KUNINGAN (Mass) – Munculnya beberapa hasil survey terkait Pilbup Kuningan yang selalu mengunggulkan Bupati petahana H Acep Purnama diposisi teratas, nampaknya bukan menjadi jaminan kemenangan. Itu ketika muncul penantang lama yang pernah bersaing sengit pada saat 2013 lalu. Pernyataan itu disampaikan oleh salah satu Dewan Eksekutif Kuningan Institute, Ageng Sutrisno, Jumat (14/7).
Ageng mengatakan, Kuningan Institute melakukan survey elektability dan popularity pada akhir April lalu. Survey dilakukan kepada 416 responden di 17 kecamatan dan meliputi 73 desa menggunakan teknik multistage random sampling. Hasilnya, Acep Purnama yang berstatus petahana berada di posisi teratas dengan tingkat popularitas 92,6 persen dan elektabilitas 39,2 persen.
“Sedangkan untuk di posisi ke 2 ditempel oleh H Mamat Robby Suganda Suganda (MR) dengan tingkat popularitas 52,6 persen dan elektabilitas 23,4 persen. Sedangkan sisanya masih di bawah 15 persen baik popularitas dan elektabilitas,” sebut Ageng.
Pria yang pernah mewakili Indonesia khususnya Jawa Barat ke beberapa negara tetangga itu menerangkan, potensi petahana yang memiliki popularity diatas 90 persen namun elektability jauh dibawahnya itu bisa menjadi anti klimaks di posisi elektability. Dicontohkan olehnya kasus popularitas Rano Karno yang mencapai 99 persen, namun tingkat keterpilihannya tidak signifikan membuat Rano kalah di Pilgub Banten.
Masih kata Ageng, dari beberapa hasil survey tatap muka yang dilakukan oleh timnya, ditemukan beberapa hal yang menarik, diantaranya adalah keterpilihan H Mamat Robby karena masyarakat mengingat sosok Rochmat pada saat pilkada 2013.
“Pemilih Rochmat atau pasangan H Momon Rochmana dan H Mamat Robby Suganda, hingga saat ini dapat dibilang masih solid. Saya hitung ada pemilih Rochmat yang masih setia pada pilihannya masih diangka 78,2 persen,” papar pria jebolan Universitas Kuningan itu.
Ditanya terkait potensi kemenangan H Acep Purnama, Ageng memperkirakan mantan ketua DPC PDIP Kuningan itu masih memiliki kans paling tinggi untuk mempertahankan posisinya di Kuningan satu, jika tidak ada kandidat kuat seperti H Mamat Robby Suganda ataupun H Momon Rochmana.
“Kita flashback ya, Momon Rochmana dan mamat Robby, pasca Pilkada 2013, dapat dibilang mereka kehilangan eksistensi karena vakum dalam politik. Ketika melihat hasil survey, khususnya Mamat Robby masih memiliki pemilih yang cukup besar. Maka itu, jika head to head antara Acep dan Mamat Robby, ini saya perkirakan akan sulit siapa yang akan menang,” ungkapnya sambil mengerenyitkan dahi.
Sayangnya ketika ditanya bagaimana posisi Momon dalam survey Kuningan Institute, pria bertubuh jangkung itu tidak bisa menjawab secara pasti. Pasalnya pada saat melakukan survey diakui olehnya Momon tidak dimasukan kedalam kandidat calon bupati atau wakil bupati.
“Pada saat tim kami mewawancarai beliau baik terbuka maupun tertutup, pada saat itu Pak Momon masih menyatakan tidak akan maju. Maka itulah, disebutkan politik sangat dinamis, kemarin A sekarang B,” singkatnya sambil tertawa.
Sambil meneruskan tawa seraya bercanda, Ageng juga mengatakan bahwa pilihan untuk pilkada Kuningan itu hanya ada dua saat ini, ingin seru atau ingin hambar. Jika ingin seru, maka kemunculan Mamat Robby dalam melawan petahana, harus dengan calon wakil yang mumpuni.
“Sedangkan jika petahana hanya ingin menang, jegal Mamat Robby atau Momon Rochmana untuk tidak maju, dan petahana bebas memilih calon wakil. Jika ingin hambar, paketkan Acep-Robby, Insha Allah tuntas,” jelas Ageng sambil masih tertawa.
Ditanya terkait peluang Robby dalam meraih rekomendasi karena banyak isu yang beredar bahwa Robby tidak akan direkomendasi oleh Demokrat karena lebih memilih Yosa Octora Santono, Ageng mengaku tidak bisa menjawab hal tersebut.
“Kuningan institute ini adalah lembaga yang berkonsentrasi pada kajian dan penelitian, dan tidak berkiblat pada partai politik manapun. Jadi terkait rekomendasi itu diluar jangkauan lembaga seperti kami, bahkan sekelas LSI pun tidak akan mampu menjawabnya. Hanya saja, seperti dikatakan diawal, selain Acep dan Robby, semua Cabup atau Cawabup elektabilitinya masih dibawah 15 persen bahkan ada yang dibawah 5 persen,” pungkasnya. (deden)