KUNINGAN (MASS) – Pernyataan seorang Akademisi, Suwari Akhmaddhian membuat Ketua F-Golkar, H Yudi Budiana tersinggung. Salah satunya, kalimat ‘mengganggu konsentrasi BK’ yang dilontarkan oleh Suwari.
“Saya prihatin dan tersinggung dengan pernyataan seorang akademisi sdr. Suwari Akhmaddhian dan tentunya saya ragu akan integritas akademiknya yang saya pahami antara lain honesty (kejujuran), respect (menghargai) dan humble (rendah hati),” ujar Yudi dalam press releasenya, Jumat (23/10/2020).
Menurut mantan ketua DPD Golkar Kuningan tersebut, ada nuansa tendensius dari ucapan Suwari. Seperti ungkapan ‘mengganggu konsentrasi BK’, Yudi menegaskan bahwa dirinya mengapresiasi kinerja BK dan tidak ada niatan mengintervensi BK.
“Saya tidak ada niatan mengintervensi BK akan tetapi lebih kepada mengkritisi kinerja lembaga Banmus yang merekomendasikan dibawa ke rapat paripurna,” tandasnya.
Pernyataan ‘menyalahkan semua anggota DPRD termasuk Ketua Fraksi Golkar yang abai terkait tata beracara BK dikarenakan isinya tidak komprehensif’ pun membuatnya tersinggung.
“Perlu diketahui Peraturan Tata Beracara BK ditetapkan tanggal 27 Desember 2018 berarti anggota Dewan periode 2014 – 2019 sementara saya bukan anggota periode tersebut termasuk temen-temen yang lain,” kata Yudi.
Dari aspek legalitas, imbuhnya, peraturan Tata Beracara adalah memang sah karena dibentuk berdasarkan Peraturan DPRD yaitu untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban DPRD yang diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
“Saya meluruskan landasan hukum yang dipakai Undang-undang 14 Tahun 2014 yang benar adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014,” ucap Yudi.
Secara hierarki, sambung Yudi, tidak mungkin Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 terkesan bertentangan dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MD3.
Menurutnya, dalam UU tersebut mengatur tentang BK lebih kurang 7 Pasal dan diatur kembali dalam PP No. 12 Tahun 2018 yang merupakan atributif dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah.
“Saya pun mempertanyakan Pasal atau ayat mana yang terkesan bertentangan sementara di Pasal 192 UU No. 23 Tahun 2014 pun isinya sama dengan Pasal 63 PP No. 12 Tahun 2018 menyatakan ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat, penjatuhan sanksi, dan tata beracara badan kehormatan diatur dalam Peraturan DPRD tentang tata beracara badan kehormatan’,” paparnya.
Kalaupun dalam Peraturan DPRD tentang Tata Bercara tidak diatur maka menurut Yudi, berlaku Peraturan Pemerintah tersebut. Jadi salah kalau BK tidak ada kewajiban melaporkan hasil putusannya ke rapat paripurna sementara PP mengatur.
“Karena secara hierarki posisi kedudukan Peraturan DPRD dibawah Perda Propinsi, Perpres, dan Peraturan Pemerintah, artinya peraturan yang rendah tidak boleh bertentangan yang lebih tinggi,” tukasnya. (deden)