KUNINGAN (MASS) – Hubungan politik dan agama telah terbentuk sejak lama dalam sejarah peradaban manusia dan sejak zaman kerajaan islam. Politik dan agama telah saling terkait dalam berbagai cara. Agama dan politik adalah dua elemen kehidupan manusia yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.
Agama memberikan nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi manusia dalam berpolitik. Politik merupakan sarana untuk mewujudkan cita cita dan tujuan agama dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Agama dan politik tidak bisa dipisahkan karena keduanya merupakan bagian dari ajaran Islam. Islam bukan hanya berkaitan dengan akidah dan ibadah semata, tetapi juga dengan hukum, sosial, ekonomi, pendidikan, dan politik. Islam mengajarkan bahwa setiap muslim adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas pimpinannya.
Islam juga mengajarkan bahwa pemerintah harus berdasarkan syariat allah dan Rasulullah. Agama dan politik bekerja di ruang yang sama dalam diri seorang manusia, yaitu imajinasinya tentang sesuatu yang ideal dan abadi. Keduanya menawarkan visi dan misi tentang bagaimana seharusnya manusia hidup di dunia ini dan di akhirat nanti. Keduanya juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap emosi, motivasi, dan loyalitas manusia, dan kalaupun ada yang berbicara politik dan agama harus dipisahkan maka ia cacat secara definisi dan pemhaman terkait hubungan politik dan agama.
Peran ulama dalam politik sejarah kerajaan islam ditandai dengan kemunculan kerajaan islam pertama pada abad ke 13 yaitu Kerajaan Pasai. Ini didasarkan pada bukti batu nisan Malik Al-Saleh 1297, yang dimana peran ulama di dalam kerajaan pada waktu itu sebagai penasihat atau Qadi. Dan Adapun beberapa ulama yang terkenal masuk dalam tubuh pemerintahan diantaranya Al-Raniri (wafat 1608) setelah memperoleh pendidkan di kotanya Ranir sebuah kota pelabuhan tua di Pantai Gujarat melanjutkan pendidikanya di Makkah dan Hadramaut. Disana dia bergabung dengan lingkaran komunitas jawi atau dikenal dengan sebutan jawa.
Abdurrauf Al-Sinkili (1615-1693) merupakan murid Al-Raniri yang meneruskan perjungan gurunya di Kerajaan Aceh. Disana Al-Ainkili memiliki kesempatan untuk membangun jaringan di Nusantara. Burhanudin dari Ulakan di Sumatra Barat adalah salah seorang muridnya yang terkenal. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan sufi di Ulakan yang menjadi basis Islamisasi di Minangkabau. Murid terkenal Al-Sinkili lainya adalah Abdul Muhyi dari Pamijahan Jawa Barat, selanjutnya ada Yusuf Al-Maqassari dilahirkan di Makassar Sulawesi Selatan.
Al-Maqassari memiliki karir intelektual di Kerajaan Banten Jawa Barat. Pernikahanya dengan seorang anak perempuan sultan memperkuat ikatan yang kemudian menjadi anggota utama dari dewan penasihat sultan yang memungkinkanya terlibat dalam persoalan persoalan agama dan politik dikerajaan. Dan kalaupun diceritakan sebenarnya masih banyak peran ulama ulama dalam hubunganya dengan politik, oleh karena itu hubungan ulama, politik dan kekuasaan tidak dapat dipisahkan.
Di Indonesia sendiri harus diakui peran ulama dalam kehidupan politik memang tidak bisa diabaikan. Seperti artis atau tokoh idola lainnya, keberadaan ulama dipercaya merupakan iming-iming yang efektif untuk mendongkrak perolehan suara. Sudah bukan rahasia lagi, menjelang tahun politik, para kandidat yang berkontestasi meningkat intensitasnya berkunjung ke berbagai pondok pesantren, mendekati ulama-ulama yang karismatik, dan berusaha merangkul para ulama menjadi bagian dari tim sukses mereka.
Jadi jelas yah hubungan ulama,politik dan kekuasan bukan sesuatu hal yang tabu dan memilulukan di telinga masyarakat dan bukan juga sesuatu yang buruk ketika ulama masuk dalam perpolitikan, itu menandakan kepedulian ulama kepada masyarakatnya.
Penulis : Komarudin Humaedi