KUNINGAN (MASS) – Akhir-akhir ini publik Kabupaten Kuningan diramaikan dengan polemik mengenai adanya potensi kecurangan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) tahun 2024. Menyikapi hal ini, kecurangan dan pelanggaran pada waktu pelaksanaan Pileg akan tetap ada dan tidak mungkin hilang. Pileg dari waktu ke waktu tidak bisa lepas dari proses kecurangan.
Kecurangan Pileg selalu ada sejak era sebelum reformasi hingga pasca reformasi seperti saat ini. Bentuk-bentuk kecurangan dalam Pileg yang saat ini perlu diantisipasi ialah kecurangan yang terjadi antar kontestan. Seperti politik uang, pembagian sembako dan pelibatan Penyelenggaraan Pemilu serta Penyelenggara Negara (TNI/POLRI/ASN).
Kecurangan-kecurangan tersebut selalu terjadi dalam pemilihan legislatif (Pileg). Pileg dan kecurangan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Akan selalu ada tuduhan-tuduhan kecurangan yang disampaikan kepada penyelenggara pemilu dalam hal ini ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pengaduan ke Bawaslu.
Ada dua penyebab masih terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu Pileg di Indonesia yaitu :
Pertama, sistem pemilu yang ada mendorong caleg menghalalkan segala cara untuk menang. Sistem pemilu legislatif Indonesia adalah open list proporsional representation, yaitu seorang caleg dapat terpilih karena mendapatkan suara terbanyak dalam daftar terbuka di partainya. Dalam sistem tertutup – yang pernah digunakan di pemilu sebelum 2004, terpilihnya seorang caleg ditentukan sepenuhnya oleh partai politik.
Sistem ini mendorong para caleg berlomba-lomba mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Salah satu akibatnya, kompetisi para caleg di internal partai sangat ketat dan keras.
Kedua, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menyongsong Pemilu serentak tahun 2024 masih rawan.
Jelas tidak dibenarkan apabila ada Penyelenggara Negara (TNI/POLRI/ASN) yang terlibat secara langsung untuk berkampanye atau menjadi tim sukses calon tertentu.
Ada tiga Undang-Undang yang menegaskan TNI/POLRI/ASN harus bersikap netral.
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dalam pasal 2 menyatakan setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal tentang netralitas ASN.
UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Kepala Daerah terdapat dua pasal yang mengatur tentang netralitas ASN yaitu pada Pasal 70 dan Pasal 71. Pasal 70 ayat (1) berbunyi dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia.
Tetapi dalam pelaksanaannya, kasus dugaan pelanggaran Pileg sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang melarang adanya pelibatan dari Aparatur Sipil Negara (ASN), Penyelenggara Pemilu, Kepala Desa dan Perangkat Desa masih terjadi.
Sebagai contoh adanya kejadian kegiatan Kampanye Perorangan Calon Anggota DPR RI atas nama Rohmat Ardian dari Partai Gerindra berbentuk pertemuan Tatap Muka yang dilaksanakan di Balai Dusun Bingbin Desa Cibinuang Kecamatan Kuningan Kabupaten Kuningan pada hari Sabtu, 30 Desember jam 16.30 WIB.
Pada kegiatan kampanye sebagaimana disebut diatas, terdapat adanya dugaan pelanggaran keterlibatan secara langsung dari Kepala Desa dan Perangkat Desa Cibinuang, Penyelenggara Pemilu, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam kegiatan kampanye pertemuan Tatap Muka tersebut.
Pada kegiatan yang dihadiri oleh Tokoh dari warga masyarakat Desa Cibinuang, sebanyak kurang lebih 40 orang itu, Kepala Desa Cibinuang atas nama Nani Suryani, Sekretaris Desa Cibinuang sekaligus Sekretaris PPS atas nama Rasam, Sekretaris BPD sekaligus Anggota PPS atas nama Radi ikut terlibat berkampanye.
Meskipun kasus tersebut sudah dilaporkan ke pihak Bawaslu Kabupaten Kuningan dengan nomor aduan : 001/Reg/LP/PL/Kab/13.20/I/2024 untuk ditindaklanjuti, pada keputusannya, pihak dari Bawaslu Kuningan hanya memberikan sanksi kepada pihak yang terlibat yaitu dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, Penyelenggara Pemilu dan Aparatur Sipil Negara (ASN) saja, sedangkan dari pihak Pelaksana Penyelenggara Kampanye yaitu Rohmat Ardian tidak mendapatkan sanksi sama sekali. Aneh bin ajaib.
Mestinya Gakkumdu yang terdiri atas Pengawas Pemilu, POLRI dan Kejaksaan Negeri Kuningan menjalankan tugasnya secara tegas dalam penanganan tindak pidana Pemilu dengan tanpa pilih kasih dan pandang bulu apalagi sampai bermain mata.
Ketegasan dari Bawaslu dan Gakkumdu Kabupaten Kuningan dalam penindakan pelanggaran Pemilu sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Jangan sampai terjadi akumulasi kekecewaan di masyarakat dikarenakan tidak adanya rasa keadilan, tindakan tegas dan sanksi pidana bagi mereka yang sudah melakukan pelanggaran pidana Pemilu yang berakibat bisa memunculkan adanya hukum rimba.
Kuningan, 22 Februari 2024
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal