CIAWIGEBANG (MASS) – Warga Desa Cigarukgak “duduki” Aula Desa meminta transparansi terkait dugaan penyalahgunaan dana desa, Rabu (5/2/2025) malam pukul 20.00 WIB. Aksi tersebut dipicu oleh ketidakjelasan penggunaan anggaran yang diduga telah diselewengkan oleh oknum perangkat desa.
Selain itu ada beberapa pekerjaan yang belum dikerjakan seperti stempel rumah, warga miskin kpm, penerima manfaat BLT senilai Rp 40 juta, pelatihan petani sekitar Rp 71 Juta yang tidak dikerjakan.
Menurut Firman, anggota forum masyarakat bernama Forkomaci, aksi ini bermula setelah ada beberapa dugaan penyelewengan dana desa. Warga mengetahui adanya rapat tertutup antara Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa (Pemdes). Dalam rapat tersebut, BPD meminta penjelasan kepala desa terkait dugaan penyalahgunaan dana desa.
“Kami forum mendatangi BPD kerumahnya setelah adanya rapat tertutup, kami mempertanyakan hasilnya kepada BPD terkait rapat dengan kepala desa,” ujarnya.
Menurut keterangan Firman, BPD mengungkap bahwa kepala desa sebelumnya telah memBAP oknum perangkat desa yang mengurusi keuangan. Oknum tersebut telah mengakui memakai uang senilai 200 Juta dan siap mengembalikan ditanggal 20 Februari 2025 dan sisanya di bulan Mei 2025.
“Itu yang disampaikan kepada desa ke BPD dan BPD menyampaikan kembali kepada kami,” tuturnya.
Setelah mendengar hal tersebut, kami dari forum meminta difasilitas untuk mengadakan forum di bale desa dengan dihadiri perangkat desa, rt rw, dan masyarakat. Diforum tersebut, forum meminta kaur keuangan mengundurkan diri atau dipecat dan diproses secara hukum.
Kepala desa sebelumnya telah dipanggil oleh pihak kecamatan karena laporan menunjukkan bahwa dana desa di rekening sudah habis, sementara sejumlah proyek belum dikerjakan.
“Kepala desa sendiri mengaku bingung karena tidak tahu-menahu soal dana yang sudah habis, padahal pekerjaan belum selesai. Pihak kecamatan kemudian menekan kepala desa agar segera menyelesaikan proyek-proyek tersebut. Akibatnya, kepala desa meminjam dana dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk membiayai pekerjaan yang belum rampung, termasuk proyek jalan setapak (JUT) senilai Rp130 juta,” jelas Firman.
Namun, saat proyek tersebut diaudit oleh masyarakat dan konsultan, ditemukan bahwa nilai pengerjaan hanya sekitar Rp40 juta, jauh lebih rendah dari anggaran yang Rp 130 juta. Hal tersebut memicu dugaan adanya penggelembungan anggaran.
Dari hasil penelusuran lebih lanjut, diketahui bahwa dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan ternyata telah dipindahkan ke rekening pribadi adik dari kaur keuangan desa.
“Kepala desa sudah melaporkan ke BPD bahwa uang yang seharusnya dikelola oleh kaur desa telah ditransfer ke adiknya. Saat dimintai pertanggungjawaban di depan BPD, kaur keuangan akhirnya mengakui telah menggunakan dana tersebut dan menyatakan siap mengembalikannya,” katanya.
Rohmansyah, Sekjen Forum, menilai adanya ketidakterbukaan dalam penyelesaian kasus ini.
“Rapat di balai desa dilakukan secara tertutup hanya dengan perangkat desa, tanpa melibatkan masyarakat. Ini yang membuat kami curiga ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Apalagi, laporan anggaran 2024 ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) sudah dinyatakan 100% selesai, padahal masih ada proyek yang belum dikerjakan dan baru direncanakan di tahun 2025,” ungkapnya.
Saat forum masyarakat bertemu dengan Ketua BPD, dihadiri Karsadi dan Adi Bule. Dalam pertemuan itu, Karsadi menyatakan ingin menurunkan Kaur Keuangan yang diduga melakukan korupsi.
“Awalnya saya tidak percaya, namun setelah menanyakan ke BPD ternyata memang betul uang yang diduga dikorupsi kaur desa sebesar Rp 200 Juta,” katanya.
Dalam dialog tersebut pihak masyarakat kembali menanyakan uang yang dipakai tersebut.
“Awalnya disebutkan bahwa jumlah dana yang diselewengkan mencapai Rp200 juta, kata BPD. Namun dalam pertemuan semalam, jumlah itu tiba-tiba berubah menjadi Rp94 juta yang harus dikembalikan. Ini yang membuat masyarakat semakin curiga,” ucapnya.
Menurutnya, BPD juga tidak memberikan tanggapan yang jelas terhadap pertanyaan masyarakat dalam aksi demo tersebut.
“Kaur desa sudah mengakui bahwa dana yang dipakai mencapai Rp200 juta, tetapi semalam, yang akan dikembalikan hanya Rp94 juta. Seharusnya BPD protes dan mempertanyakan selisihnya,” tambahnya.
Dalam dialog tersebut, Kaur Keuangan akhirnya menyatakan mundur dari jabatannya. Namun, masyarakat menuntut agar bukan hanya kaur keuangan yang bertanggung jawab, melainkan semua pihak yang terlibat juga harus mundur dan menerima konsekuensinya.
“Kami berharap kejaksaan turun tangan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap kasus ini. Kami akan terus mengawal hingga tuntas,” pungkasnya.
Terpisah, Kepala Desa Cigarukgak, E. Dodi Nur mengungkapkan jika pertemuan semalam bukan demo melainkan audiensi. Ia juga mengatakan, perangkat desa yang dimasalahkan warga sudah mengundurkan diri. Sedangkan kegiatan yang belum, akan segera dikerjakan. (didin/mgg)
![](https://kuninganmass.com/wp-content/uploads/2021/01/logo-1.png)