KUNINGAN (MASS) – Selain tunjangan 2021 dirapel tiga bulan, tunjangan ASN ditahun 2022 ternyata turun. Penyesuaian penghasilan ASN tidak seirama dengan penyesuaian penghasilan anggota dewan.
“TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai) kita itu turun, ga naik. Persentase turunnya 10%. Tunjangan anggota dewan yang naik. Naiknya juga berapa ribu persen,” gerutu salah seorang pejabat struktural Pemkab Kuningan yang identitasnya enggan dipublis.
Ia merasa aneh atas kebijakan anggaran seperti itu. Sebab, bupati terkesan tidak bisa berbuat apa-apa untuk nasib anak buahnya. Sebaliknya, bupati lebih mementingkan nasib anak buah partainya dalam kapasitas selaku ketua partai.
“Belum lagi banyak anggaran instansi yang dipangkas. Gimana mau neningkatkan kinerja kalau seperti ini. Disisi lain, UMK yang notabene untuk rakyat malah naiknya cuma 19 ribuan. Tidak diperjuangkan sama sekali,” ketusnya kesal.
Terpisah, isu kenaikan gaji anggota DPRD Kuningan membuat geram para aktivis. Ketua LSM Gerakan Rakyat Marginal (Geram), Rudi Idham Malik misalnya, ia sangat menyesalkan kenaikan tersebut.
“Ditengah kondisi masyarakat yang serba sulit, masa pandemi, secara ekonomi belum stabil apalagi kalangan bawah, kok kenapa terbersit di kepala para anggota dewan yang terhormat untuk menaikan gajinya?,” kata Rudi.
Apakah itu diistilahkan penyesuaian atau apapun, menurut dia, langkah tersebut tidak melihat penyesuaian kesejahteraan rakyatnya. Ironisnya lagi, pada saat Kuningan dicap miskin esktrim, justru para wakil rakyatnya menginisiasi kenaikan tunjangan.
“Saya harap sih penyesuain itu harus berbanding lurus dengan kinerjanya. Banyak PR yang harus dibereskan. Itu saja dulu bisa gak para anggota dewan berpikir sama-sama agar Kabupaten Kuningan ini keluar dari katagori miskin ekstrim. Seharusnya ada rasa malu lah,” rungutnya.
Sebagai bagian dari rakyat, Rudi menegaskan, rakyat hanya ingin agar para wakilnya bekerja sesuai tupoksi secara maksimal. Jangan hanya gereget dengan haknya saja namun kewajibannya pun harus sama gregetnya. (deden)