KUNINGAN (MASS) – Baru-baru ini, viral sebuah video yang menunjukkan seorang PRT (Pembantu Rumah Tangga) mengalami luka lebam yang diduga, akibat disiksa dua majikannya, suami-istri.
Menyikapi hal itu, aktivis perempuan, Nadia Maulida, sarinah GMNI, mengatakan bahwa PRT merupakan suatu profesi yang mana ruang lingkupnya berada didalam rumah tangga.
Urusan tentang rumah tangga, lanjut Nadia, seperti memasak sampai menghidangkan makanan/minuman, mencuci, dan membereskan rumah adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh PRT.
Bahkan di beberapa tempat tidak jarang juga mengasuh anak-anak dan merawat orang yang lanjut usia.
“Menurut data dari ILO (International Labour Organizaton) atau Organisasi Perburuhan Internasional, jumlah PRT sebanyak 4,2 juta yang tersebar dibeberapa wilayah memberikan kontribusi penting dalam hal berfungsinya rumah tangga dan pasar tenaga kerja di Indonesia,” imbuhnya.
Namun, kata Nadia, dalam kenyataannya tidak jarang mereka dikecualikan dari perlindungan dan ketenagakerjaan yang membuat mereka jauh dari standar kerja layak secara serius.
“Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh JALA PRT atau Jaringan Nasional Advokasi Pembantu Rumah Tangga, dimana hasil dari survei yang dilakukan menyatakan lebih dari 400 PRT (pembantu rumah tangga) mengalami beragam tindakan kekerasan sejak tahun 2012 sampai 2021,” terangnya.
Lebih lanjut, hal ini bisa dilihat dari maraknya kasus-kasus penganiayaan terhadap PRT yang ramai sedang diperbincangkan. Salah satu kasus yang baru-baru ini terjadi penganiayaan terhadap PRT yang berasal dari Cianjur, Jawa Barat.
“Korban yang merupakan PRT (pembantu rumah tangga) di Jakarta mengalami tindak kekerasan yang cukup parah, korban juga sempat disiram air cabai hingga disuruh tidur dilantai dengan kondisi tanpa busana sehelai pun. Belum lagi dengan ART asal garut yang di aniaya dan di sekap oleh majikannya. Belum lagi PRT PRT yang masi belum terungkap,” paparnya.
Hal itu, lanjutnya, berbanding terbalik dengan hak dan keawajibannya sebagi seorang PRT (pembantu rumah tangga), yang mana menurut Konvesi ILO, seorang PRT (pembantu rumah tangga) seharusnya mendapatkan hak mengenai promosi dan perlindungan hak asasi manusia, jaminan sosial dan keselamatan.
“Dalam kasus ini pemerintahan seharusnya bertindak dengan cepat dalam pengesahan RUU PPRT (Rancangan Undang Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga). Karena tidak menutup kemungkinan kasus ini bisa terjadi kembali dengan korban yang sama atau berbeda. Dengan disahkannya UU perlindungan PRT ini menciptakan peraturan tertulis yang mampu mengembalikan perhatian terhadap PRT seperti yang tercantum dalam Konvesi ILO,” tegasnya. (eki)