Imam Sufyan al-Tsauri rahimahullah (wafat 161 Hijrah) berkata:
يأتي على الناس زمان تموت فيه القلوب ، وتحيا الأبدان
Akan datang kepada manusia suatu zaman yang ketika itu HATI manusia menjadi mati sementara badan-badan mereka masih hidup.’
(Hilyah al-Awliya’, Abu Nuaym).
Inilah zamannya, apabila manusia mungkin berbicara dengan fasih akan pelbagai ilmu dan hujah, namun jiwanya jauh dari Allah dan kosong dari nikmat ukhuwah dan taqwa.
Benarlah kata seorang Salaf:
ان اقواما موتى تحيا القلوب بذكرهم وان أقواماً أحياء تعمى الأبصار بالنظر إليهم
“Betapa ramai orang shaleh yang telah mati dapat menghidupkan hati dengan mengingati mereka, dan sungguh betapa pula ada orang yang masih hidup namun dapat membutakan mata hati kita dengan hanya melihat kepada mereka.”
(Sifatus Sofwah, Ibn Jauzi).
Berkata seorang tabi’in yang bernama Imam Abu Hazim Al-Asyja’iy rahimahullah (wafat 100 hijrah):
إذا كنت في زمان ترضى فيه من العلم بالقول، ومن العمل بالعلم، فأنت في شرّ زمان وشر أناس
‘Apabila kamu berada dalam zaman dimana manusia menerima bahawa ilmu itu cukup dengan sekadar ucapan dan memiliki ilmu itu dianggap sudah cukup sebagai beramal, maka sesungguhnya kamu berada dalam zaman yang paling buruk.’
(Tarikh Dimasyq, Ibn Asakir).
1. ترضى فيه من العلم بالقول
Menerima dan meridhai bahwa ilmu itu cukup dengan sekadar ucapan, maksudnya orang menganggap bahwa menjadi seorang yang berilmu bermaksud dia boleh bercakap tentang agama.
Sedangkan para Salaf dahulu, menganggap seseorang yang berilmu ialah mereka yang sudah mengamalkan ilmunya, bukan sekadar pada ucapan, tetapi ilmu ialah apabila kamu takut pada Allah dan beramal dengan apa yang kamu tahu.
Inilah yang disebut oleh Salaf seperti yang diriwayatkan dari Imam Fudhail bin Iyadh rahimahullah yang menyebutkan bahwa:
لا يزال العالم جاهلاً بما علم حتى يعمل به, فإذا عمل به كان عالما
‘Seorang alim itu masih dianggap jahil (bodoh) apabila dia belum beramal dengan ilmunya. Apabila dia sudah mengamalkan ilmunya maka barulah dia menjadi seorang yang benar-benar alim. (Iqtidha’ al-‘ilm al-‘Amal, Khatib al-Baghdadi).
2. ومن العمل بالعلم
Menerima dan menganggap bahwa amal itu sudah cukup dengan sekadar memiliki ilmu, maka kita akan mendapati bahwa orang sudah berpuas hati dengan mengetahui sesuatu perkara tetapi tidak mengamalkannya.
Mereka menganggap bahwa memiliki ilmu itu sudah merupakan amalan dan mencukupi. Sedang hadits yang sahih menyebutkan bahwa tidaklah akan beranjak kedua kaki anak Adam pada Hari Kiamat sehingga dia ditanya tentang empat perkara, yang salah satunya ialah:
وعن عِلمِهِ ماذا عَمِلَ فيهِ
‘Dan tentang ilmunya, apakah yang sudah dia amalkan? (Riwayat al-Tirmidzi dan Ibn Hibban).
Kita sedang berada dalam zaman yang disebutkan oleh Imam Abu Hazim RA ini:
Ada orang yang merasa sombong karena merasa berilmu atau hebat dakwahnya. Dia ada maklumat tetapi dia sebenarnya bukan ‘alim. ‘Alim ialah mereka yang bukan sekadar memiliki maklumat tapi yang mempunyai hakikat ilmu dan takut kepada Allah SWT. Sebagai seorang pendakwah, tugas yang paling susah ialah untuk menyadarkan diri kita sendiri bahwa kita tidak lebih baik dari orang yang kita dakwahi.
Lidah kita ‘mudah’ mengatakan sesuatu pada orang lain tetapi telinga kita tidak pula ‘mudah’ menerima apa yang dikatakan orang lain.
Untuk semua itu kita bersama perlu memahami Mengapa kedudukan Pntingnya TAQWA SAMPAI DISEBUT 115 KALi DALAM AL QUR’AN ?
Agar Hati Tidak Membatu
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.”
(al-Fawa’id, hal. 95).
Allah Ta’ala Berfirman (yang artinya): _“Sungguh celaka orang-orang yang berhati keras dari mengingat Allah, mereka itu berada dalam kesesatan yang amat nyata.”_
(QS. az-Zumar: 22).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Maksudnya, hati mereka tidak menjadi lunak dengan membaca Kitab-Nya, tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, dan tidak merasa tenang dengan berzikir kepada-Nya”.
“Akan tetapi hati mereka itu berpaling dari Rabbnya dan condong kepada selain- Allah Arrahmaani Arrahiimi….”.
(Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 722).
Semoga Allah menerima Amal ibadah kita. Aamiin.
Hadanallahu Waiyyakum Ajma’in 19530430 TITIK
Penulis: Awang Dadang Hermawan (Ketua DPC PBB Kab. Kuningan)