KUNINGAN (MASS) – Gerakan pramuka yang pada masa pemerintahan Hindia Belanda tahun 1912 disebut kepanduan terus berkembang dalam dinamika politik didasari oleh politik yang memecah belah bangsa. Namun kegiatan kepanduan di tanah air tetap memiliki komitmen yang sama yaitu menentang kebijakan pemerintahan kolonial Hindia Belanda dan berjuang menuju Indonesia merdeka.
Sejarah mencatat bahwa gerakan kepanduan melahirkan sikap patriotisme kaum muda yang pada muaranya mematangkan momentum sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan Presiden Republik Indonesia Soekarno mengumpulkan 60 (enam puluh) organisasi kepanduan untuk dikonsolidasikan menjadi kekuatan pembangunan nasional.
Untuk itu, Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka yang intinya membentuk dan menetapkan gerakan pramuka sebagai satu-satunya perkumpulan yang memiliki kewenangan menyelenggarakan pendidikan kepanduan di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka disusun dengan maksud untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dan demokratis. Undang-undang ini menjadi dasar hukum bagi semua komponen bangsa dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis dengan semangat Bhineka Tunggal Ika untuk mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka ini mengatur aspek pendidikan kepramukaan, kelembagaan, tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, hak dan kewajiban para pemangku kepentingan, serta aspek keuangan gerakan pramuka.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka menegaskan Pancasila merupakan asas gerakan pramuka dan gerakan pramuka berfungsi sebagai wadah untuk mencapai tujuan pramuka melalui kegiatan kepramukaan yaitu pendidikan dan pelatihan, pengembangan, pengabdian masyarakat dan orang tua, serta permainan yang berorientasi pada pendidikan.
Benarkah Pramuka dihapus dari Ekstrakulikuler?
Berdasarkan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014, Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib bagi pendidikan dasar dan menengah. Artinya, seluruh peserta didik jenjang SD, SMP, hingga SMA wajib mengikuti kegiatan Pramuka di sekolahnya.
Sementara itu, Pasal 34 Permendikbud Nomor 12 Tahun 2024 menjelaskan bahwa Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Namun, hal itu bukan berarti Pramuka dihapuskan dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
“Pendidikan Kepramukaan masih menjadi ekstrakurikuler yang harus ada di setiap satuan pendidikan. Bagaimanapun juga Pramuka dianggap sebagai salah satu ekstrakurikuler penting yang bisa melatih mental, tanggung jawab, kerja sama, hingga kemandirian siswa.” Irwan
Namun, dengan berlakunya Permendikbud No.12 Tahun 2024, Pramuka sudah tidak bersifat wajib (opsional/pilihan) sehingga keikutsertaan peserta didik pun bersifat sukarela. Dengan demikian, Pramuka tidak benar-benar dihapus dari daftar ekstrakurikuler sekolah dan tetap bisa diikuti oleh peserta didik yang memang tertarik dengan Kepramukaan.
Dalam praktiknya, Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 hanya merevisi bagian Pendidikan Kepramukaan dalam Model Blok yang mewajibkan perkemahan, menjadi tidak wajib. Namun demikian, jika satuan pendidikan akan menyelenggarakan kegiatan perkemahan, maka tetap diperbolehkan. Selain itu, keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler juga bersifat sukarela.
“UU 12/2010 menyatakan bahwa gerakan pramuka bersifat mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Tentu dengan hal ini akan sejalan, Permendikbudristek 12/2024 mengatur bahwa keikutsertaan murid dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk Pramuka, bersifat sukarela.
Penulis: Irwan Setiawan