KUNINGAN (MASS) – Beberapa waktu lalu, Puluhan pondok pesantren dari wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan) mendeklarasikan pendirian Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA) di Pondok Pesantren Ketitang Cirebon, Jumat, 23 Juni 2023. Deklarasi ditandai pembacaan komitmen dengan nama Piagam Ketitang telah diikuti secara virtual oleh sejumlah perwakilan pondok pesantren di DKI Jakarta, Lampung, dan juga Jawa Timur.
Ketua Panitia Deklarasi JPPRA, Agung Firmansyah mengatakan, pembacaan komitmen bersama itu mencuat dari rasa keprihatinan kalangan pondok pesantren atas maraknya kasus kekerasan, terutamanya kekerasan seksual yang telah menyasar anak-anak di lingkungan pendidikan yang mengatasnamakan pesantren.
Fakta Kekerasan
Kekerasan terhadap anak ibarat fenomena gunung es jika dibiarkan akan membahayakan masa depan generasi. Sejatinya, munculnya berbagai kasus kekerasan, baik seksual, fisik, maupun psikis di masyarakat, adalah akibat tayangan di media yang non edukatif dan lemahnya kontrol dari masyarakat.
Pemerintah menghukum pelaku kejahatan dengan memberikan sanksi yang berat juga memfasilitasi korban kekerasan hanya dengan memberikan bantuan pengobatan dan pemulihan kondisi mental. Padahal, untuk menuntaskan kasus kekerasan ini perlu menghentikan penyebab utamanya.
Jika kita amati, berulangnya kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sejatinya merupakan dampak penerapan sekularisme. Sistem ini telah melahirkan banyak kerusakan dan kebobrokan di semua lini kehidupan.
Maka, tidaklah cukup menyelesaikan masalah ini hanya dari satu sisi. Seperti, memberikan sanksi berat pada pelaku kekerasan, akan tetapi, membiarkan sistem penyubur kekerasan tetap dibiarkan mengatur kehidupan.
Untuk melindungi anak atau pelajar dari tindakan kekerasan, negara harus mengevaluasi kebijakan kurikulum pendidikan yang diterapkan, serta penegakan hukum. Hal itu harus ditempuh negara, jika negara benar-benar serius ingin menuntaskan berbagai kasus kekerasan pada anak.
Akar Penyebab
Sesungguhnya ada tiga penyebab utama terjadinya kekerasan dalam lembaga pendidikan. Pertama, negara belum memberi regulasi dalam mencegah kekerasan. Kedua, lingkungan dan media yang penuh kekerasan. Ketiga, sekolah dan kurikulum yang belum mampu mencegah kekerasan.
Maka dari itu, solusi-solusi yang hari ini ditawarkan belum teruji dan tidak mampu memutus rantai persoalan, bahkan terbukti mandul dalam menghentikan kekerasan pada anak atau pelajar.
Apabila sistem sekuler yang berjalan saat ini terbukti hanya melahirkan maraknya kekerasan terhadap anak, sudah semestinya sistem ini dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat.
Sejatinya, pesantren akan menjadi harapan umat Islam untuk menjadi lembaga pendidikan yang bisa memahamkan anak dengan pemahaman agama. Di tengah penerapan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, negara punya tanggung jawab dalam menciptakan rasa aman dan perlindungan seutuhnya bagi masyarakat.
Kehidupan sekuler menjauhkan setiap individu masyarakat dari rasa kemanusiaan, condong untuk hedonis, dan tidak takut akan dosa. Berbagai sistem, seperti pendidikan, pergaulan, hukum, dan informasi saat ini, tidak mendukung penjagaan anak dari berbagai kerusakan.
Solusi Hakiki
Penjagaan hakiki yang diberikan oleh negara adalah dengan menerapkan sistem Islam. Sejarah gemilang dalam peradaban Islam telah terbukti menjamin hak-hak generasi. Sistem hukum, sosial, politik dan ekonominya berpadu menjaga dan menjamin tumbuh kembangnya generasi emas yang kuat, produktif, serta bertakwa.
Jika hari ini harapan umat tertuju pada pesantren untuk menjadikan anak-anak mereka berkepribadian Islam dan memahami ilmu agama, tidaklah salah. Akan tetapi, butuh sokongan negara yang menerapkan aturan Islam agar pesantren menjadi lembaga pendidikan yang unggul dan tepercaya.
Negaralah yang akan menerapkan aturan untuk mencegah berbagai bentuk kekerasan. Negara pula yang mampu menciptakan lingkungan dan menghadirkan media guna mendorong ketakwaan individu di tengah masyarakat.
Sekolah dan kurikulum pendidikan juga didesain untuk mencegah kekerasan. Walhasil, sistem Islamlah satu-satunya yang memberikan sanksi solutif. Tidak hanya memberi jera, akan tetapi melakukan pencegahan sebelum tindakan kekerasan terjadi.
Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan kemuliaan bagi generasi, hendaknya bersungguh-sungguh di dalam memenuhi perintah Allah untuk memperjuangkan tegaknya seluruh syariat-Nya.
Peran individu yang bertakwa, kontrol masyarakat, dan negara sebagai pelaksana seluruh syariat, akan berjalan secara harmonis. Sehingga tidak lagi kita dapati tindakan anarkis. Generasi yang agamis dan aturan Islam akan eksis dalam kehidupan.
Alhasil, hanya dalam negara yang menerapkan sistem Islam yang mampu memberikan sistem pendidikan yang menjamin rasa aman dari kekerasan, serta mampu melahirkan generasi berkepribadian Islam.
Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis : Tawati (Aktivis Muslimah Majalengka)
Foto di atas : Pondok pesantren menjadi salah satu alternatif dalam mendidik anak. (Foto : i.ytimg.com)