KUNINGAN (MASS) – Kami, Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kuningan, menyatakan keprihatinan dan kekecewaan mendalam atas cara pelaksanaan sejumlah kegiatan besar di Kabupaten Kuningan, antara lain Tour de Linggarjati (TDL) 2025 dan peluncuran Kuningan Adiluhung. Kegiatan-kegiatan ini, meskipun secara formal megah dan dipromosikan sebagai wujud kemajuan dan identitas daerah, dalam praktiknya belum memperlihatkan dampak positif yang nyata bagi masyarakat, bahkan meninggalkan kerugian dan ketidakjelasan.
1. Ketiadaan Kejelasan & Pertanggungjawaban
- Sejak karnaval di awal rangkaian, belum ada informasi publik yang jelas mengenai bagaimana anggaran digunakan, siapa bertanggung jawab atas keputusan‐keputusan, dan bagaimana hasilnya untuk warga.
- Pemerintah daerah sering mengumumkan program baru sebagai simbol atau seremonial, namun minim transparansi dalam pelaporan hasil.
2. Manfaat bagi Masyarakat yang Tetap Kabur / Tidak Terasa
- Dalam Tour de Linggarjati, banyak warga kecil dan pedagang lokal melaporkan penurunan omzet, bukannya peningkatan. Penutupan jalan, pengalihan aktivitas rutin warga, dan pembatasan akses justru menambah beban.
- Insiden‐insiden keselamatan yang terjadi juga menunjukkan bahwa aspek keamanan dan perlindungan publik belum diprioritaskan.
3. Kegiatan Seremonial yang Belum Tepat Sasaran
- “Kuningan Adiluhung” hadir namun tanpa indikator yang jelas bahwa pelaksanaannya menjawab kebutuhan warga (infrastruktur, ruang publik, akses sosial) atau bahwa rencana tatakelola wilayah (tata ruang wilayah) mendukung kegiatan tersebut.
- Pelaksanaan kegiatan budaya / event besar tanpa dukungan umum akan ruang (ruang publik, transportasi, akses, izin) bisa jadi malah membebani masyarakat dan merusak lingkungan.
4. Ketidaksiapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
- Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 26 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (2011-2031), sudah diakui bahwa dokumen ini “sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diselaraskan”
- Revisi RTRW yang sedang berlangsung memang membuka peluang seperti zona industri ramah lingkungan, tetapi belum jelas seberapa cepat dan efektif revisi ini bisa mengakomodasi kebutuhan event, investasi, dan pelayanan publik.
- Bila investor melihat bahwa ruang belum tertata, infrastruktur belum mendukung, regulasi tidak jelas, maka potensi investasi bisa saja mundur atau memilih lokasi lain yang lebih pasti.
5. Bahaya Pencitraan Tanpa Kebijakan yang Mengakar
- Jika kegiatan skala besar hanya dilaksanakan untuk menarik perhatian atau untuk “foto” dalam promosi, tanpa ada tindak lanjut pengembangan kapasitas masyarakat lokal, perbaikan infrastruktur permanen, atau pemeliharaan pasca event, maka kegiatan itu bisa jadi membuang sumber daya, bukan investasi.
- Ketika warga merasa hanya “penonton pasif”, maka legitimasi pemerintah bisa tergerus.
Sebagai Kabid Hikmah PC IMM, berikut tuntutan konkret kami:
1. Publikasi Laporan Keuangan dan Dampak Sosial Ekonomi
Pemerintah harus segera menyajikan data transparan: berapa anggaran yang digunakan, bagaimana pembagiannya, siapa yang menerima manfaat, serta dampak nyata terhadap masyarakat (pedagang lokal, UMKM, warga sekitar).
2. Evaluasi Keselamatan dan Kelayakan Teknis Event
Pembuatan checklist kesiapan jalan, medis, rambu & marka, jalur darurat, koordinasi kepolisian dan lalu lintas, akses masyarakat. Apabila terdapat insiden seperti kecelakaan, harus ada komitmen perbaikan dari organisasi penyelenggara.
3. Revisi dan Sinkronisasi RTRW Secara Cepat dan Partisipatif
- Pastikan revisi RTRW yang sedang berjalan mengakomodasi kebutuhan ruang publik, akses transportasi, infrastruktur jalan di semua kecamatan, zona industri yang ramah lingkungan, dan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat.
- Proses revisi harus melibatkan masyarakat setempat, akademisi, pelaku usaha, agar kebijakan tidak terasa dipaksakan dari atas tetapi sesuai dengan kebutuhan riil.
4. Prioritaskan Proyek dengan Manfaat Tetap dan Infrastruktur Berkelanjutan, Bukan Seremonial Sesaat
- Perbaikan jalan, sarana air bersih, fasilitas umum, dan akses transportasi yang merata (termasuk pedesaan) harus terus didahulukan sebelum event‐event besar.
- Jika event tetap diadakan, harus ada legacy (warisan) fasilitas publik yang bisa dimanfaatkan setelah event selesai, tidak hanya saat acara berlangsung.
5. Jaminan Lingkungan dan Keadilan Ruang
- Semua event harus mempertimbangkan dampak lingkungan: sampah, kebisingan, kerusakan fisik ruang publik.
- Keadilan akses: warga di seluruh wilayah, terutama di pinggiran kota atau desa, harus merasakan manfaatnya, tidak hanya warga di pusat kota.
Kuningan punya potensi luar biasa: kekayaan budaya, keindahan alam, masyarakat yang kreatif. Namun potensi itu akan sia‐sia bila event besar dibiarkan menjadi alat prestise tanpa kejelasan, tanpa transparansi, tanpa manfaat nyata, dan tanpa kesiapan regulasi dan ruang. Kami menolak jika Kuningan hanya jadi panggung pencitraan. Kami menuntut Kuningan jadi kota yang adiluhung: adil, luhur, dan nyata untuk semua warga.
Kami berharap pemerintah daerah merespons kritikan ini bukan dengan pembelaan kosong, tetapi dengan tindakan nyata dan terukur.
Oleh: Roy Aldilah
Kabid Hikmah PC IMM Kuningan
