KUNINGAN (MASS) – Siang itu, Kamis (9/9/2021) matahari sedang naik-naiknya sekitar pukul 12.00 WIB.
Meski Kuningan terkenal karena area pegunungannya, ternyata tak membuat mentari mau ‘berbaik hati’ atau sekedar berkompromi untuk tak terlalu memamerkan teriknya.
Perjalanan kuninganmass seperti biasanya, dengan kendaraan roda dua, sebagai jurnalis, ya memang banyak di jalanan.
Memacu motor dengan kecepatan yang tak terlalu kencang, berkeliling mencari bahan informasi untuk disuguhkan.
Saat di Kaduagung, kuninganmass.com memilih untuk sejenak beristirahat. Tubuh dan kepala yang mulai ‘leng-lengan’ diserang sinar matahari, harus mengalah.
Belum lagi perut yang ternyata sudah berteriak, dan bernyanyi. Meminta jatah untuk diisi. Keroncongan.
Tepat di depan masjid Desa Kaduagung itulah, seorang lelaki berjanggut itu keluar dari area masjid, berjalan perlahan mendekati gerobak siomay batagor dengan tulisan ‘Siomay Barokah’.
Sempat ragu karena dikira pengurus masjid, akhirnya kuninganmass tanyakan padanya bisa atau tidak membeli batagor.
Saat itulah, dipastikan lelaki paruh baya itu memang penjualnya. Dia menjawab bisa, sembari segera bergegas bertanya, makan di tempat atau plastik.
Namanya Oding, warga Desa Sindangagung Kuningan yang memang hampir setiap hari berjualan disana, setidaknya setiap pukul 10 pagi hingga pukul 13.00 siang.
Hal itu diketahui, setelah kuninganmass mengobrol beberapa waktu. Tidak lama, tapi juga tidak sebentar.
“Seringnamah muter a, keliling,” jawabnya saat ditanya biasa berdagang saat dimana saja.
Lelaki usia 35 tahun itu ramah pada pelanggan yang bertanya. Mungkin memang, sebagai pedagang harus selalu memberikan pelayanan terbaik, bahkan jika pelanggan itu bukan orang yang dikenal.
Dengan gerobak yang rapih dan tertata, Oding tak tertutup ketika ditanya-tanyai.
Putranya ada 3, paling besar kelas 3 SD. Dia bekerja pada seorang bos siomay yang sudah punya 8 gerobak.
Sudah sekitar 4 bulan dirinya berdagang. Sebelumnya, punya warkop di Cirebon. Namun terhempas pandemi.
“Tabarrukan pami tos barokah mah sagala bakal cukup,” ujarnya saat ditanya kenapa namanya siomay batagor barokah.
Oding mengaku, berjualan berkeliling mulai dari Kaduagung, Kertawangunan bahkan sampai Windusengkahan.
Saat menceritakan, tidak terlihat raut muka disedih-sedihkan, atau sebaliknya dibangga-banggakan. Hanya obrolan biasa layaknya orang pinggir jalan.
Jajanannya sendiri ya relatif terjangkau. Satu porsi hanya 7ribu, pakai telur sampai 10ribu.
Harga yang sangat wajar dengan campuran kentang, kol, tahu putih dan cokelat serta batagor siomay dan telur rebus dicampur bumbu kacang.
“Bedana, siomayna pake ikan a,” ujarnya dalam bahasa Sunda, saat ditanya apa bedanya dengan siomay lainnya yang banyak menggunakan daging lain.
Saat diminta foto, Oding tak keberatan. Dia hanya merapihkan rambut dan segera memaka topi. Obrolan-obrolan sederhana mengalir begitu saja.
Bahkan, Oding baru tahu belakangan setelah banyak bercerita kalau yang diajak ngobrolnya adalah kuninganmass.
Setelah tahu, dan minta ijin untuk ceritanya dimuat, kuninganmass pamit dan kembali menantang matahari.
Bedanya, dengan perut yang sudah terisi dan tenaga yang sudah kembali. (Eki)