar matahari. Cahaya yang berasal dari LED khusus membantu proses fotosintesis pada tumbuhan karena LED menyala pada temperatur yang lebih dingin. Metode ini lebih menguntungkan apalagi di lingkungan padang pasir, pegunungan, atau kota besar.
Perkara yang tidaklah gampang untuk merancang sebuah sistem, apalagi sistem tentang smart farming yang erat kaitannya dengan kegiatan di luar ruangan. Transisi dari petani yang sudah mempunyai usia diatas 40 tahun dengan para petani milenial yang ingin mengembangkan teknologi tidaklah mudah. Tantangannya adalah bagaimana cara petani milenial mampu membuat sebuah sistem pertanian modern yang bisa membuat hasil pertanian tersebut lebih optimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Para petani milenial dituntut untuk bisa menggunakan teknologi dalam proses penanaman dan penjualan hasil dari pertanian itu sendiri. Dengan demikian peranan petani milenial dalam sistem pertanian smart farming sangatlah besar, tinggal bagaimana cara petani milenial tersebut menemukan cara agar mereka mampu melakukan kegiatan smart farming tersebut. Semakin banyak petani milenial, maka semakin terbuka pula pikiran masyarakat Indonesia bahwasannya menjadi petani bisa sukses dan tanpa harus kotor di sawah.
Penulis : Rahmat Subagja
Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta