KUNINGAN (MASS) – Ikatan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Kuningan (IPPMK) Jadetabek kembali menggelar Kajian Sore Mentereng (Kasreng) yang mengangkat isu yang tengah ramai diperbincangkan yakni ditutupnya TikTok Shop.
Bekerja sama dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Kasreng mengangkat kajian dengan tema “Politik dan Teknologi: Tiktok Shop ditutup apa yang salah?” pada Selasa sore (10/10/2023).
Adanya fenomena penutupan tiktop shop sebagai social commerce karena dianggap menurunkan potensi UMKM offline oleh pemerintah menimbulkan respon dari berbagai pihak. Dalam kajian itu, Asmiati Abdul Malik, dosen Universitas Bakrie menyampaikan bahwa penutupan tiktok shop tidak secara langsung menurunkan penjualan UMKM offline seperti yang dikhawatirkan oleh pemerintah.
“Jika melihat data pelaku UMKM di Indonesia, jumlah pelaku e-commerce setelah pandemi sekitar 12 juta dari total 64 juta para pelaku UMKM. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaku UMKM yang berkecimpung di e-commerce kurang lebih hanya sekitar 34%. Sisanya masih melakukan penjualan secara offline yang dipengaruhi oleh beberapa faktor mengapa mereka tetap mempertahankan cara tersebut, seperti lebih nyaman berjualan offline, atau memang kurangnya pengetahuan digital,” paparnya.
Sejalan dengan itu, Andika Ramadhan selaku CEO Clorismen yang berkecimpung di e-commerce juga menanggapi keputusan pemerintah ini dengan mengajukan sebaiknya pemerintah mengupayakan cara memajukan UMKM offline alih-alih harus menutup tiktok shop.
“UMKM di Indonesia sendiri tidak semua beroperasi secara online, masih ada yang offline. Penutupan tiktok shop sendiri sebenarnya tidak berpengaruh terhadap UMKM offline tersebut. Dengan ditutupnya tiktok shop, tidak justru memajukan UMKM offline seperti di Tanah abang. Persaingan sebenarnya dari tiktok shop ini adalah dengan sesama e-commerce, bukan UMKM offline. Maka dari itu, dibanding harus menutup tiktok shop, seharusnya ada upaya pemerintah dalam memajukan UMKM offline,” tuturnya.
Menanggapi pernyataan lain seputar perizinan tiktok shop yang tidak sesuai, Raga Anugrah Sugema, salah satu narasumber dan mahasiswa ilmu politik menyampaikan salah satu sikap dan solusi dalam merespon hal tersebut.
“Tiktok shop ini baiknya diregulasi, bukan dilarang. Sikap yang paling bijak adalah meregulasi tiktok shop dan inovasi yang ada agar tidak melahirkan dampak negatif yang masif. Perumusan regulasinya itu pun mesti bersifat jangka panjang. Penutupan tiktok shop sebagai kebijakan sementara ini merupakan sikap yang baik, namun bukan kebijakan yang sustainable,” ungkapnya. (eki)