KUNINGAN (MASS) -Seperti taun-taun sebelumnya di bulan ramadhan, dapur kami memang terbiasa menyajikan makan untuk beberapa keluarga. Tidak banyak, mereka para sanak saudara serta tetangga yang biasanya mendapat kiriman makanan untuk berbuka puasa.
Tahun ini agak berbeda, kegelisahan terkait siapa saja yang harus dikirim makanan menjadi lebih menyeruak. Daftarnya menjadi lebih banyak, dan cerita-cerita baru tentang mereka yang harus mendapat makanan untuk berbuka menjadi lebih kompleks dan mengiris hati.
Pada hari ke 10 Ramadan ada cerita tentang seorang ibu yang terpaksa harus memberi teh manis untuk anaknya yang berumur 7 bulan selama beberapa hari, alhasil pencernaan si bayi terganggu dan terus menangis.
Bukan tanpa alasan, hal ini terjadi karena sang ayah yang biasanya menjadi penopang ekonomi keluarga kini terjebak di ibu kota. Tidak bekerja, tidak pula bisa pulang. Miris, bukan?
Saya, Rizki Khaerur Ramdan adalah pria 29 tahun berprofesi sebagai wirausaha dibidang stone crusher, Ayah adalah seorang tokoh masyarakat dan Ibu adalah seorang guru yang terus mencoba produktif dengan produksi kentang mustofanya.
dan saya memiliki seorang kakak perempuan berusia 37 tahun yang sudah tiga bulan banting stir dari usaha event organizernya menjadi wholeseller kentang mustofa yang diproduksi Ibu.
Jangan tanya bagaimana usaha kami setelah wabah melanda, sama saja; porak poranda. Fasilitas relaksasi kredit permodalan atas usaha yang kami jalankan, sudah diterima. Setidaknya karna itu kami ucapkan terimakasih pada pemerintah atas regulasinya.
Dalam hal pangan kami masih jauh lebih beruntung, karena masih memiliki banyak stok makanan, berlimpah hingga bisa dibagi.
Dini hari kami terlibat obrolan di meja makan di waktu sahur. Semua mendengar cerita dengan seksama dari Ibu yang menceritakan tentang balita yang harus minum teh manis tadi.
Sedih, teriris hati ini rasanya. Satu pertanyaan yang terus mengusik batin saya adalah, bagaimana jika balita itu adalah anak saya?
Berbagai ide dan gagasan terus menyeruak diantara kami. Saya dengan konsep bilik sembako, ibu dengan ide rantang pedulinya, serta kakak yang sudah lebih dulu melakukan sebuah gerakan sosial bernama Pejuang Event Cirebon ditengah usahanya yang porak-poranda.
Pada dasarnya kami semua sepakat, bahwa permasalahan mereka yang tinggal disekitar kami membutuhkan penanggulangan dengan kekuatan yang lebih besar yang bersumber dari social power!
Garapan pertama berlatar energy of humanity adalah Rantang Peduli. gerakan ini ialah sebuah gerakan sosial yang di inisiasi oleh Bundadari Aan Hasanah yang juga seorang penganut faham Oemar Bakrie alias guru.
Kegiatan ini bertunjuan untuk menghindarkan masyarakat Desa Ciomas Kecamatan Ciawigebang dari krisis pangan yang timbul akbiat dari adanya wabah covid-19.
Kegiatan Rantang Peduli dimulai dengan rapat kordinasi denga agenda pemetaan penerima bantuan, penggalangan dana kegiatan, teknis pelaksanaan.
Rapat ini sendiri diikuti oleh seluruh kader PKK Desa Ciomas dan perwakilan pemerintahaan desa.
Saat ini kegiatan Rantang Peduli sudah berjalan, mereka yang menerima ialah warga masyarakat Desa Ciomas yang sama sekali belum menerima bantuan dari pemerintah.
Baik dari pemerintah Kabupaten, Provinsi, maupun pemerintah pusat. Saat rapat pra-pelaksanaan, kami mencatat ada setidaknya 300 orang yang perlu mendapat bantuan.
300 orang ini mencakup lansia, balita (bantuan dalam bentuk susu formula), serta orang yang kehilangan pekerjaan / tidak berpengahasilan terkait dampak pandemi covid-19.
Setiap manusia memiliki cara masing-masing dalam mencintai negeri ini, dan ini adalah salah satu bentuk kecintaan Saya terhadap sesama.
Tak terasa, ternyata cara mencintai ini menular, mengundang, dan mendorong orang lain untuk turut merasakan cinta kasih dalam membantu sesama. Sedari dibuka beberapa waktu silam.
Penggalangan dana menemui tuanya. Mereka para petani yang peduli, anggota PKK yang merasa, perangkat desa yang berhati mulia, pengusaha yang rajin menderma dan para pejuang lillah yang tak kenal lelah rela mendermakan sebagian hartanya untuk kebahagiaan sesama.
Bahkan, total nyaris sepuluh juta uang terkumpul dalam waktu yang sebentar, dan bantuan sembako pun mengalir tak terelakan.
Terakhir saya berpesan, tidak perlu muluk untuk membahagiakan sesama, membuat orang lain tersenyum adalah tanda bahwa kamu sudah membuat orang lain bahagia.
Bahkan terkadang, banyak orang tidak sadar bahwa dirinya itulah alasan orang lain merasa bangga untuk berkarya dengan seluruh daya dan upaya.***
Pemulis : Rizki Khaerur Ramdan
Seorang Pecinta Wanita