KUNINGAN (MASS) – Menyikapi kasus dugaan pembelian mobil dari dana bansos di Desa Jalaksana, Ketua Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Kuningan, Linawarman SH mempunyai saran yang patut dipertimbangkan para pemangku kepentingan.
“Yang pertama, apapun kejadian di desa maka kewajiban kades lah yang harus tahu. Ya kita harus jemput bola,” ujar Linawarman mengawali pernyataannya, Sabtu (26/2/2022).
Selanjutnya, Nana—sapaan pendeknya—berharap semua desa di Kuningan bercermin dari kejadian Desa Jalaksana. Mungkin saja ada desa lain yang mengalami kasus yang sama, terutama menyangkut penitipan ATM.
“ATM itu seharusnya dipegang oleh masing-masing penerima. Toh peruntukannya sudah jelas ada aturannya. Tapi alangkah lebih baiknya, saya mengusulkan, agar e-warung atau agen itu perannya diganti sama Bumdes,” ungkapnya.
Baca juga : https://kuninganmass.com/atm-dan-pin-dititipkan-dana-bansos-diduga-dibelikan-mobil/
Pergantian peran dari agen ke Bumdes, diyakini oleh Nana akan lebih maksimal. Bumdes yang secara hirarki dibawah pemdes pun bakal hidup dan secara perputaran ekonomi itu ada.
“Mohon pa bupati, dinsos, agar ada evaluasi atas kejadian di Jalaksana. Bansos itu harus betul-betul tepat sasaran dan dirasakan oleh masyarakat,” pinta Linawarman.
Menanggapi aturan baru penyaluran bansos lewat kantor pos yang tanpa ATM, dana bansos dicairkan secara cash namun tetap harus diambil oleh masyarakat. Ketika masyarakat diberikan pengertian oleh desa bahwa uang itu harus dibelanjakan di e-warung atau bumdes kalau usulannya diterima, maka dia yakin masyarakat pun akan mau.
“Kecuali kalau di kantor posnya pakai ATM, saya gak tahu. Tapi sepengetahuannya saya di kantor pos gak pakai ATM,” ucapnya.
Baca juga : https://kuninganmass.com/agen-bansos-jalaksana-ceritakan-kronologis-pembelian-mobil/
Terkadang, sambung Nana, ada perangkat yang mengantar masyarakat lantaran dipinta. Itulah menurut dia yang akan jadi dilema. Karena terkadang pula ada masyarakat yang memberikan imbalan kepada perangkat meskipun tidak dipinta.
“Kadang hal itu dibesar-besarkan padahal mereka tidak meminta. Diekspos di media seolah ada penyunatan. Saya kira pers juga harus mengerti keadaan bahwa tak ada niatan untuk memotong dari desa atau apapun. Tapi masyarakat dengan ikhlas memberi untuk uang bensin misalnya 10 ribu, saya kira wajar 10 ribu mah,” kata Nana.
Baca juga : https://kuninganmass.com/atm-dan-pin-dititipkan-ketua-komisi-iv-baru-tahu/
Perihal banyaknya bansos, termasuk PKH, diakuinya memang bertumpuk. Kadang satu orang mendapatkan PKH, BPNT dan BLT dari dana desa. Seperti benang kusut. Ketika ada komplen, kerap tidak tahu jawabannya. Termasuk kades juga tidak tahu. Dari sinilah dibutuhkan peran dan fungsi Dinsos untuk melakukan sosialisasi.
“Contoh, ada warga yang tadinya tidak dapat, kemudian dapat, itu biasanya masyarakat lain jadi suudzon. Mereka bertanya-tanya. Nah ini harus ada jawaban yang tidak dikarang atau asal jeplak. Kalau dari dinsos pasti kan jawabannya jelas tidak dikarang, kenapa permasalahan itu terjadi,” tuturnya.
Ketika penjelasan di Desa A berbeda dengan Desa B, maka akan memunculkan kecurigaan bahwa ada permainan dalam penyaluran bansos. Karena tidak satu kata alias jawabannya tidak seragam. Disitulah menurut Nana dibutuhkan peran dinsos untuk melakukan sosialisasi lebih maksimal agar tidak terjadi saling curiga.
Baca juga : https://kuninganmass.com/jangan-main-main-dengan-bansos/
Kalau penyaluran dana BPNT lewat kantor pos, bagaimana dengan PKH dan bantuan lainnya yang masih menggunakan ATM? Linawarman mengatakan, dalam penyaluran bansos ia berharap jangan sampai menumpuk melainkan dipecah di beberapa bank atau kantor pos. Itu tergantung kebijakan pemerintah pusat.
“Yang penting ATM gak dititipkan. Biar ku masyarakat, da moal leungit. Kalau ada yang tidak mengerti transaksi ATM, mungkin ada yang mengantar, takut salah. Perangkat atau siapa, anaknya mungkin. ATM dititipkan itu jelas salah,” tukas Nana yang bertitel sarjana hukum itu. (deden)