KUNINGAN (MASS) – Setelah digeser oleh H Acep Purnama dari posisi ketua DPC PDIP Kuningan, Rana Suparman mengeluarkan pernyataan resmi. Terlebih ketika mencuat rumor dirinya berencana loncat pagar. Dia mengaku tidak kecewa, justru mengucapkan selamat kepada Acep.
“Saya tak merasa kecewa. Saya merasa bahwa itu mekanisme partai. Selamat atas terpilihnya pak Acep Purnama sebagai ketua DPC PDIP periode 2019-2024. Itu mekanisme partai yang harus kita taati bersama,” kata Rana usai Paripurna DPRD, Kamis (25/7/2019).
Ia menegaskan akan mendukung sepenuh hati dan sepenuh kemampuan untuk membesarkan PDIP dibawah kepemimpinan Acep. Lantaran Rana kini dipercaya wakil ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPC, maka kemampuannya dalam pemahaman ideologi akan dieksplor kepada kader-kader muda.
“Saya akan eksplor kepada kader-kader muda agar kebijakan dalam berpolitiknya berbasis ideologi. Marhaenisme, Pancasila, itu harus jadi dasar pemikiran temen-temen PDIP. Secara historis dulu ada PNI yang mendeklair harus merebut kemerdekaan. Itu harus jadi dasar pemikiran politik para kader,” paparnya.
Rana mempertegas bahwa dirinya tidak kecewa. Justru dirinya bakal membantu secara totalitas. Adapun perbedaan selama ia dipercaya sebagai ketua DPC, pasti akan ada. Tapi perbedaannya ditingkat ide dan idealisme.
“Idealisme saya bisa jadi dianggap bukan bentuk idealisme, bisa pula dianggap bentuk idealisme. Tergantung sudut pandangnya. Perbedaan kita juga bukan perbedaan permusuhan, tapi hanya khasanah atau cara berpikir saja. Kadang perbedaan tersebut jadi polemic, tapi sesungguhnya hanya perbedaan cara pandang dalam babakti ka lemah cai,” jelas Rana.
Dengan demikian, politisi asal Bayuning ini menegaskan tidak akan pindah partai. Kalau ada isu yang menyebutkan dirinya akan loncat pagar, menurut dia, itu kabar bohong.
Rana menuturkan, dulu ia masuk PDIP bukan karena ajakan orang. Secara kebetulan ia adalah kader GMNI sewaktu mahasiswa yang mempelajari Bung Karno. Baik Bung Karno sejak masih kecil, masuk wilayah pendidikan HOS Cokroaminoto, melakukan kajian ideologi marhaenisme, perjuangan melawan kolonialisme, hingga mendirikan PNI yang mendeklair marhaenisme pada 1926 silam.
“Kita pelajari semua. Termasuk dimasa orde baru PNI difusi dengan partai lain menjadi PDI. Bu Mega membawa kapal PDI, kemudian mendapat hantaman orba sehingga jadi PDIP. Itulah salah satu dasar kita bersikap untuk berlabuh di PDIP. Nah, berlabuhnya saya ini tak berarti ketika saya tidak jadi ketua cabang lantas saya harus luntur, tidak mungkin,” tandasnya. (deden)