KUNINGAN (MASS) – Setiap angka statistik menyimpan kisah. Termasuk angka kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat untuk tahun 2024. Angka itu bukan sekadar persentase, tetapi cermin kesejahteraan, efektivitas kebijakan, dan wajah riil kehidupan masyarakat di berbagai daerah. Uniknya, data kemiskinan tersebut hadir di tengah transisi kepemimpinan pasca Pilkada 2024. Kini, banyak daerah di Jawa Barat dipimpin oleh kepala daerah baru dengan semangat perubahan dan janji penurunan angka kemiskinan. Akankah mereka mampu menepati janji?
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat telah merilis data resmi kemiskinan terbaru yang mencatat sembilan kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin tertinggi pada tahun 2024. Data tersebut mencerminkan kondisi sepanjang satu tahun terakhir dan menjadi tolok ukur keberhasilan berbagai program sosial dan ekonomi.
7 Daerah dengan Penduduk Miskin Tertinggi di Jawa Barat Tahun 2025:
1. Kabupaten Indramayu: 11,93%
2. Kabupaten Kuningan: 11,88%
3. Kota Tasikmalaya: 11,10%
4. Kabupaten Majalengka: 10,82%
5. Kabupaten Bandung Barat: 10,49%
6. Kabupaten Tasikmalaya: 10,23%
7. Kabupaten Cianjur: 10,14%
Data itu menunjukkan, Kabupaten Indramayu masih menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi, disusul sangat ketat oleh Kabupaten Kuningan. Meski terdapat sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, angka tersebut tetap menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan langkah konkret menekan kemiskinan.
Hal menarik lainnya, data tersebut hadir hanya beberapa bulan setelah pelaksanaan Pilkada Serentak yang membawa wajah-wajah baru pemimpin di sejumlah daerah. Termasuk di antaranya adalah Kabupaten Kuningan, Majalengka, dan Bandung Barat, yang kini menantikan gebrakan dari kepala daerah baru hasil pilihan rakyat.
Kondisi itu membuka ruang analisis, bagaimana pemimpin baru merespons angka kemiskinan yang menjadi “pekerjaan rumah” besar? Apakah mereka akan menguatkan program jaring pengaman sosial, membuka lebih banyak lapangan kerja, atau justru berani membuat terobosan kolaboratif dengan sektor swasta dan komunitas?
Jika tidak segera diintervensi dengan kebijakan yang tepat sasaran dan berbasis data, maka daerah-daerah dengan angka kemiskinan di atas 10% akan terus tertinggal. Di sisi lain, ini juga menjadi momentum bagi pemimpin baru untuk menunjukkan komitmen dan kemampuan mereka dalam membenahi kondisi ekonomi rakyat.
2025 merupakan tahun uji nyali para pemimpin baru di Jawa Barat. Jika berhasil menurunkan kemiskinan secara signifikan, maka bukan hanya grafik BPS yang berubah, tetapi juga kepercayaan masyarakat yang akan tumbuh. (argi)
